Dianggap Jadi Benalu, Begini Cara Salafi Masuk Muhammadiyah dan Bahayanya

Salah satu yang jadi sasaran Salafi adalah Muhammadiyah. Mengapa? Alasannya, organisasi Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini cukup terbuka, moderat, open minded, dan ramah terhadap kelompok-kelompok pendatang baru.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 06 Jun 2024, 05:30 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2024, 05:30 WIB
Bendera berlogo Muhammadiyah. (Foto: muhammadiyah.or.id)
Bendera berlogo Muhammadiyah. (Foto: muhammadiyah.or.id)

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok yang berpaham Salafi telah berkembang cukup pesat di Indonesia. Salafi di sini bukan Salafiyah Syafi'iyah yang identik dengan Nahdlatul Ulama, melainkan Salafi kontemporer alias Salafi Mu’ashirah.

Metode beragama Salafi menggunakan manhaj salaf alias mengikuti para salafus salih, yakni generasi sahabat nabi, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in mereka. Apa yang dilakukan oleh salafus salih mereka anggap sebagai bagian dari sunnah Nabi Muhammad SAW.

Menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung, Aji Damanuri, kelompok Salafi sudah masuk ke Indonesia cukup lama, beriringan dengan terbukanya keran demokrasi yang cenderung liberal pascareformasi 1998.

Aji menyebut kelompok Salafi enggan mengakui sebagai sebuah organisasi yang terstruktur, bahkan cenderung mengharamkannya. Padahal mereka memiliki tokoh-tokoh yang jadi panutan, pengikut, aktivitas, beberapa aturan yang mereka sepakati, dan manhaj yang diikuti.

“Secara substansial, semua itu sudah memenuhi syarat dan rukun sebuah organisasi,” kata Aji dalam tulisannya berjudul “Masuknya Virus Salafi ke Jantung Muhammadiyah”, dikutip dari laman pwmu.co, Rabu (5/6/2024).

Aji menganggap keengganan kelompok Salafi membentuk sebuah wadah formal sebagai modus operandi untuk melebarkan sayapnya. Dengan begitu, mereka akan mudah masuk ke ‘rumah’ mana saja, bahkan sampai memengaruhi orang rumahnya. 

“Dengan merebut ‘rumah’ orang maka akan memperoleh jamaah beserta dengan infrastruktur di dalamnya tanpa harus berpayah-payah,” sebut Aji.

Salah satu yang jadi sasaran Salafi adalah Muhammadiyah. Mengapa? Alasannya, organisasi Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini cukup terbuka, moderat, open minded, dan ramah terhadap kelompok-kelompok pendatang baru.

Dosen IAIN Ponorogo mengungkap cara paham Salafi masuk ke Muhammadiyah, sebagaimana ditulis oleh Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah Ali Trigiyatno dalam buku Titik Pisah Salafi-Muhammadiyah. Menurutnya, Salafi masuk ke Muhammadiyah dengan dua cara: dari luar dan dalam.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Cara Salafi Masuk ke Muhammadiyah: dari Luar

Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung
Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung. (Foto: pwmu.co)

Masuknya paham Salafi biasanya dari rajin beribadah di masjid Muhammadiyah. Kemudian menemui takmir untuk mengadakan kajian. Biasanya berdalih sama-sama Islam, sama-sama berdakwah, sama-sama bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan mengesankan bahwa ajarannya adalah sama. 

“Bujuk rayu dengan tutur kata yang baik membuat para takmir cenderung mempersilakan mereka menggunakan masjid untuk mengadakan kajian,” tulisnya.

Setelah mendapatkan lampu hijau, mereka mendatangkan ustadz-ustadz yang fasih menyampaikan agama untuk mengisi kajian tersebut. Ustadz ini bisa membaca kitab, fasih dan indah dalam membaca Al-Qur’an, dan penampilannya yang meyakinkan.

Orang Salafi juga tak jarang membuat jemaah senang. Mereka tiba-tiba mengirim nasi bungkus ke masjid untuk dibagikan ke jemaah. Ketika ada kegiatan masjid, mereka juga dengan cepat menawarkan diri membantu untuk kebutuhan kegiatan tersebut.

Dalam hal keagamaan, orang Salafi selalu datang ke masjid lebih awal, inisiatif mengumandangkan adzan, dan segera ikamat ketika sudah ada beberapa jemaah. Ada pula yang maju ke depan untuk menjadi imam. 

“Di beberapa masjid ketika hari Jumat, para salafi ini membawa teks khutbah di saku mereka. Jika takmir kelihatan bingung karena keterlambatan khatib maka mereka akan menawarkan diri, bahkan beberapa langsung maju saja ke mimbar dan memulai khutbah dengan mengucapkan salam,” ungkap Aji.

Pelan-pelan mereka berhasil mengambil alih masjid Muhammadiyah. Kepengurusan takmir diganti dan orang-orang Muhammadiyah disapu bersih.

“Inilah yang disebut Ali Trigiatno sebagai kudeta masjid secara senyap, pelan, serta tanpa perlawanan dan keributan yang berarti. Mereka leluasa menentukan dan mengendalikan, imam, khatib, penceramah, ritual beribadah, dan semua hal,” kata Aji.

Aji menyayangkan karena sebagian warga Muhammadiyah berhasil dipengaruhi oleh kelompok Salafi. Mereka lebih aktif mengikuti kajian Salafi daripada di Muhammadiyah. Mereka awalnya menganggap pemahaman Salafi sama dengan Muhammadiyah, tapi ternyata beda. Namun, mereka sudah terpengaruhi sehingga dijuluki Muhammadiyah rasa Salafi alias Musa.

Musa kerap kali mengkritik keputusan-keputusan hukum Muhammadiyah yang tersusun dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) produk Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Bahkan juga menentang sikap dan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 

“Pada akhirnya, beberapa warga sudah terlambat menyadari bahwa masjid mereka sudah berganti kepemilikan, pimpinan lain hanya bisa terpana, mlongo, menyaksikan kenyataan bahwa apa yang dulu mereka perjuangkan ternyata sudah hilang,” katanya.

Cara Salafi Masuk ke Muhammadiyah: dari Dalam

Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung
Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung. (Foto: pwmu.co)

Aji juga mengungkap, paham Salafi bisa masuk ke dalam tubuh Muhammadiyah karena difasilitasi oleh para pimpinannya. Ia menyebut ada beberapa pimpinan Muhammadiyah yang diam-diam mempelajari dan mengikuti kajian-kajian salafi dan tertarik, bahkan cenderung mempromosikan paham salafi. 

Mereka kemudian menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah berpaham Salafi. Setelah lulus dan bisa bicara agama, mereka diminta untuk mengisi acara-acara Muhammadiyah.

“Karena yang mengisi adalah tokoh Muhammadiyah, maka pimpinan lain merasa rikuh dan tidak enak sehingga membiarkannya. Lambat laun ajaran Muhammadiyah dikaburkan, warganya dibuat meragukan HPT, dan digantikan dengan doktrin Salafi,” ungkapnya.

Faktor Paham Salafi Mudah Masuk ke Muhammadiyah

Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi
Ustadz Adi Hidayat (kiri) adalah tokoh Muhammadiyah, sedangkan Ustadz Muflih Safitra (kanan) dikenal kelompok Salafi. (Foto: YouTube Adi Hidayat Official dan Muflih Safitra Official)

Menurut Aji, ada banyak faktor yang membuat paham Salafi relatif mudah memengaruhi warga Muhammadiyah. Setidaknya faktor-faktor berikut:

  • Keputusan hukum di HPT sangat moderat sehingga menjadi celah bagi orang lain untuk menyerangnya;
  • Muhammadiyah kekurangan sumber daya manusia (SDM) yang siap mengurusi jemaah, masjid, dan musala yang semakin menggurita;
  • Adanya kemiripan beberapa ajaran, pendekatan, dan performa Salafi yang cukup meyakinkan;
  • Kurang sigapnya para pimpinan Muhammadiyah menyikapi masuknya paham Salafi;
  • Kajian-kajian Salafi menyangkut tema-tema keseharian yang praktis; dan
  • Sebagian warga menyukai fatwa yang tegas dan keras.

Dampak Negatif: Menjadi Benalu di Tubuh Muhammadiyah

Logo Muhammadiyah (sumber: muhammadiyah.or.id)
Logo Muhammadiyah (sumber: muhammadiyah.or.id)

Menurut Aji, masuknya paham Salafi ke tubuh Muhammadiyah memberikan dampak negatif. Kelompok Salafi menjadi benalu dan virus bagi Muhammadiyah. Berikut dampaknya.

Pertama, melemahkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dengan menyerang beberapa keputusan yang sudah dibahas secara nasional, seperti zakat profesi, penentuan awal bulan (Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha), ritual shalat, performa pakaian, musik dan lain sebagainya. 

“Artinya mereka ngrecoki dan nyinyir terhadap tradisi Muhammadiyah. Hal ini membingungkan jamaah yang masih awam. Misalnya mereka mengharamkan zakat dengan uang padahal takmir masjid menerima zakat uang,” tulis Aji.

Kedua, Muhammadiyah terkena getah dari perilaku Salafi yang cenderung radikal, kaku, keras, bebal otak, tidak toleran, mengharamkan semua yang tidak sesuai dengan pemikirannya, atau merasa benar sendiri, sehingga orang luar melihat Muhammadiyah adalah salafi, padahal faktanya mereka benalu yang merugikan. 

“Bahkan ada beberapa ustadz Salafi menganggap bahwa fatwa-fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah kurang kredibel. Bagaimana mungkin fatwa yang dikaji secara nasional dengan rentan waktu yang lama, mengkaji dari berbagai aspek, mendengar masukan dari beberapa pakar, bisa dianulir dan disalahkan oleh satu ustadz?” tuturnya.

Ketiga, memudarkan persatuan dan kesatuan jamaah Muhammadiyah karena ada dua kelompok yang sama kuat sehingga warga yang kurang paham justru lari dari Muhammadiyah dan memilih kelompok lain. 

Keempat, bahaya lainnya adalah penguasaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) oleh salafi.

Aji menyarankan, pimpinan Muhammadiyah segera mengambil langkah-langkah tegas namun tetap bijak dan santun. Muhammadiyah dan Salafi tidak sama. Keduanya berbeda dalam manhaj, gerakan, dan strategi dakwah, meskipun satu agama.

Di sisi lain, kehadiran kelompok Salafi juga membawa dampak positif bagi Muhammadiyah. Misalnya, mendorong Muhammadiyah lebih aktif berdakwah, menjawab persoalan umat, menguatkan dan merapatkan shaf jamaah, meningkatkan kajian dan kegiatan keberagaman, mengokohkan pengkaderan, menata kembali masjid-musala, dan meningkatkan ghirah keberagamaan.

Artikel ini disarikan dari pwmu.co dengan judul "Masuknya Virus Salafi ke Jantung Muhammadiyah", ditulis oleh Aji Damanuri - Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Tulungagung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya