Peradaban Spektakuler di Sekitar Eufrat, Sungai Surga yang Disebut Tanda Kiamat

Sungai Eufrat adalah salah satu dari empat sungai yang bersumber dari Surga. Namun, di lain sisi, sungai ini juga menjadi salah satu tanda kiamat.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Feb 2023, 11:02 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2023, 10:30 WIB
Sungai Eufrat yang disebut berasal dari surga, namun fenomena keringnya juga jadi tanda kiamat. (Wikimedia commons)
Sungai Eufrat yang disebut berasal dari surga, namun fenomena keringnya juga jadi tanda kiamat. (Wikimedia commons)

Liputan6.com, Jakarta - Sungai Eufrat adalah salah satu yang disebut Rasulullah SAW berasal dari Surga. Tiga sungai lainnya yakni Nil, Saihan dan Jaihan.

Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda: 

فجرت أربع أنهار من الجنة: الفرات، والنيل، وسيحان وجيحان

Artinya: Telah dipancarkan empat buah sungai dari surga, yakni Eufrat, Nil, Saihan (sungai yang terletak di bagian selatan Turki, Asia), dan Jaihan (sungai yang terletak di perbatasan antara Turki dengan Suriah).

Di lain sisi, Sungai Eufrat adalah salah satu tanda kiamat. Kiamat makin dekat saat Sungai Eufrat mengering. Hal ini bisa dilihat dari sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya,

 “Kiamat tidak akan terjadi sampai al-furat mengering sehingga muncullah gunung emas. Manusia pun saling bunuh untuk memperebutkannya. Dari setiap seratus orang (yang memperebutkannya), terbunuhlah sembilan puluh sembilan orang. Setiap orang dari mereka mengatakan,‘Mudah-mudahan aku-lah orang yang selamat.” (HR Muslim).

Beberapa waktu lalu, debit Sungai Eufrat menyusut sehingga memicu perdebatan tanda kiamat yang disebut Rasulullah SAW. Tanda-tanda kiamat lainnya juga sudah bermunculan seperti saat ini sudah banyak orang-orang yang menemukan emas tertanam di dasar sungai. Nabi SAW bersabda.

Hampir terbuka al-furat dengan (berisi) simpanan emas. Siapa yang mendatanginya jangan sekali-kali mengambilnya.” (HR At-Tirmidzi).

Terlepas dari itu, pada zaman modern, pentingnya Sungai Eufrat makin terasa dan seolah mengukuhkan riwayat Nabi yang menyebutnya sebagai sungai surga. Bahkan, Eufrat dan pasangannya, Tigris menjadi salah satu sungai terpenting yang melahirkan banyak peradaban spektakuler yang dikenal dunia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Sungai yang Melahirkan Peradaban Mesopotamia

Sungai Eufrat dan Tigris. (Wikimedia commons)
Sungai Eufrat dan Tigris. (Wikimedia commons)

Mengutip National Geographic, sistem sungai Tigris dan Efrat yang bersejarah mengalir dari Turki melalui Suriah dan Irak dan ke Teluk Persia. Sungai-sungai itu terletak di daerah yang disebut sebagai Hilal Subur atau Bulan Sabit Subur.

Wilayah antara dua sungai itu, yang dikenal sebagai Mesopotamia, disebut sebagai "tempat lahirnya peradaban". Bukti paling awal dari peradaban dan agrikultur—pertanian dan domestikasi hewan—muncul di Hilal Subur.

Sungai Efrat dan Sungai Tigris adalah dua bengawan yang menjadi sebab daerah di sepanjang tepiannya disebut Mesopotamia, negeri di antara dua sungai. Dari sumbernya di kawasan timur Turki, Sungai Efrat mengalir melintasi Suriah dan Irak, sampai akhirnya bersatu dengan Sungai Tigris menjadi Sungai Syattul Arab yang bermuara di Teluk Persia.

Abad Kuno

Mengutip Wikipedia Pada Zaman Jemdet Nasr (3600–3100 SM) dan Zaman Wangsa Perdana (3100–2350 SM), terjadi pertambahan jumlah maupun ukuran permukiman manusia di kawasan selatan Mesopotamia, yang menyiratkan adanya lonjakan populasi.

Permukiman-permukiman ini, yang mencakup situs-situs bangsa Sumer-Akad seperti Sipar, Uruk, Adab, dan Kiš, adalah negara-negara kota yang saling bersaing.[13] Banyak dari kota-kota ini dibangun di tepi aliran Sungai Eufrat dan Sungai Tigris, yang kini sudah mengering, tetapi masih dapat dilihat bekas-bekasnya dalam citra-citra pengindraan jarak jauh.

Perkembangan serupa juga berlangsung di kawasan udik Mesopotamia, Subartu, dan Asyur, kendati baru bermula pada pertengahan milenium ke-3 dan dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan kawasan hilir Mesopotamia. Pada kurun waktu inilah situs-situs seperti Ebla, Mari, dan Tel Leilan tumbuh menjadi kota-kota terkemuka untuk pertama kalinya.

Sebagian besar daerah Lembah Sungai Eufrat untuk pertama kalinya dipersatukan di bawah daulat penguasa tunggal pada zaman Kekaisaran Akad (2335–2154 SM) dan Kekaisaran Ur III, yang menguasai sebagian besar dari wilayah negara Irak dan kawasan timur laut wilayah negara Suriah sekarang ini, baik secara langsung maupun melalui jajahan-jajahannya.

Sesudah dua kekaisaran ini runtuh, Kekaisaran Asyur Lama (1975–1750 SM) dan Kerajaan Mari mendaulat kawasan timur laut Syam dan kawasan utara Mesopotamia, sementara kawasan selatan Mesopotamia dikuasai oleh negara-negara kota seperti Isin, Kiš, dan Larsa, sebelum dijadikan bagian dari wilayah negara Babel oleh Hamurabi mulai dari permulaan sampai dengan pertengahan abad ke-18 SM.

 


Diperebutkan Dinasti-Dinasti Hebat

Mengunjungi Kota Kuno Babilonia yang Jadi Situs Warisan Dunia UNESCO
Orang-orang mengunjungi situs arkeologi Babilonia, Irak, Minggu (21/3/2021). Komite Warisan Dunia UNESCO telah menetapkan kota kuno Babilonia di Mesopotamia sebagai Situs Warisan Dunia. (AP Photo/Hadi Mizban)

Pada separuh akhir milenium ke-2 SM, daerah lembah Sungai Eufrat terbagi menjadi wilayah Kerajaan Babel Kerajaan Babel Orang Kasi di sebelah selatan, dan wilayah Kerajaan Mitani, Kerajaan Asyur, serta Kekaisaran Orang Het di sebelah utara. Pada akhirnya, Kekaisaran Asyur Pertengahan (1365–1020 SM) berdaulat atas Kekaisaran Orang Het, Kerajaan Mitani, dan Kerajaan Babel Orang Kasi.

Sesudah Kekaisaran Asyur Pertengahan runtuh pada penghujung abad ke-11 SM, Kerajaan Babel dan Kerajaan Asyur bertarung memperebutkan daerah lembah Sungai Efrat yang kini termasuk wilayah negara Irak. Kekaisaran Asyur Baru (935–605 SM) pada akhirnya berjaya memenangi pertarungan ini, bahkan berhasil pula menguasai kawasan utara daerah lembah Sungai Efrat pada separuh awal milenium pertama pra-Masehi.

Dari abad ke abad kemudian, daerah lembah Sungai Efrat silih berganti dikuasai oleh Kekaisaran Asyur Baru (runtuh antara tahun 612 dan 599 SM), Kekaisaran Orang Madai (612–546 SM), serta Kekaisaran Babel Baru (612–539 SM) pada tahun-tahun menjelang akhir abad ke-7 SM, dan pada akhirnya jatuh ke tangan Kekaisaran Wangsa Hakamanes (539–333 SM).

Kekaisaran Wangsa Hakamanes pun pada gilirannya ditaklukkan oleh Aleksander Agung, Raja Makedonia yang mengalahkan Raja Darius III dan wafat di Babel pada tahun 323 SM.

Sepeninggal Aleksander Agung, daerah lembah Sungai Efrat dikuasai oleh Kekaisaran Wangsa Seleukos (312–150 SM), dan selanjutnya oleh Kekaisaran Wangsa Aršak (150 SM – 226 M). Pada zaman Kekaisaran Wangsa Aršak, sejumlah negara Asyur Baru, semisal Kerajaan Adiabene, menguasai daerah-daerah tertentu di dalam bentang daerah lembah Sungai Efrat.

Kekaisaran Romawi, demikian pula penerusnya, Kekaisaran Romawi Timur, bertarung melawan Kekaisaran Wangsa Sasan (226–638 M), lantaran memperebutkan daerah lembah Sungai Efrat, sampai akhirnya ditaklukkan oleh kaum Muslim pada pertengahan abad ke-7 M. Pertempuran Karbala berkecamuk di tepi sungai Efrat pada tahun 680 M.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya