Pengamat: Putusan Larangan Mudik Terlambat, Sudah Banyak yang Pulang Kampung

Agus menyebut, sejak keputusan tersebut diumumkan oleh Jokowi, kemungkinan masyarakat yang ingin mudik langsung bergerak cepat kembali ke kampung.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 23 Apr 2020, 09:20 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2020, 09:20 WIB
Arus Balik di Stasiun Pasar Senen
Sejumlah pemudik membawa barang bawaan mereka setibanya di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (8/6/2019). Volume penumpang arus balik melalui moda transportasi kereta api di stasiun Stasiun Senen mengalami lonjakan pada H+3 Lebaran. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio beranggapan, keputusan Presiden Jokowi melarang mudik sudah telat. Menurut Agus, masyarakat sudah lebih dahulu pulang ke kampung halamannya sebelum keputusan Jokowi muncul.

"Sudah terlambat, tapi ya itu putusan Presiden, harus kita terima, tapi saya kritisi itu sangat terlambat dan gunanya juga enggak banyak, karena orang sebagian besar sudah pulang kan, karena sudah enggak punya pekerjaan," ujar Agus kepada Liputan6.com, Rabu (22/4/2020).

Agus menyebut, sejak keputusan tersebut diumumkan oleh Jokowi, kemungkinan masyarakat yang ingin mudik langsung bergerak cepat kembali ke kampung. Sebab, keputusan tersebut baru mulai diberlakukan pada Jumat 24 April 2020.

"Jadi juga mengkhawatirkan, tapi ya itu keputusannya, yang menjadi pertanyaannya sekarang peraturannya mana, harus ada peraturannya nih melarang mudik. Kalau koordinasinya ada di Kemenhub, jadi Menhub harus mengeluarkan peraturan soal pelarangan mudik ini," kata dia.

Peraturan Menteri Perhubungan ini, menurut Agus nantinya akan menginduk pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam peraturan tersebut, Agus menekankan pentingnya sanksi yang tegas bagi mereka yang melanggar.

 

Harus Ada Sanksi

"Jadi nanti harus ada sanksinya. Kalau peraturan tidak ada sanksi itu percuma, enggak usah dibuat saja (peraturan)," kata dia.

Dia menyarankan, sanksi yang akan diberikan kepada pelanggar yakni denda sekitar Rp 1 juta. Menurut Agus, denda Rp 1 juta itu cocok dikenakan kepada pelanggar.

"Saran saya nih, misalnya oabrik masih buka, ya itu denda Rp 100 juta, kalau perorangan denda saja, seperti (peraturan) ganjil genap itu didenda Rp 500 ribu kan. Nah ganjil genap saja segitu, ini kan urusan nyawa, ya harusnya lebih gede dah, Rp 1 juta," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya