Bagaimana Islam Memandang Wanita Bekerja? Sebuah Teladan dari Khadijah RA

Islam tidak melarang wanita bekerja atau berbisnis.

oleh Kartika diperbarui 13 Feb 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2024, 20:30 WIB
Bagaimana Islam Memandang Wanita Bekerja? Sebuah Teladan dari Khadijah RA
Pekerja mengenakan masker sebagai tindakan pencegahan penyebaran Covid-19 merapikan kerudung menjelang Idul Fitri yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan di Kuala Lumpur (13/5/2020). (AFP/Mohd Rasfan)

Liputan6.com, Jakarta - Islam tidak melarang wanita untuk bekerja atau berbisnis untuk mencari penghasilan. Namun, wanita bekerja harus dengan izin suami dan tetap mengedepankan tugasnya untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Hal ini dipaparkan Ustaz Khalid Basalamah dalam Podcast bersama Abdel Achrian yang diposting dalam akun Youtube Abdel Achrian, 8 Februari 2024 lalu.

Ustaz Khalid menuturkan muslimah harus meneladani Khadijah RA, istri pertama Rasululllah Muhammad SAW. Beliau adalah wanita yang sangat kaya dibanding baginda Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW memberikan mahar yang tidak main-main saat menikah yakni 20 ekor unta betina muda sebagaimana dikisahkan Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah Nabawiyah.

"Itu kalau yang terbaik ya biasanya itu ya antara Rp30 sampai Rp40 juta. Jadi itu berarti ratusan jutaan ya kalau kita sekarang itu. Beliau memberikan maharnya berarti menandakan ada kemampuan," ungkapnya.

Namun setelah menikah Ustaz Khalid mengisahkan bunda Khadijah melepaskan kewajiban baginda Rasul untuk memberikan nafkah. "Sehingga Nabi SAW hidup dengan beliau memberikan apa yang beliau mampu tapi Khadijah sendiri memang sudah tidak ingin nafkah suami karena beliau tidak butuh ya beliau hanya butuh pendamping seorang suami yang jalan dengan beliau," paparnya.

Namun, Khadijah RA sangat tulus dalam menjalani rumah tangga bersama nabi Muhammad SAW. Contohnya, Khadijah RA sangat hapal kapan Rasulullah SAW lapar atau lelah hanya dari melihat raut wajahNya. "Ada sebuah hadist Bukhari yang luar biasa ini sering saya sampaikan kalau di depan ibu-ibu karena memang perlu sekali mereka menjadikan figuritas Khadijah sebagai suri tauladan. Jadi pas Nabi SAW masuk dalam rumah ternyata eh Khadijah bisa baca dari raut wajah suaminya karena begitu cinta dan sayangnya," ungkapnya.

Dikisahkan, bunda Khadijah sangat santun dengan suaminya terkasih dan selalu meminta izin atas semua kegiatannya. Misalnya saat akan menyiapkan makanan untuk nabi SAW dia akan pamit dengan sangat baik.

"Saking santunnya sampai malaikat Jibril AS turun dan mengatakan kepada Nabi SAW: Hai Muhammad sesungguhnya istrimu Khadijah sedang menyiapkan makanan kesukaanmu dan dia akan bawa sebentar lagi makanan itu. Karena perbuatannya ini sampaikan kalau Allah SWT kirim salam kepadanya dan juga sampaikan kepada dia karena perbuatan ini dia akan mendapatkan istana di surga yang tidak ada kebisingan di dalamnya," ungkapnya.

Tidak ada kebisingan di surga ini merujuk pada sikap Khadijah RA yang tidak pernah cekcok dengan baginda Rasulullah SAW di dalam rumah tangganya. Bunda Khadijah RA juga selalu bersikap santun dengan suaminya, Rasulullah SAW.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Boleh Berbisnis dan Berkarier

Selain memelihara kedamaian dalam rumah tangga, ada hikmah lain dalam rumah tangga Rasulullah SAW dengan Khadijah RA, yaitu tidak adanya larangan berbisnis maupun berkarier bagi wanita. Namun, Ustaz Khalid menggarisbawahi pentingnya wanita tidak meninggalkan tugas utama yakni suami, anak-anak dan rumahnya.

Sebagaimana bunyi hadist dari 'Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya."

Hadist tersebut menjadi dalil bahwa seorang pemimpin harus bertanggung jawab, termasuk dalam hal ini adalah suami sebagai pemimpin atau kepala keluarga. Di dalamnya juga terkandung makna bahwa seorang istri akan dimintai pertanggungjawaban atas harta suami dan anak-anaknya. Meskipun bekerja atau berbisnis, sepanjang wanita tetap bertanggung jawab terhadap tugasnya maka tidak mengapa.

"Jadi setiap jengkal rumah itu adalah tanggung jawab istri, anak-anak juga. Karena kita kan laki-laki lebih banyak bertugas di luar rumah, salat berjamaah cari nafkah jihad itu kan semua di luar rumah. Perempuan memang lebih banyak di rumah itu memang tanggung jawab dia nah selama tidak terbengkalai itu tidak ada masalah," ungkapnya.

Ustaz Khalid memandang dalam hal melakukan pekerjaan rumah, istri bisa melakukan sendiri atau meminta bantuan orang lain misalnya dengan jasa pekerja rumah tangga. Sebagaimana istri-istri nabi yang dibantu dengan adanya asisten rumah tangga.

"Dia boleh dibantu oleh orang lain gitu jadi itu bisa tertanggulangi cuma yang memang tidak mungkin diambil alih adalah pelayanan terhadap suaminya seperti pelayanan masalah biologis misalnya atau pelayanan yang lain mungkin suaminya minta ditemanin safar sama-sama. Sampai kalau dia mau puasa sunah saja dan suami lagi di rumah dia harus izin ke suaminya," paparnya.

Kewajiban Suami

Selain itu, Ustaz juga mengatakan jika istri meminta bantuan suami dalam hal pekerjaan rumah tangga juga dibolehkan. Meskipun, suami mengurus rumah tangga bukanlah kewajiban. Pasalnya, tugas suami ada lima poin yaitu menggauli istri dengan baik, baik dari lisan maupun perbuatan.

"Kita enggak boleh menggunakan power kita sebagai laki-laki marah-marah segala macam gitu tapi pertanyaan boleh enggak seorang suami marah? Boleh kalau terjadi pelanggaran agama. Nabi SAW pernah marah kepada para umahatin mukminin tapi marahnya karena agama yang dilanggar dan sebatas itu saja," ungkapnya.

Kedua, kewajiban suami adalah menafkahi istri baik berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, transportasi semampu suami jadi bukan semua pendapatan suami dipegang oleh istri, tidak, tetapi kebutuhan dasar dia boleh dia kasih istri punya hak dari harta suami yang merupakan nafkah tadi," ujar Ustaz Khalid.

Namun, Ustaz Khalid juga mengingatkan suami tidak punya hak atas harta istri. "Jadi tidak boleh suami bilang sama istrinya saya sudah biaya kamu 10 tahun nih sekarang kamu kan dapat warisan Rp2 juta bagi dong itu enggak boleh," tegasnya.

Dia menambahkan kewajiban suami yang ketiga itu adalah masalah biologis, lalu keempat masalah pendidikan dan kelima adalah perlindungan. "Lima hal ini memang merupakan dasar sekali yang merupakan tugas suami, kewajiban yang merupakan hak istrinya," ungkap Ustaz Khalid.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya