Kisah Kesaktian Sunan Kalijaga Bikin Saka Guru Berbahan Serpihan Kayu untuk Masjid Agung Demak

Alkisah, seluruh bahan untuk pembangunan Masjid Agung Demak telah terkumpul, termasuk saka utama atau saka guru masjid tersebut, kecuali saka guru yang mestinya dibuat oleh Sunan Kalijaga

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Agu 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2022, 14:30 WIB
FOTO: Jejak Syiar Islam di Masjid Agung Demak
Arsitektur Masjid Agung Demak di Bintoro, Demak, Jawa Tengah, pada akhir Maret 2022. Atap masjid berbentuk limas yang bersusun tiga merupakan gambaran akidah Islam yakni Iman, Islam, dan Ihsan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Demak - Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua di Indonesoa. Masjid ini dibangun pada abad 15 Masehi, masa Kesultanan Demak.

Masjid demak dibangun oleh Raden Patah, dibantu oleh Walisongo, termasuk Sunan Kalijaga. Lokasi Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Dikisahkan turun temurun, Masjid Demak dahulu adalah tempat berkumpulnya Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Inilah yang lantas mendasari Demak mendapat sebutan kota wali.

 

Alkisah, seluruh bahan untuk pembangunan masjid telah terkumpul, termasuk saka utama atau saka guru masjid tersebut, kecuali saka guru yang mestinya dibuat oleh Sunan Kalijaga.

Seperti disepakati sebelumnnya, saka guru sebelah barat laut disiapkan oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga.

Bukan Sunan Kalijaga namanya jika bingung lantaran terlambat membuat saka guru. Konon, Sunan Kalijaga segera mengumpulkan tatal atau serpihan-serpihan sisa kayu pembuat bahan bangunan Masjid Demak.

Dengan keahlian, ilmu dan kesaktiannya, Sunan Kalijaga lantas mengikatnya sedemikian rupa sehingga berbentuk saka guru yang sama ukurannya dengan tiang para Walisongo lainnya. Saka guru atau tiang itu kemudian disebut dengan saka tatal.

Pembuatan saka guru masjid Demak berbahan dasar tatal itu ternyata mengandung makna mendalam. Dia melambangkan tentang persatuan dan kesatuan. Meski dari bahan bekas yang seolah tak bermanfaat, setelah ditata ternyata tatal ini bisa sekuat dan seindah saka guru lainnya.

Saka tatal bak sapu lidi. Sebuah lidi memang kurang bermanfaat, tetapi jika dikumpulkan menjadi satu akan bermanfaat, misalnya untuk menyapu. Sapu lidi juga berlipat-lipat lebih kuat ketimbang sebuah lidi.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Desain Masjid Agung Demak

FOTO: Jejak Syiar Islam di Masjid Agung Demak
Bedug berada dalam Masjid Agung Demak di Bintoro, Demak, Jawa Tengah, pada akhir Maret 2022. Bagian teras Masjid Agung Demak ditopang oleh delapan buah tiang yang disebut Saka Majapahit. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

 

 

Sementara, Raden Patah bersama dengan Walisongo membangun masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus yang merupakan candra sengkala memet yang bermakna Sirno Ilang kerthaning bumi. Secara filosofis bulus menggambarkan tahun pembangunan Masjid Agung Demak yaitu 1401 Saka.

Bulus yang terdiri tas kepala memiliki makna 1, empat kaki bulus bermakna 4, badan bulus yang bulat bermakna 0, dan ekor bulus bermakna 1. Hewan bulus memang menjadi simbol Masjid Agung Demak, dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen bergambar bulus di dinding masjid.

Dari sisi arsitektur, Masjid Agung Demak adalah simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas serta sarat makna. Tetap sederhana namun terkesan megah, anggun, indah, dan sangat berkarismatik. Atap masjid berbentuk limas yang bersusun tiga merupakan gambaran akidah Islam yakni Iman, Islam, dan Ihsan.

Empat tiang utama di dalam masjid yang disebut Saka Tatal/Saka Guru dibuat langsung oleh Walisongo. Masing-masing di sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah barat daya oleh Sunan Gunung Jati, sebelah tenggara oleh Sunan Apel, dan sebelah Timur Laut oleh Sunan Kalijaga.

Pintu Masjid Agung Demak yang dikenal dengan nama Pintu Bledheg dianggap mampu menahan petir. Pintu yang dibuat oleh Ki Ageng Selo juga merupakan prasasti Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, maknanya tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Bagian teras Masjid Agung Demak ditopang oleh delapan buah tiang yang disebut Saka Majapahit.

Tim Rembulan

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya