Yang Putus Asa saat Susah, kalau Kaya Pasti Sombong Kata Buya Yahya

Dalam nasihatnya, Buya Yahya menekankan, orang yang merasa terpuruk ketika dalam kesulitan memiliki potensi besar untuk menjadi sombong jika suatu saat menjadi kaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2024, 08:30 WIB
Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)
Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)

Liputan6.com, Jakarta - Sering kita jumpai orang yang, saat sedang menghadapi kesulitan, dengan hebohnya merasa sangat terpuruk dan larut dalam rasa putus asa.

Mereka sering membandingkan hidupnya dengan orang lain yang terlihat lebih beruntung, sehingga perasaan kecewa dan tidak puas semakin besar. Padahal, sikap ini justru membuat hati semakin gelisah dan jauh dari ketenangan.

KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya, ulama yang kerap menjadi rujukan umat, memberikan nasihat penting tentang kesederhanaan dan kesyukuran dalam menghadapi ujian hidup.

Buya Yahya, pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon, menekankan bahwa sikap tamak dan ketidakpuasan adalah penyebab utama manusia sulit merasa cukup.

Dalam ceramah yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Buya Yahya menyampaikan betapa pentingnya menerima keadaan dengan penuh rasa syukur, meskipun hidup dalam keterbatasan.

"Kita syukuri apa yang kita miliki. Rumah kontrakan, alhamdulillah. Gubuk kecil pun, alhamdulillah," ujarnya.

Menurut Buya Yahya, mengejar gaya hidup orang lain yang serba mewah tanpa rasa syukur hanya akan menjerumuskan ke dalam kesulitan yang lebih dalam. Ia menyinggung tentang orang-orang tamak yang tak pernah puas.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Meski Punya Lembah Emas, Manusia Tetap Tamak

20161010-Harga-emas-stagnan-di-posisi-Rp-599-Jakarta-AY2
Ilustrasi emas (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Nabi Muhammad SAW menyebutkan, kalau seseorang punya satu lembah emas, pasti dia ingin yang kedua. Kalau diberi dua lembah, dia minta yang ketiga, dan begitu seterusnya," kata Buya Yahya, mengutip hadits Nabi.

Tamak adalah penyakit hati yang tak akan pernah terpuaskan, bahkan sampai manusia meninggal dunia. "Sampai-sampai mulutnya dimasuki tanah kubur, baru dia diam," lanjut Buya Yahya, menegaskan betapa tamaknya manusia.

Namun, ia menegaskan, mencari rezeki yang cukup dan mencukupi kebutuhan itu tidak dilarang dalam Islam, selama tidak menjadikan harta sebagai penyebab kesombongan.

Dalam nasihatnya, Buya Yahya menekankan, orang yang merasa terpuruk ketika dalam kesulitan memiliki potensi besar untuk menjadi sombong jika suatu saat menjadi kaya.

"Yang merasa terpuruk saat miskin, biasanya paling bakat jadi sombong saat kaya," ujarnya dengan nada tegas. Buya Yahya mengajak umat Islam untuk memahami makna kesyukuran dalam setiap keadaan.

Orang yang bisa tetap bersyukur meskipun dalam kekurangan, menurut Buya Yahya, adalah orang yang kelak akan menjadi kaya yang bermanfaat bagi sesama.

"Kalau bisa bersyukur saat miskin, maka ketika kaya, dia akan menjadi orang yang berguna bagi umat," tutur Buya Yahya, mengingatkan jamaah untuk tidak membenci kemiskinan.

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa rezeki yang dicari dan diperoleh dengan kerja keras bukan untuk menjadi ajang pamer atau kesombongan.

"Angkat harta yang kalian dapatkan, tapi jangan sampai itu menjadikan kita berubah menjadi orang sombong," katanya. Sikap rendah hati harus terus dijaga, apa pun keadaan yang dihadapi.

Kesombongan sering kali datang tanpa disadari, terutama saat seseorang merasakan perubahan status ekonomi. Buya Yahya mencontohkan orang-orang yang tadinya biasa saja, tetapi saat diberi kekayaan mulai berubah sikap. Ia mengingatkan bahwa sifat ini sangat dibenci dalam Islam dan harus dihindari dengan menjaga kesederhanaan hati.

 

Dalam Islam, Kaya Tidak Dilarang

Merangkak Naik, Harga Emas Antam Dijual Rp 702.500
Wujud emas batangan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Dalam Islam, kekayaan bukanlah hal yang terlarang, tetapi ujian. Buya Yahya menyebutkan bahwa harta yang dimiliki seseorang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

"Jangan lupa bahwa setiap harta yang kita miliki akan ditanya, dari mana dan untuk apa," ujar Buya Yahya, mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hal ini.

Buya Yahya juga menyoroti keindahan hidup sederhana yang diiringi dengan keimanan kuat. Menurutnya, kehidupan yang penuh syukur jauh lebih menenangkan daripada terus-menerus mengejar sesuatu yang tak berujung. Kesederhanaan, katanya, adalah kunci kebahagiaan sejati, yang mendekatkan manusia kepada Allah.

Tak hanya itu, Buya Yahya mengajak jamaah untuk merenungkan makna hidup yang sebenarnya. "Kita hidup di dunia ini sementara. Jangan sampai terjebak dalam kenikmatan yang hanya sementara," tegasnya. Harta dan kekayaan, seberapapun banyaknya, tidak akan bisa dibawa ke akhirat, kecuali amal kebaikan.

Pesan yang disampaikan oleh Buya Yahya ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat modern yang sering terjebak dalam gaya hidup konsumtif. Ia mengingatkan bahwa keberkahan hidup tidak datang dari seberapa banyak harta yang dimiliki, tetapi dari seberapa besar rasa syukur yang ditunjukkan.

Hidup penuh kesederhanaan dan rasa syukur, lanjut Buya Yahya, adalah cara terbaik untuk menghindari kesombongan. Ia menegaskan bahwa orang yang bersyukur akan selalu merasa cukup, meski hidupnya jauh dari kemewahan. "Syukur itu kunci segala kebaikan," ungkapnya, mengutip ajaran Rasulullah.

Ceramah Buya Yahya diakhiri dengan pesan agar umat Islam terus memupuk keikhlasan dalam menjalani hidup. Ia mengingatkan bahwa ujian hidup akan terus datang, baik berupa kekurangan maupun kelebihan. "Yang penting, hati kita tetap terjaga, tidak tamak, tidak sombong, dan selalu bersyukur," pungkasnya.

Dengan demikian, nasihat Buya Yahya ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi semua kalangan untuk lebih banyak merenungkan kehidupan, menjaga kesederhanaan, dan selalu mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya