Liputan6.com, Madinah - Pemerintah Arab Saudi mendeportasi 181 warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap karena berhaji tanpa visa haji dan tesrekh haji. Mereka ditangkap sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah ( 9 Dzulhijjah/10 Agustus).
Selama bulan Agustus 2019, WNI yang telah dideportasi lebih dari 1.200 orang, dan 600 di antaranya berhaji tanpa visa haji dan tesrekh haji.
Baca Juga
"Diperkirakan masih banyak WNI yang selesai berhaji yang tidak menggunakan visa haji dan diperkirakan akan menemui masalah saat kepulangan nanti, “ kata Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin, seperti dikutip Sabtu, (7/9/2019).
Advertisement
Dia mengingatkan, bahwa calon haji Indonesia jangan mudah tergiur rayuan bisa berangkat haji tanpa antri. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, lanjut Hery, jemaah haji harus memastikan dirinya menggunakan visa haji.
Bukan visa kerja, visa ziarah, atau visa event/season. Visa tersebut dipastikan akan menghadapi masalah pada saat kepulangan ke tanah air, karena melanggar aturan keimigrasian Arab Saudi.
Lebih lanjut, dia WNI tersebut dideportasi oleh pemerintah Saudi dengan biaya pemerintah Saudi. Sebelum dideportasi, yang bersangkutan “menginap” dulu di rumah tahanan.
Sanksi yang kena deportasi, nama yang bersangkutan masuk dalam daftar tangkal (black list) tidak dapat masuk ke Arab Saudi untuk waktu sekitar 5-7 tahun (tergantung tingkat kesalahan).
“Kita bekerjasama dengan pihak terkait di tanah air untuk mengambil tindakan tegas kepada agen yang sudah melakukan penipuan hanya untuk keuntungan mereka sendiri tanpa memperhatikan kepentingan dan keselamatan jemaahnya,’’ tegas Hery.
Menurut dia, KJRI akan mengawal dan memberikan pelayanan serta perlindungan kepada mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai bentuk kehadiran negara di tengah-tengah warganya.
Kronologi
Sebelumnya, diberitakan bahwa 181 WNI diamankan aparat berwenang Arab Saudi sebelum pelaksanaan puncak ibadah haji. Mereka digrebek di apartemen dan di sebuah penampungan di Mekah. Dan ditahan di rumah detensi imigrasi (Tarhil) Syumaisi karena akan melaksanakan ibadah haji tanpa visa haji dan surat izin (tasrekh) berhaji.
Ditemukan pula, puluhan WNI yang terlunta-lunta seusai melaksanakan ibadah haji karena tidak memiliki tiket pulang. Dan juga, WNI yang terkatung-katung kepulangannya karena diberangkatkan dengan visa kerja dan tidak diuruskan exit permitnya oleh perusahaan/travel yang memberangkatkan. Akibatnya, mereka tertahan di bandara.
Hasil berita acara pemeriksaan (BAP) Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah, menyebutkan, sebagian besar dari 181 orang itu mengaku tertipu tawaran berhaji oleh seorang oknum dari travel yang ikut terjaring dalam operasi.
Oknum itu juga dimasukkan ke dalam sel tahanan imigrasi Arab Saudi.Konjen RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin menyesalkan berulangnya peristiwa penahanan terhadap WNI karena hendak berhaji di luar prosedur atau ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia.
Musim haji tahun ini, kata Konjen Hery, jumlah WNI yang diamankan pihak keamanan Arab Saudi kian meningkat dibanding tahun sebelumnya. Kebanyakan mereka adalah korban penipuan dari oknum yang mengaku menguruskan Haji ONH Plus. Tetapi, ternyata visa yang digunakan untuk memberangkatkan mereka bukan visa haji.
“Perkiraan saya masih ada di luar sana orang kita yang masih belum bisa pulang karena terkendala visa,” kata Konjen.Pelaksana Fungsi Konsuler-1 yang merangkap Koordinator Yanlin KJRI Jeddah, Safaat Ghofur, menyebutkan KJRI hingga saat ini telah memberikan pendampingan terhadap 201 orang WNI.
“195 telah berhasil dipulangkan ke Indonesia. Sisanya hingga saat ini masih diupayakan agar bisa segera dipulangkan juga,” kata Safaat.
“Terdapat lima orang jemaah tertunda pemulangannya karena tidak memiliki tiket pulang. Mereka korban penipuan oleh oknum travel,” jelas Safaat.
Staf Teknis/Konsul Imigrasi Ahmad Zaeni yang melakukan BAP terhadap para korban di Tarhil mengungkapkan, para WNI itu dijanjikan oleh oknum travel akan dihubungkan dengan muassasah selaku penyedia paket haji, termasuk tasrekh, tenda Arafah-Mina, katering dan transportasi.
"Dari keterangan mereka, biayanya antara Rp60-200 juta per orang. Penawaran itu menyebar dari orang ke orang," kata Zaeni.
Muchamad Yusuf, Konsul Tenaga Kerja, yang turut terjun ke lapangan, mengidentifikasi berbagai jenis visa yang digunakan oleh para oknum untuk memberangkatkan korban. Para korban kebanyakan diberangkatkan dengan visa kerja musiman (amil musim). Dan yang lainnya, dengan visa turis untuk menghadiri event (ziarah fa’aliat), visa kunjungan pribadi (ziarah syakhsiah), visa umrah, dan sisanya berstatus mukim.
“Sesuai ketentuan Pemerintah Arab Saudi, setiap warga negara asing yang masuk dengan visa kerja harus memperoleh exit permit dari penanggung jawab (majikan) yang tertera di visa pekerjanya,” kata Yusuf.
Advertisement