Perlu Kewarasan Memahami Mudik atau Pulang Kampung

Cukup satu syarat untuk memahami perbedaan mudik dan pulang kampung. Apa itu?

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 23 Apr 2020, 15:45 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2020, 15:45 WIB
mudik2018-prie gs
Prie GS, masyarakat masih butuh simbol untuk membangkitkan imajinasi dan menciptakan ideal-ideal, Mudik salah satunya. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Perbedaan definisi mudik dan pulang kampung dari Presiden Jokowi melahirkan banyak meme. Mudik memang secara resmi sudah dilarang, tapi nyatanya sudah banyak kaum urban yang pulang ke kampung halamannya.

Presiden Jokowi bahkan menyebut angka 1 juta manusia yang secara mobil bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain. Ini yang kemudian memicu kegelisahan gerakan memutus mata rantai penularan Corona akan gagal.

Menurut budayawan Prie GS, masyarakat tak perlu bingung dengan statemen presiden yang membiarkan migrasi atas nama pulang kampung dan mudik. Prie hanya mengajukan satu syarat saja untuk memahami hal itu.

“Syaratnya adalah kewarasan. Nalar yang waras sudah paham apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Jangan meremehkan kecerdasan publik, persoalannya mau mengerti atau enggak. Jika mengerti bisa memahami atau enggak, jika memahami, mau melaksanakan perintah nalar waras itu atau tidak,” kata Prie GS.

Prie kemudian menjelaskan bahwa Presiden Jokowi sejak awal memang memiliki artikulasi yang sederhana. Tapi jika orang memahami dengan berlandaskan pemujaan dan kebencian, pasti akan menimbulkan pro dan kontra.

Tak butuh syarat khusus untuk memahami bahwa pemahaman bahwa situasi saat ini merupakan sebuah tirakat nasional. Ukurannya jelas, untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, negara juga masyarakat sendiri.

“Jadi tak perlu penjelasan panjang lebar dari ahli ini itu. Sebaiknya cukup mengikuti nalar yang waras saja untuk mengerti, memahami dan melaksanakan. Tak perlu berdebat soal-soal teknis kebahasaan,” kata Prie.

Publik bisa saja menggugat secara sastra kebahasaanmengenai penggunaan istilah mudik dan pulang kampung tersebut. Namun rasanya dengan nalar yang waras tak perlu memperpanjang dan mempersoalkan hal itu secara berlebihan.

“Saya bisa saja menggugat karena saya sastrawan. Tapi rasanya tak perlu dan saya langsung memaafkan saja. Masih banyak urusan lain yang lebih penting daripada sekadar menggugat istilah,” katanya.

Dalam sebuah tirakat kebangsaan ini, Prie GS meyakini bahwa siapa pun akan setuju untuk mencegah penularan dan penyebaran corona lebih masif. Dari titik itu tentu spirit-nya bisa menjadi sebuah energi yang lebih produktif. Terminologi mudik dan pulang kampung menjadi tidak relevan diperdebatkan.

 

Simak video pilihan berikuit

Tirakat Nasional

Suasana Terminal Kalideres Jelang Arus Mudik 2019
Calon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Kamis (30/5/2019). Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) puncak arus mudik di Terminal Kalideres diprediksi akhir pekan ini, mulai dari Jumat hingga Sabtu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ada alam bawah sadar bahwa manusia pasti akan kembali ke asalnya secara naluriah. Tempat asal adalah tempat dimana manusia itu secara spiritual berproses dan bisa menemukan irama hidupnya. Naluri itu kemudian dikanalisasi dalam tradisi mudik atau pulang kampung.

“Jadi mudik dan pulang kampung itu bukan teknis migrasi fisik manusia. Ada hal-hal spiritual yang melandasi. Seperti menziarahi masa lalu, sebuah kontemplasi,” katanya.

Namun di tahun 2020 ini, hal-hal yang bersifat spiritual itu sulit dilaksanakan secara fisik. Penyebabnya sudah jelas, kebutuhan rasa aman dan nyaman bersama. Menahan diri akan kebutuhan ini adalah komitmen bersama.

Prie GS meyakini tak ada yang menolak kesepakatan untuk memutus mata rantai penularan dan penyebaran corona ini.

“Jangan terlalu mencari hal yang bisa memicu masalah. Kita maafkan saja gelibet lidah itu,” katanya.

Sementara itu penjelasan resmi istana menyebutkan bahwa pulang kampung berbeda dengan mudik. Pulang kampung dianggap sebagai kembali ke kampung dan tak kembali lagi sebagai masyarakat urban. Sedangkan mudik lebih khusus dikaitkan dengan momentum lebaran.

Nah, mau pulang kampung apa mudik? Tak perlu bingung, gunakan saja nalar yang waras.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya