Liputan6.com, Cilacap - Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi adalah salah seorang murid ulama ahli tasawuf yang namanya sangat populer yakni Syaikh Abu Hasan as-Syadzili.
Syekh Abu al-Abbas al-Mursi merupakan murid kesayangan Syaikh Abu Hasan as-Syadzili. Hal tersebut terlihat dari kedekatan beliau dengan gurunya.
Membahas murid ulama sufi besar ini, tentu saja sangat menarik apabila membicarakan perihal karomah yang dimilikinya.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu karomah Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi adalah mampu berbicara dengan lautan. Tak hanya itu, lautan pun dibuat takluk olehnya. Simak kisah selengkapnya berikut ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Mimpi Syekh Abu Hasan As-Syadzili Melihat Ombak Besar
Menukil Islami.co, terdapat sebuah kisah yang menceritakan tentang karomah salah seorang murid Syekh Abu al-Hasan as-Syadzili (w. 656 H) yang bernama Syekh Abu al-‘Abbas al-Mursi (w. 685 H). Kisah ini dinukil oleh Syekh Ma`mun Gharib dalam karyanya yang berjudul Abu al-Hasan al-Syadzili: Hayatuhu wa Tashawwufuhu wa Talamidzuhu wa Awraduhu (h. 100-101).
Saat itu, Syekh Abu al-Abbas al-Mursi bersama Syekh Abu al-Hasan as-Syadzili dan juga para pengikutnya hendak pergi untuk menunaikan ibadah haji. Sesampainya di sebuah daerah bernama Akhmim, as-Syadzili bercerita kepada al-Mursi tentang mimpinya semalam.
As-Syadzili mengisahkan bahwa dalam mimpi beliau sedang berada di tengah keramaian, dan saat itu berada di tengah laut (di atas kapal). Angin bertiup dengan sangat kencang, ombak di lautan bergulung-gulung, hal itu membuat kapal yang ditumpangi as-Syadzili mengalami kebocoran. Beliau pun akhirnya beranjak ke tepi kapal dan mengatakan:
“Wahai lautan, apabila engkau diperintahkan untuk mendengar dan menaatiku, maka segala anugerah adalah milik Allah. Namun, apabila tidak, maka segala ketetapan adalah milik Allah.”
Dan laut pun menjawab: “Taat! Taat!”
Advertisement
Berbicara dengan Lautan
Setelah menceritakan mimpinya tersebut, as-Syadzili berwasiat kepada al-Mursi agar beliau terus melanjutkan perjalanannya, apapun yang terjadi nantinya. As-Syadzili juga mengabarkan bahwa akan terjadi suatu ‘keajaiban’ (re: karomah). Sesampainya rombongan di daerah bernama Humaitsara, as-Syadzili jatuh sakit dan wafat. Beliau pun dikebumikan di sana.
Sesuai dari wasiat yang diberikan oleh gurunya kepadanya, Syekh al-Mursi bersama para rombongan pun melanjutkan perjalanan. Saat menyeberangi laut merah, al-Mursi dan rombongan beserta penumpang kapal yang lainnya terancam keselamatannya, karena datang angin kencang dan diikuti dengan ombak besar yang bergulung-gulung, kapal yang mereka tumpangi pun mengalami kebocoran.
Saat itu, al-Mursi lupa akan mimpi yang pernah diceritakan oleh gurunya. Saat penumpang kapal terancam tenggelam dan situasi menjadi semakin pelik, al-Mursi pun ingat akan mimpi yang pernah diceritakan kepadanya, dan akhirnya beliau mempraktekkan apa yang dilakukan oleh as-Syadzili dalam mimpinya. Beliau mengulangi apa yang diucapkan as-Syadzili:
“Wahai lautan, apabila engkau diperintahkan untuk mendengar dan menaatiku, maka segala anugerah adalah milik Allah. Namun, apabila tidak, maka segala ketetapan adalah milik Allah.”
Dan, ‘keajaiban’ yang diberitakan oleh as-Syadzili pun terjadi, al-Mursi mendengar ‘jawaban’ dari lautan: “Taat! Taat!” Tak lama setelah al-Mursi mempraktekkan hal tersebut, cuaca mendadak berubah menjadi lebih bersahabat dan lautan kembali tenang. Seluruh penumpang kapal, termasuk al-Mursi dan rombongan akhirnya melanjutkan perjalanan dengan lancar dan selamat.
Demikianlah salah satu kisah tentang karomah yang dimiliki oleh Syekh Abu al-Abbas al-Mursi. Yang pasti, karomah yang terjadi pada diri para wali terjadi semata untuk memuliakan mereka, dan semua itu terjadi tak lain adalah atas izin Allah SWT semata. Wallahu a’lam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul