Liputan6.com, New York - Suasana Ramadhan tahun ini berbeda bagi Cindy Nur Oktaviani. Ia tak lagi mendengar suara “sahur! sahur! sahur!” setiap jam 2 dinihari seperti di kampung halamannya, Bandung, Jawa Barat. Ke masjid untuk salat tarawih pun harus memakan waktu 45 menit, dan itu harus ke kota.
Cinday, sapaan akrabnya, untuk pertama kalinya menjalani puasa Ramadhan 1445 H di Amerika Serikat (AS). Ia adalah warga negara Indonesia (WNI) yang sudah 10 bulan sejak Mei 2023 tinggal di Upstate New York untuk mengikuti program belajar pertanian modern di Tomato Greenhouse.
“Ini tahun pertama saya puasa di luar negeri, denger sepatah lagu Ramadhan aja nangis,” kata Cinday mengungkapkan curahan hatinya kepada Liputan6.com, Sabtu (16/3/2024).
Advertisement
Baca Juga
Top 3 Islami: Cerita Santi si Jemaah Cantik yang Dulu Minta Jodoh ke Gus Iqdam, Tata Cara dan Niat Sholat Taubat di Bulan Ramadhan
Cerita WNI Menjalani Puasa Ramadan di Antwerp, Belgia: Tidak Susah Cari Makanan Halal
Curhat WNI Jalani Ramadan 2024 di Jepang: Rindu Tradisi Membangunkan Sahur di Indonesia
Sebagai kaum minoritas, menjalankan ibadah di negeri Paman Sam tentu berbeda dengan negeri sendiri. Untungnya, ia menemukan keluarga muslim di AS dan bisa salat tarawih bareng mereka, walaupun ke tempat salatnya harus memakan waktu 20 menit.
“Saya bersyukur terlahir di bumi pertiwi yang benar-benar saya rindukan. Saya sangat rindu suara adzan, sudah lama saya tidak mendengar live adzan, karena tempat tinggal saya di sini dikelilingi oleh berbagai gereja,” cerita Cinday.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Perbedaan Waktu dan Menu Buka Puasa
Pergantian musim dingin ke musim semi membuat muslim di AS sulit melihat hilal, tapi Cinday mengikuti mayoritas yang puasa tanggal 11 Maret 2024. Perbedaan waktu antara Indonesia dan Amerika membuat Cinday gundah di hari pertama puasa.
“Ditambah juga sekarang daylight saving time, di mana waktu berubah 1 jam lebih cepat dan biasanya saya salat hampir sama dengan waktu Indonesia, subuh jam 5 dan maghrib jam 6, sekarang salat maghrib jam 7. Tapi alhamdulillah tahun ini puasa di musim spring, karena kalau summer maghribnya jam 9 malem,” kata pendiri Komunitas Baroedak Tatanen ini.
Cinday mengungkapkan, menemukan kurma di AS untuk berbuka puasa tidak sulit. Sebab, kebanyakan muslim di AS adalah pendatang dari berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka, Ethiopia, Uzbekistan, Sudan, Somalia, hingga Algeria. Selain kurma, menu buka puasanya yaitu nasi briyani daging kari dan salad.
“Kadang juga ada yang menyajikan buka puasa dengan taco. Jarang di sini buka puasa seperti kita dengan gorengan dan sop buah,” ujarnya.
Advertisement
Rindu Kehangatan Ramadhan di Tanah Air
Wanita asal Bandung ini mengungkapkan kerinduannya dengan kehangatan Ramadhan di Indonesia. Ia rindu dengan mengisi buku Ramadhan yang ditandatangani ustadz selepas tarawih, rindu buka bersama (bukber) bareng keluarga dan sahabat, hingga rindu berburu takjil gratis.
Bukan itu saja, Cinday juga merindukan suara yang membangunkan sahur, disusul dengan anak-anak remaja yang sengaja tidak tidur hanya untuk menabuh galon bekas dan keliling kampung sambil bawa obor.
“Semua itu hanya ada di negara tempat saya dilahirkan yaitu Indonesia. Itu momen-momen kecil yang terlihat sederhana namun sangat saya rindukan. Sekarang saya sadar ternyata momen yang sangat berharga itu tidak dapat diulangi kembali,” ungkapnya.
“Nikmatilah momen-momen kebersamaan bersama orang tua, keluarga, sahabat, dan juga kerabat. Percayalah hal kecil itu akan sangat berarti 10 tahun yang akan datang. Ramadhan kareem. Selamat menjalankan ibadah puasa untuk semua warga Indonesia. Salam dan peluk jauh dari saya Cindy Nur Oktaviani dari New York, Amerika,” tutupnya.