Kutuk Genosida di Palestina, 600 Akademisi Desak Kampus di Irlandia Putus Hubungan dengan Israel

600 akademisi meminta universitas-universitas di Irlandia memutuskan hubungan dengan lembaga-lembaga Israel karena "skala dan kekejaman perang Israel di Jalur Gaza melewati tingkat kekerasan yang pernah ada selama pendudukan berkepanjangan dan brutal Israel di Palestina"

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 05 Nov 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2023, 20:30 WIB
Massa Aksi Bela Palestina
Massa memadati kawasan Monas untuk menghadiri aksi bela Palestina, Minggu (5/11/2023).

Liputan6.com, Jakarta - 600 akademisi meminta universitas-universitas di Irlandia memutuskan hubungan dengan lembaga-lembaga Israel karena "skala dan kekejaman perang Israel di Jalur Gaza melewati tingkat kekerasan yang pernah ada selama pendudukan berkepanjangan dan brutal Israel di Palestina".

Surat yang ditandatangani para akademisi di dan dari Irlandia, dan diberitakan Irish Times pada Sabtu itu mengutuk serangan Israel di Gaza sebagai "operasi pembersihan etnis dan menurut banyak pakar dianggap kekerasan genosida."

Surat tersebut menyebutkan banyak universitas Irlandia dan proyek penelitian yang dibiayai Uni Eropa berkolaborasi aktif dengan universitas-universitas Israel.

"Kami menyeru semua universitas di Irlandia agar segera memutuskan kemitraan institusional atau afiliasi dengan institusi Israel yang saat ini ada," tulis mereka dalam surat itu.

"Kerja sama itu harus dihentikan sampai pendudukan di wilayah Palestina diakhiri, hak warga Palestina mendapatkan kesetaraan dan penentuan nasib sendiri diwujudkan, dan hak pengungsi Palestina untuk kembali difasilitasi.”

Surat itu juga menyebutkan bahwa "Serangan kelompok bersenjata Palestina pada 7 Oktober termasuk serangan kriminal terhadap warga sipil."

"Namun dalam kondisi apa pun hukum internasional tak membolehkan bombardemen sistematis dan hukuman kolektif terhadap warga sipil di wilayah pendudukan yang terkepung."

 

 

Simak Video Pilihan Ini:

Genosida

Aksi Bela Palestina di Monas
Sejumlah tokoh pun hadir dalam acara tersebut. Mulai dari Menko PMK Muhadjir Effendi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, hingga Anies Baswedan. (AP Photo/Dita Alangkara)

"Bahasa dan kiasan tidak manusiawi yang banyak digunakan oleh para pemimpin Israel untuk masyarakat Palestina mencerminkan hal-hal yang biasanya berkaitan dengan hasutan dan niat genosida,” kata surat itu.

Surat itu menggarisbawahi bahwa lebih dari 3.700 anak-anak tewas akibat dibom Israel sehingga melebihi “jumlah tahunan anak-anak yang terbunuh dalam gabungan konflik bersenjata di dunia.”

"Banyak warga Palestina meninggal dunia akibat kekurangan bahan bakar, air, listrik dan obat-obatan karena blokade disengaja."

"Rumah sakit-rumah sakit di Gaza hampir tidak berfungsi karena tidak ada listrik untuk ventilator, menggunakan cuka untuk antiseptik, mengoperasi tanpa pembiusan, dan terus dibombardir Israel. Keadaan ini sangat tidak manusiawi."

Para akademisi itu melanjutkan bahwa "para pakar Holocaust dan genosida terkemuka di Yahudi dan Israel menyebut hal ini sebagai ‘kasus genosida seperti dikenal dalam buku teks.’ Pakar genosida Bosnia juga menyatakan bahwa “apa yang terjadi di Gaza adalah genosida.”

Surat itu juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai hancurnya sejumlah universitas Palestina di Gaza, dan tewasnya para akademisi serta mahasiswanya.

Menurut mereka, kekejaman yang terjadi di Gaza saat ini menambah penjajahan dan pendudukan selama 75 tahun Israel di tanah Palestina. Dalam keadaan seperti ini tak ada yang mampu hidup normal, tulis mereka dalam surat itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya