Liputan6.com, Jakarta - Fenomena merendahkan orang lain, dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun melalui media, semakin menjadi perhatian publik.
Baru-baru ini, viral sebuah video seorang pendakwah yang dinilai mengolok-olok seorang penjual es teh. Perkataannya dianggap tidak pantas, terutama karena diucapkan di atas panggung dakwah.
Ironisnya, ujaran yang merendahkan tersebut justru membawa berkah bagi penjual es teh. Bantuan uang tunai mengalir dari berbagai pihak, bahkan ada kabar bahwa sepuluh biro umrah menawarkan pemberangkatan ibadah umrah secara gratis. Jika benar kabar itu, maka penjual es teh itu dikabarkan bisa melaksanakan ibadah umrah hingga sepuluh kali dalam setahun.
Advertisement
Dalam sebuah ceramah yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @AMRgaleri, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyoroti fenomena seperti ini. Menurutnya, ketika seseorang menghina atau mencela orang lain, sejatinya ia sedang merendahkan kehormatannya sendiri.
"Silakan menghardik, silakan menghina. Ketika kata-kata kotor keluar dari lisan, pada saat yang sama Anda sedang merendahkan kehormatan Anda di hadapan orang lain," tegas Ustadz Adi.
Ia melanjutkan bahwa dalam Islam, berkata kotor, mencaci maki, memprovokasi, hingga saling memecah belah adalah perbuatan yang dilarang. Semua itu tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga mencoreng martabat pelakunya sendiri.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Alasan Dilarang Berkata Kotor
Menurut Ustadz Adi, orang yang mencela akan dicela, orang yang menghina akan terhina. Hal ini merupakan sunnatullah, hukum alam yang berlaku dalam kehidupan sosial manusia. Setiap tindakan negatif akan memantul kembali kepada pelakunya.
"Kenapa kita dilarang berkata kotor? Karena itu akan menghilangkan kehormatan kita sebagai bawaan fitrah dalam kehidupan," ujar Ustadz Adi.
Ia mengingatkan bahwa Islam mengajarkan untuk menjaga lisan sebagai bagian dari iman. Seorang mukmin sejati tidak akan menggunakan lisannya untuk menyakiti hati orang lain, melainkan untuk menyampaikan kebaikan.
Dalam konteks kejadian viral tersebut, Ustadz Adi menegaskan bahwa sikap rendah hati dan penghormatan kepada sesama adalah cerminan dari keimanan yang kuat. Menurutnya, tidak ada alasan untuk merasa lebih baik daripada orang lain hanya karena perbedaan status sosial atau profesi.
"Islam mengajarkan kita untuk memuliakan orang lain, siapa pun dia. Ketika kita memuliakan orang lain, Allah akan memuliakan kita," jelasnya.
Ustadz Adi juga menyoroti pentingnya bersikap bijak, terutama di era digital saat ini. Perkataan atau tindakan yang merendahkan orang lain dapat tersebar luas dalam hitungan detik dan menimbulkan efek domino yang tidak diinginkan.
Â
Advertisement
Mulai Introspeksi Diri
"Di zaman sekarang, apa yang kita katakan bisa menjadi viral. Jika itu baik, kita akan mendapatkan pahala. Namun jika itu buruk, kita harus siap dengan konsekuensinya," tambahnya.
Ia mengajak umat Islam untuk menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran berharga. Ustadz Adi menyarankan agar setiap individu senantiasa menjaga lisan dan perbuatannya, baik dalam kehidupan nyata maupun di dunia maya.
"Mulailah dengan introspeksi diri. Tanyakan kepada diri sendiri, apakah ucapan atau tindakan kita sudah mencerminkan akhlak seorang muslim?" kata Ustadz Adi.
Ustadz Adi menutup ceramahnya dengan pesan mendalam tentang pentingnya menjaga kehormatan diri melalui akhlak yang mulia. Menurutnya, setiap manusia dilahirkan dengan fitrah kehormatan, dan tugas kita adalah menjaganya sebaik mungkin.
"Kehormatan itu adalah amanah dari Allah. Jangan kita nodai dengan sikap dan perkataan yang tidak pantas. Sebaliknya, gunakan itu untuk menebar kebaikan," pungkasnya.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa perilaku menghina atau mencela tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merusak citra diri sendiri. Sebagai umat Islam, menjaga kehormatan melalui akhlak dan lisan yang baik adalah wujud nyata dari keimanan yang sejati.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul