Liputan6.com, Cilacap - Banyak sekali kisah unik, kocak dan sedih yang diungkap santri cerdas kesayangan Mbah Moen, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.
Baca Juga
Advertisement
Salah satunya kisah kocak sahabat Gus Baha yang memilih menikahi wanita cantik tapi bukan dari kalangan santri.
Umumnya, seorang gus akan memilih ning yang merupakan putri seorang kiai. Jikalau tidak, maka yang paling memungkinkan tentu saja ia akan menikah dengan seorang santriwati.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi sahabat Gus Baha ini. Rupanya ia lebih memilih menikahi wanita cantik meskipun bukan seorang santriwati.
Simak Video Pilihan Ini:
Alasan Menikahi Wanita Cantik yang Bukan Santri
Gus Baha mengisahkan sahabatnya yang seorang Gus yang menikahi wanita karena cantiknya, padahal ia bukan berasal dari kalangan santri.
“Saya punya teman Gus, ini kisah nyata, di Jawa Timur yang jelas, nikah dengan wanita cantik tapi bukan santri,” kisahnya dikutip dari tayangan YouTube Short @menikmatihalal, Jumat (12/04/2024).
Karena heran dan penasaran yang dilakoni sahabatnya ini, maka Gus Baha pun tak sungkan-sungkan menanyakan perihal alasannya.
“Saya tanya: “kok tidak nikah dengan santri Gus?” kata Gus Baha.
Jawaban yang ia berikan ternyata diluar dugaan Gus Baha. Sahabat Gus Baha ini menjawab pertanyaan Gus Baha dengan santai, bahwa pertimbangan menikahi wanita cantik yang bukan santri ini karena masalah akhlak bisa ia tata sementara kalau wajah sudah terlanjur buruk, maka tidak bisa diubah menjadi cantik.
“Jawabnya dia, “Gus, kalau akhlak bisa ditata Gus, tapi kalau wajah susah, ha..ha..ha..”.
“Ada mazhab seperti itu, tapi kalian jangan ikut,”.
Advertisement
Menikahi Wanita karena Perimbangan 4 Hal
Menukil Republika, ketika seorang pemuda akan menikah, maka Rasulullah SAW memberikan kriteria-kriteria wanita yang akan dinikahi. Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرَةَ رضي الله عنه عن النّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم قالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat." (HR. Bukhari Muslim).
Mencari pasangan hidup dalam Islam mempunyai pedoman tersendiri. Ustadz Firman Arifandi, dalam bukunya "Serial Hadist Nikah 3 : Melamar dan Melihat Calon Pasangan" mengatakan, menurut Imam al-Nawawi bahwa maksud hadits ini adalah Nabi mengabarkan tentang apa yang menjadi kebiasaan orang-orang yaitu dalam urusan pernikahan, di mana mereka memandang dari empat perkara ini. Dan menjadikan perkara agama sebagai kriteria terakhir. "Oleh karena itu pilihlah wanita karena agama yang baik niscaya akan beruntung," katanya.
Ustadz Firman mengatakan, kandungan hadits ini sama sekali tidak bermakna bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menikahi wanita yang kaya, terpandang dan cantik sehingga menjadikan agama sebagai poin terakhir dalam memilih. Hal ini sejalan dengan hadits yang melarang menikahi seorang perempuan selain karena faktor agamanya.
Ustadz Firman mengatakan, Nabi Muhammad telah memperingatkan, akan mengalami kerugian jika menikahi wanita karena kecantikan dan kekayaanya. Peringatan ini seperti yang disampaikan dari Abdullah bin Amru, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ ؛ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ ، وَلَا تَنْكِحُوهُنَّ عَلَى أَمْوَالِهِنَّ ؛ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ يُطْغِيَهُنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْمَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
"Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah).
Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul