Hukum Pernikahan yang Berawal dari Perselingkuhan

Selingkuh merupakan perbuatan yang diharamkan dalam islam. Lantas, bagaimana hukum pernikahan yang bermula dari perselingkuhan?

oleh Putry Damayanty diperbarui 13 Feb 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2024, 14:30 WIB
Si Dia Ketahuan Selingkuh, Haruskah Dilepaskan saat Masih Cinta?
(c) Shutterstock

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini kasus perselingkuhan marak terjadi di tengah masyarakat. Istilah pelakor ataupun pebinor juga cukup populer muncul di laman media sosial.

Kedua istilah tersebut merujuk pada seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang merebut pasangan orang lain sehingga menyebabkan keretakan dalam rumah tangga.

Salah satu pemicu tertinggi dari perceraian adalah perselingkuhan. Oleh sebab itu, segala upaya yang dapat merusak keutuhan rumah tangga orang lain hukumnya adalah haram dalam pandangan Islam.

Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis:

وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا -رواه النسائي

Artinya: “Dan barang siapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya maka ia bukan termasuk dari golongan kami”. (HR. an-Nasai).

Lantas, bagaimana hukumnya jika mereka yang berselingkuh memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan? Berikut penjelasannya mengutip dari laman NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Pandangan Mazhab Imam Maliki

Pendapat yang sangat keras disampaikan oleh Mazhab Maliki. Jika ada seseorang laki merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, kemudian suaminya menceraikan perempuan tersebut, lantas laki-laki yang merusak hubungan itu, setelah selesai masa iddah, menikahinya maka pernikahannya harus dibatalkan, walaupun setelah terjadi akad nikah. Sebab terdapat kerusakan dalam akad.

وَقَالَ الشَّيْخُ عَلِيٌّ الْأَجْهُورِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى مَا نَصُّهُ ذَكَرَ الْأَبِيُّ مَسْأَلَةً مَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا أَنَّهُ يُفْسَخُ , وَلَوْ بَعْدَ الْبِنَاءِ , فَإِنَّهُ نُقِلَ عَنْ ابْنِ عَرَفَةَ أَنَّ مَنْ سَعَى فِي فِرَاقِ امْرَأَةٍ لِيَتَزَوَّجَهَا فَلَا يُمْكِنُ مِنْ تَزْوِيجِهَا وَاسْتَظْهَرَ أَنَّهُ إنْ تَزَوَّجَ بِهَا يُفْسَخُ قَبْلَ الْبِنَاءِ وَبَعْدَهُ لِمَا يَلْزَمُ عَلَى ذَلِكَ مِنْ الْفَسَادِ

“Syaikh Ali al-Ajhuri ra berkata—bunyinya adalah—bahwa al-Abiyyu menjelaskan masalah orang yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, bahwa pernikahan keduanya (lelaki yang merusak dan wanita yang dirusak) itu harus dibatalkan walau setelah akad nikah. Pandangan ini sebenarnya dinukil dari Ibnu Arafah yang menyatakan, bahwa barang siapa yang berusaha memisahkan seorang perempuan dari suaminya agar ia bisa menikahi perempuan tersebut, maka tidak mungkin baginya (tidak diperbolehkan, pent) untuk menikahinya. Dan hal ini menjadi jelas bahwa jika lelaki menikahihnya maka pernikahannya harus dibatalkan baik sebelum atau sesudah akad karena hal itu menyebakan kerusakan dalam (akad, pent)” (Muhammad bin Ahmad bin Muhammad ‘Alisy, Fath al-‘Ali al-Malik fi al-Fatwa ‘ala Madzhab al-Imam Malik, Bairut-Dar al-Ma’rifah, tt, juz, 1, h. 397)

Jika kita cermati pandangan Mazhab Maliki di atas, maka konsekuensinya adalah pihak perempuan yang telah diceraikan suaminya haram dinikahi oleh si lelaki yang menyebabkan perceraian tersebut selama-lamanya.

Namun ada juga pandangan lain dari Mazhab Maliki yang menyatakan bahwa yang demikian itu tidak selamanya haram dinikahi. Dan hal ini dianggap tidak bertentangan dengan pandangan di atas yang menyatakan harus dibatalkan baik sebelum akad maupun setelahnya.

Pandangan Imam Mazhab Hanafi dan Syafii

Sedangkan menurut Mazhab Hanafi dan Syafii perusakan terhadap hubungan istri dengan suaminya tidak mengharamkan pihak yang merusak untuk menikahinya. Tetapi pihak yang merusak itu termasuk orang yang paling fasik, tindakannya merupakan maksiat yang paling mungkar dan dosa yang paling keji di sisi Allah swt.

اَلْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ قَالُوا: إِنَّ إِفْسَادَ الزَّوْجَةِ عَلَى زَوْجِهَا لَا يُحَرِّمُهَا عَلَى مَنْ أَفْسَدَهَا بَلْ يَحِلُّ لَهُ زَوَاجُهَا وَلَكِنْ هَذَا الْإِنْسَانُ يَكُونُ مِنْ أَفْسَقِ الْفُسَّاقِ وَعَمَلُهُ يَكُونُ مِنْ أَنْكَرِ أَنْوَاعِ الْعِصَيَانِ وَأَفْحَشِ الذُّنُوبِ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Terlepas dari perbedaan pandangan para ulama mengenai hukum pernikahan orang yang merusak rumah tangga orang lain, yang jelas tindakan tersebut adalah masuk kategori dosa besar, dan sudah seharusnya dihindari.

Dengan pertimbangan saddudz-dzariah (menutup jalan keburukan), maka pandangan dari Madzhab Maliki yang menyatakan bahwa lelaki yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya diharamkan untuk menikahinya selamanya, hemat kami perlu dijadikan pertimbangan.

Demikian jawaban yang dapat dikemukakan. Semoga bermanfaat, jangan sekali-kali mengganggu kehidupan rumah tangga orang lain karena itu masuk kategori dosa besar di sisi Allah swt dan menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya