Memahami Apa Itu Resesi dan Kisah Umar bin Khatab Gelontorkan Bansos untuk Ibu Menyusui

Akhir-akhir ini istilah resesi banyak dicari oleh warganet. Tentu ini ada hubungannya dengan kondisi termutakhir, di mana Indonesia dan dunia mengalami resesi. Tak heran jika banyak yang mencari definisi resesi, resesi adalah, atau resesi itu apa

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi - Perumahan Bani Hasyim dalam peristiwa pengasingan Nabi dan kabilahnya oleh suku Quraisy. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)
Ilustrasi - Perumahan Bani Hasyim dalam peristiwa pengasingan Nabi dan kabilahnya oleh suku Quraisy. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)

Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini istilah resesi banyak dicari oleh warganet. Tentu ini ada hubungannya dengan kondisi termutakhir, di mana Indonesia dan dunia mengalami resesi.

Tak heran jika banyak yang mencari definisi resesi, resesi adalah, atau apa itu resesi.

Mengutip KBBI, resesi diartikan sebagai kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri), ekonomi kelesuan ekonomi.

Kemudian, mengutip katadata.co.id, resesi ekonomi atau biasa hanya disebut resesi adalah periode saat terjadi penurunan roda perekonomian yang ditandai dengan melemahnya produk domestik brotu (PDB) selama dua kuartal berturut-turut.

Pengertian resesi juga lazim untuk pertumbuhan ekonomi bisa sampai 0 persen, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara.

Dikutip dari Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran pendapatan dan manufaktur yang berkontraksi untuk jangka waktu yang lama.

Nah, kondisi yang kurang lebih sama juga terjadi pada zaman Khalitafur Rasyidin, tepatnya zaman Khalifah Umar bin Khatab. Kala itu, resesi ekonomi terjadi baik di Jazirah Arab maupun di belahan dunia lainnya.

Peperangan, wabah penyakit, hingga kekeringan panjang menyebabkan krisis ekonomi. Aktivitas ekonomi dan perdagangan juga lesu. Sementara, di sisi lain, harga pangan melonjak naik karena langka.

Pada akhirnya, pemerintah membantu warganya yang kekurangan dengan berbagai subsidi. Waktu itu, subsidi pangan menjadi solusi karena mahal dan langkanya bahan pokok.

Saat kondisi krisis menerpa Madinah, Umar menulis surat kepada semua gubernur di wilayah provinsi-provinsi lainnya untuk mengirimkan bahan makanan sebagai bentuk subsidi silang. Bahan makanan pokok didatangkan dari Syam dan Mesir.

Selain untuk dibagikan kepada penduduk yang miskin, bahan makanan ini juga menjadi cara Umar memberikan subsidi agar harga makanan tetap stabil.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Subsidi Silang Antardaerah

Bangunan tua sumur Zamzam berada di tengah Mataf, Ka'bah. (Sumber foto: Arabiya.net)
Bangunan tua sumur Zamzam berada di tengah Mataf, Ka'bah. (Sumber foto: Arabiya.net)

Khalifah Umar mengirimkan surat kepada para gubernur di berbagai daerah agar membantu penduduk Madinah dan sekitarnya. Gubernur pertama yang mengirimkan bantuan adalah Abu Ubaidah bin Jarrah dengan membawa empat ribu unta yang penuh muatan makanan.

Lalu Umar menugaskan orang untuk membagikannya kepada penduduk di sekitar Madinah dan dia pun ikut membagikannya. Lalu datanglah bantuan dari gubernur lainnya secara berurutan sehingga penduduk Hijaz memperoleh kecukupan.

Gubernur ‘Amr bin ‘Ash memperbaiki jalur laut Qulzum untuk pengiriman makanan melalui jalur laut ke Madinah sehingga harga makanan di Madinah sama dengan harganya di Mesir.” (Ibnu al-Atsir, Al-Kamil fit Tarikh, jilid II, Darul Kutub al-Ilmiyah, Beirut, 1995: halaman 397)

Harga bahan makanan di Mesir tentu lebih murah daripada di Madinah karena Mesir lebih subur dan merupakan daerah pertanian penghasil bahan pangan yang beragam. Bila makanan dari Mesir itu diperdagangkan pada situasi normal, maka harganya di Madinah sudah pasti lebih tinggi daripada di Mesir.

Pada kondisi krisis, bahan makanan di Madinah benar-benar langka dan bila ada harganya sangat mahal. Kejelian Khalifah Umar tampak dalam pengelolaan bantuan pangan dari para gubernurnya itu.

Untuk penduduk yang tidak mampu, Umar memberikan bahan pangan kiriman dari Mesir, Syria dan daerah lain yang surplus sebagai bansos dengan cara dibagikan secara gratis. Penerimanya didaftar dengan teliti oleh petugas khusus yang jujur.

Namun, Umar juga tetap memperhatikan kondisi ekonomi pasar di Madinah sehingga mencetuskan penormalan harga bahan pangan melalui model subsidi. Kelebihan bahan pangan setelah diberikan secara gratis dikelola untuk menormalkan harga di pasaran. Artinya, orang Madinah yang memiliki kemampuan untuk membeli bahan pangan dapat memperoleh harga yang wajar, bahkan sama dengan harga barang tersebut di Mesir sebagai tempat yang menghasilkannya.

 

Bantuan Sosial untuk Ibu Menyusui

Kisah Umar bin Khattab
Kisah Umar bin Khattab

Pada muslim paceklik yang lain, Umar bin Khattab memberikan bantuan untuk orang-orang di pinggiran Kota Madinah. Bantuan yang diberikannya saat itu adalah tepung, minyak, daging unta, dan tempat tinggal. Beliau sendiri yang membagikan bahan makanan itu kepada penduduknya, bahkan sekaligus menjadi juru masaknya.

Satu hal yang diubahnya adalah model tunjangan terkait penyusuan anak. Semula, tunjangan hanya diberikan kepada anak yang telah berhenti menyusu. Namun, setelah melihat langsung dampaknya, Beliau mengubah aturannya dengan memberikan tunjangan sejak bayi dilahirkan agar ibunya tidak buru-buru menyapih demi mendapatkan tunjangan.

Semua itu merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Menjelang akhir hayat Umar bin Kattab, kemakmuran menyelimuti seluruh kaum muslimin di berbagai wilayah. Selain bantuan berupa makanan pokok, Umar juga memberikan tunjangan berupa uang.

Di sebuah daerah yang bernama Qadisiyah, seorang sahabat yang bernama Khalid bin ‘Arfathah mengisahkan secara langsung kepada Umar bin Khattab sebagai berikut: “Wahai Amirul Mukminin, kutinggalkan orang-orang yang memohon kepada Allah agar menambah umurmu dari umur-umur mereka. Seseorang tidak akan memasuki Qadisiyah, melainkan ia mendapat dua ribu atau seribu lima ratus. Dan setiap bayi yang baru lahir mendapat seratus dan dua rangkai kurma setiap bulan, baik lelaki maupun perempuan. Sementara setiap anak yang sudah baligh mendapat lima ratus atau enam ratus.” (Khalid Muhammad Khalid, Khulafaur Rasul, Darul Muqattam, Kairo, 2003: halaman 120).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab berhasil mengelola sumber-sumber kekayaan negara untuk memberikan subsidi dan tunjangan bagi penduduknya. Selain mengoptimalkan baitul mal, ia juga mengatur penggunaan lahan agar produktif.

Bahkan ada sebuah tempat gembala yang subur dan luas di mana kaum muslimin dapat menggembalakan ternaknya di lahan itu tanpa membayar. Lahan dan penyediaan pakan ini merupakan salah satu bentuk subsidi negara untuk peternak yang miskin.

“Ia juga memberikan perhatian secara khusus kepada kekayaan hewani. Karenanya, ia mengkhususkan sebuah tempat gembala yang subur dan luas, di mana kaum muslimin memelihara ternak mereka tanpa membayar. Bahkan, ia pun selalu mengunjungi tempat gembala itu. Pada tengah hari yang terik, ia keluar sambil meletakkan bajunya di atas kepalanya untuk melindunginya dari matahari, menuju ke tanah tempat penggembalaan ternak itu. Beliau memeriksa dan menyelidikinya serta memperingatkan penjaganya agar jangan ada seorangpun yang menebang pohonnya atau membacoknya dengan kapak.” (Khalid Muhammad Khalid, 2003: 120).

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya