Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, kritik sering kali menjadi bagian dari interaksi sosial, tetapi cara menyampaikan kritik membutuhkan etika dan kebijaksanaan. Hal ini disampaikan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, dalam sebuah ceramahnya.
Gus Baha mengisahkan sebuah cerita menarik yang melibatkan Harun Al Rasyid, seorang khalifah yang dikenal cerdas dan bijaksana. Cerita ini menjadi refleksi tentang bagaimana seharusnya kritik disampaikan.
Advertisement
Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @masnawir, Gus Baha menjelaskan peristiwa ketika seorang mubaligh mendatangi Harun Al Rasyid dengan niat mengkritik. Namun, pendekatan mubaligh tersebut dinilai tidak sopan.
Advertisement
“Mubaligh itu datang dengan sikap sok suci, sok tahu dan keras, bilang ingin mengkritik kesalahan-kesalahan Harun Al Rasyid secara pedas,” ujar Gus Baha sambil menirukan percakapan tersebut.
Mendengar hal itu, Harun Al Rasyid merespons dengan penuh kebijaksanaan. Ia tidak langsung marah, tetapi menegur cara mubaligh tersebut dalam menyampaikan kritik.
“Harun Al Rasyid berkata, ‘Hei, mubaligh bento! Mengapa kamu datang dengan kemarahan dan tanpa etika? Apa alasanmu?’” kata Gus Baha, menirukan dialog Harun Al Rasyid.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Betapa Halusnya Nabi Musa AS saat Datangi Fir'aun
Harun Al Rasyid kemudian memberikan nasihat kepada mubaligh tersebut dengan mengutip kisah Nabi Musa AS yang diutus kepada Fir'aun. Dalam kisah tersebut, Nabi Musa diperintahkan untuk berbicara dengan sopan meskipun kepada seorang pemimpin yang sangat zalim.
“Allah mengutus seseorang yang lebih baik dari kamu, Nabi Musa, kepada orang yang lebih buruk dari aku, Fira'un. Tapi, Nabi Musa tetap diperintahkan untuk bersikap sopan dan lembut,” ujar Harun Al Rasyid seperti dituturkan oleh Gus Baha.
Kisah ini memberikan pelajaran penting bahwa kritik, sekeras apa pun, harus disampaikan dengan cara yang baik dan penuh penghormatan. Bahkan kepada mereka yang dianggap salah sekalipun.
Gus Baha menjelaskan bahwa peristiwa tersebut membuat mubaligh tersebut sadar dan meminta maaf. Ia akhirnya mengakui bahwa Harun Al Rasyid lebih berilmu dan bijaksana darinya.
“Harun Al Rasyid itu alim karena sering belajar kepada Imam Malik, sehingga memahami filosofi Al-Qur’an,” lanjut Gus Baha.
Cerita ini mengandung pesan moral yang relevan untuk kehidupan modern, terutama dalam era di mana kritik sering kali disampaikan tanpa pertimbangan etika. Gus Baha mengingatkan pentingnya kelembutan dalam menyampaikan masukan.
Menurut Gus Baha, sikap bijaksana seperti Harun Al Rasyid dapat menjadi teladan bagi siapa saja, termasuk para pemimpin. Meskipun di posisi tinggi, seorang pemimpin harus tetap terbuka terhadap kritik.
Advertisement
Pengingat Bahwa Kritik Harus Mengedepankan Adab dan Ilmu
Namun, bagi pemberi kritik, etika tidak boleh diabaikan. Kritik yang disampaikan dengan kasar tidak hanya menyakiti hati, tetapi juga dapat menghilangkan esensi pesan yang ingin disampaikan.
Gus Baha menambahkan bahwa Al-Qur’an telah memberikan banyak contoh bagaimana cara berbicara yang baik, termasuk dalam menyampaikan kebenaran. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan akhlak dalam setiap tindakan.
Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa ilmu dan kebijaksanaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Harun Al Rasyid, meskipun seorang khalifah, tidak merasa rendah hati untuk terus belajar dari para ulama.
Di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA, Gus Baha kerap menyampaikan ceramah yang mengedepankan akhlak dan hikmah. Pesan-pesan yang ia sampaikan selalu mudah dipahami dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Melalui ceramahnya, Gus Baha mengajak umat Islam untuk selalu introspeksi diri. Kritik yang baik bukan hanya soal isi, tetapi juga cara penyampaiannya.
Ia juga menekankan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga akhlak, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dengan cara ini, kritik tidak hanya menjadi masukan, tetapi juga dapat membangun hubungan yang lebih baik.
Ceramah ini menjadi pengingat bahwa dalam Islam, tidak ada tempat untuk sikap arogan, bahkan saat menyampaikan kebenaran. Sebaliknya, kelembutan adalah kekuatan yang dapat menyentuh hati.
Di akhir ceramahnya, Gus Baha menegaskan bahwa hikmah dari kisah Harun Al Rasyid ini adalah tentang pentingnya ilmu, kesabaran, dan sikap rendah hati. Tiga hal ini adalah fondasi untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.
Pesan Gus Baha ini tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin menjalani hidup dengan damai. Kritik yang dibalut dengan akhlak akan selalu lebih mudah diterima.
Dengan cara yang sederhana namun penuh makna, Gus Baha mengajarkan bahwa bahkan dalam perbedaan pendapat, ada ruang untuk kebaikan dan kedamaian.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul