Liputan6.com, Jakarta - Penceramah muda Gus Iqdam memiliki jemaah yang beragam. Bahkan, kini ada pula jemaahnya yang merupakan warga negara asing (WNA).
Lantas, apa jadinya jika Gus Iqdam ngaji bareng bersama warga asing Eropa atau bule? Sementara, si WNA itu hanya bisa berbahasa Inggris.
Advertisement
Baca Juga
Memang, jemaah Gus Iqdam kini tak sebatas garangan lokal. Jemaahnya telah merambah dunia internasional.
Alkisah, seperti biasa, Gus Iqdam ahlinya membawa suasana gembira saat ngaji.
Malam itu, Gus Iqdam kedatangan jemaah Skotlandia yang bernama Jerry, konon memiliki putri yang telah log in alias mualaf sebelumnya.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Gus Iqdam Minta Anak Jerry Ikut Menterjemahkan
"Hello what is your name,?" sapa ramah Gus Iqdam, awalnya berbahsa Inggris fasih dan lancar.
"Jerry," jawab sang bule."Oh my name is Iqdam," ujar gus dekengan pusat ini, ya masih lancar.
"Oh Jerry, Tom n Jerry," ujar Gus Iqdam mulai bercanda dengan menyebut tokoh film kartun yang lucu namun selalu bertengkar.
"Gus mu ini menguasai lima bahasa, jangan main-main," katanya. Nah, kan, Gus Iqdam mulai bercanda habis.
Tak berselang lama, kepada anak Jerry, Gus Iqdam dengan gaya bercanda mulai 'ndlosor' bahasanya.
"Coba kamu terjemahkan, Gus Iqdam kesulitan ini, ini di depan umum, jangan malu-maluin," ujar Gus Iqdam sambil menahan senyum.
"Kamu yang kemarin syahadat masuk Islam kan? Ini papa kamu," tanya Gus Iqdam, kepada anak Jerry.
Advertisement
You Good, This Is Mrung Mbangir...
Ternyata Jerry telah berkali-kali menonton tayangan Gus Iqdam, dan cukup kagum kepada Gus Iqdam, yang dikatakan bahwa masih muda namun memiliki banyak jemaah. Jerry yang beragama Katolik ini, sering menyaksikan Gus Iqdam.
Nah, tiba saat super lucu, ketika Gus Iqdam menyanjung penampilan Jerry yang berhidung panjang khas bule.
"You good, this is irung mbangir...(maksudnya hidung Anda mancung)," ujar Gus Iqdam, dengan gaya leluconnya.
Meski tak begitu fasih soal Bahasa Inggris, Gus Iqdam mengaku siap belajar, dan bakal ke Kampung Inggris di Pare Kediri.
Sebagai hadiah kepada Jerry agar terkenang, sekaligus oleh-oleh agar tak terlupakan, Gus Iqdam malam itu bersama ribuan jemaah yang hadir melantunkan sholawat bersama dengan flash HP yang menyala.
Nah, barangkali Gus Iqdam mewakili sebagian besar warga Indonesia yang tak terbiasa dengan bahasa Inggris. Akan tetapi, ternyata banyak pula ulama kita yang menguasai banyak bahasa asing.
Kiai Ahli dan Menguasai Tujuh Bahasa Asing
Adakah kiai di Indonesia yang ahli bahasa asing selain Gus Dur? Sebagai satu referensi, berikut sedikit cerita Kiai Haji Agus Salim, sang diplomat ulung yang juga kiai dan fasih berbahasa asing.Â
Mengutip merdeka.com Kiai Haji Agus Salim adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang tidak berjuang menggunakan bambu runcing atau senjata api. Senjata seorang Agus Salim ialah intelektualitas dan kepandaiannya dalam berdiplomasi.
Pendidikan Agus Salim dimulai dari Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, dia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Di usia yang sangat muda ini, Agus Salim sudah berhasil menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing yakni Arab, Belanda, Inggris, Turki, Perancis, Jepang dan Jerman.
Kecerdasan dan kepiawaian Agus Salim dalam berdiplomat ternyata menarik minat negara dan penjajah saat itu yakni Belanda. Belanda menawarkan kepadanya untuk menjadi penerjemah pada Konsulat Belanda di Jeddah pada tahun 1906 sampai 1911.
Â
Advertisement
Sekelumit Kisah Sang Ahli Bahasa
Pada saat di Mekkah itulah Salim mendalami ilmu agama dengan pamannya Syeikh Khatib al-Minangkabawi yang saat itu menjadi Imam di Masjidil Haram. Di samping ilmu-ilmu agama, Syeikh Khatib juga mengajarkan Salim ilmu diplomasi dalam hubungan internasional yang di kemudian hari nanti menjadi andalannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Pasca-lima tahun dalam perantauan, Agus Salim kembali ke Tanah Air. Pada 1915, Salim meniti karir dengan malang melintang di dunia jurnalistik. Kepribadian Agus Salim yang tegas membuat setiap tulisannya selalu tajam dan mengandung kritikan pedas dalam membakar semangat kemerdekaan rakyat Indonesia.
Dunia jurnalistik ternyata bukan pelabuhan akhir karir Agus Salim di mana dia juga memutuskan untuk terjun ke dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam. Ternyata pilihan putra dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab ini tidak salah. Terbukti pada 1946 sampai 1950 dia menjadi bintang dalam percaturan politik Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Agus Salim diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Selain itu Salim juga dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Nurul Huda 1 Cingebul
Â