Liputan6.com, Jakarta - Belakangan, kata 'Gus' jadi bahan pembicaraan populer. Kosakata ini mendadak diperbincangkan menyusul polemik Syamsudin Jadab yang populer dengan panggilan Gus Samsudin vs Pesulap Merah.
Warganet bahkan mengolok-olok sematan Gus di depan nama Samsudin. Sebagian menganggap sematan Gus Samsudin tak tepat lantaran profesinya sebagai pelaku praktik pengobatan alternatif atau perdukunan alias dukun.
Gus, lazimnya digunakan sebagai panggilan untuk anak kiai sebuah pesantren.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa gus sangat terkenal di Indonesia. Misalnya, Gus Dur putra KH Wahid Hasyim dan cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Ada juga Gus Solah, Gus Miek dan lain sebagainya. Semuanya adalah putra kiai.
Kemudian, lebih kekinian ada juga Gus Baha, Gus Kautsar, Gus Miftah, Gus Muwafiq, yang juga kondang sebagai pendakwah, tokoh agama, dan juga putra kiai.
Lantas, bagaimana sebenarnya asal muasal gus bisa berkembang sedemikian rupa?
Melalui kbbi.kemdikbud.go.id, maka saat kita mengentri kata gus akan muncul penjelasan ini.
gus⇢ Tesaurus
n Jw nama julukan atau nama panggilan untuk laki-laki
n Jw nama panggilan untuk ulama, kiai, atau orang yang dihormati
Dari penjelasan di atas, gus bisa diartikan sebagai panggilan untuk anak laki-laki, lebih spesifik anak kiai.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Arti Kata Gus
Mengutip berbagai sumber, kata gus ternyata berasal dari keraton. Akar katanya adalah Raden Bagus, yang lantas disingkat menjadi den bagus, atau gus.
Kata gus berarti bagus, untuk menunjukkan penghormatan kepada bendara atau tuan mudanya. Kata gus sebagai penghormatan itu lantas diadopsi ke berbagai sisi. Salah satunya yakni di pesantren.
Dilansir Wikipedia, Gus adalah gelar Jawa yang populer dikalangan santri di pesantren dan masyarakat tradisional terutama di Pulau Jawa. Menurut KBBI, 'gus' adalah nama julukan atau nama panggilan kepada laki-laki.[1] Gelar depan ini bermakna 'bagus, tampan, atau pandai'.
Variannya bisa menjadi agus untuk gelar putra atau keluarga laki-laki dari seorang kyai yang belum cukup untuk disebut kyai atau sebagai panggilan keakraban dan bentuk penghormatan.
[2] Selain kepada putra kandung, gus juga bisa disematkan kepada laki-laki menantu kyai. Menantu kyai akan dipanggil gus meskipun tidak memiliki garis keturunan kyai.
Untuk masyarakat Madura lebih sering menggunakan nama gelar lora, bendara, atau ra. Untuk perempuan, masyarakat pesantren menyebutnya ning.
Tim Rembulan
Advertisement