Uang belum Cukup, Bolehkah Mencicil Aqiqah, Bagaimana Hukumnya?

Bagamana hukumnya mencicil aqiqah?

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jan 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 13:30 WIB
tujuan aqiqah
tujuan aqiqah ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Cilacap - Aqiqah adalah menyembelih kambing sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT atas kelahiran bayi. Biasanya aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran seorang bayi.

Rasa syukur dengan menyembelih kambing atas anugerah yang besar dari Allah SWT ini merupakan perbuatan yang sangat mulia.

Adapun hukum aqiqah bagi mereka yang mampu adalah sunnah muakkad. Bahkan sebagian ulama menghukumi wajib.

Jika kebetulan bayi yang lahir laki-laki, terdapat pertanyaan menarik seputar pelaksanaan aqiqah ini yaitu bolehkan mencicil aqiqah, yakni tidak menyembelih semua kambing dalam satu waktu?

 

Simak Video Pilihan Ini:

Hukum Mencicil Aqiqah

Ilustrasi domba
Ilustrasi domba (Wikipedia)... Selengkapnya

Mengutip NU Online, untuk menjawab permasalah ini, ada dua pokok pembahasan yang perlu dijelaskan.

Pertama, hukum menyembelih dua kambing untuk bayi laki-laki adalah bentuk Sunnah yang paling sempurna (Al-Akmal), Sedangkan kesunnahan aqiqah itu sendiri dapat dilakukan dengan satu kambing saja.

Artinya dengan menyembelih satu kambing untuk anak laki-laki, ia sudah menjalankan kesunnahan aqiqah dan mendapatkan pahalanya. Al-Khathib Asy-Syirbini menjelaskan bahwa kesunnahan aqiqah untuk anak laki-laki dapat dilakukan dengan satu kambing, hal ini berdasarkan hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah mengaqiqahi kedua cucunya yakni Hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing.

وَيَتَأَدَّى أَصْلُ السُّنَّةِ عَنْ الْغُلَامِ بِشَاةٍ وَاحِدَةٍ لِمَا رَوَى أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا

Artinya “pokok kesunnahan aqiqah untuk anak laki-laki dapat dilaksanakan dengan satu kambing, karena hadits yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih, Sesungguhnya Rasulullah saw melaksanakan aqiqah untuk Hasan dan Husain dengan satu kambing satu kambing” (Mughnil Muhtaj [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2018] juz IV, halaman 338).

Kedua, terkait hukum mencicil aqiqah. Dalam kitab-kitab Ulama, ditemukan dua keterangan yang dapat dijadikan acuan untuk menjawab permasalahan ini. Secara kesimpulan keterangan pertama menjelaskan bahwa aqiqah tidak dapat diulangi untuk kedua kalinya.

Sedangkan keterangan kedua menjelaskan bahwa di antara praktik aqiqah yang diperbolehkan adalah dengan cara menyembelih satu kambing, kemudian satu kambing lainnya disembelih di waktu berikutnya. Keterangan pertama disampaikan oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam pembahasan menyediakan makanan saat peringatan maulid Nabi saw.

Dalam penjelasannya, As-Suyuthi menegaskan bahwa aqiqah tidak dapat diulangi untuk yang kedua kalinya. Sehingga sembelihan aqiqah yang kedua yang dilakukan oleh Nabi saw adalah bentuk syukur atas kelahirannya sebagai pembawa rahmat untuk seluruh alam.

قُلْتُ وَقَدْ ظَهَرَ لِي تَخْرِيْجُهُ عَلَى أَصْلٍ آخَرَ وَهُوَ مَا أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِي عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ مَعَ أَنَّهُ قَدْ وَرَدَ أَنَّ جَدَّهُ عَبْدَ الْمُطَلِّبِ عَقَّ عَنْهُ فِي سَابِعِ وِلَادَتِهِ وَالْعَقِيْقَةُ لَاتُعَادُ مَرَّةً ثَانِيَّةً فَيَجْعَلُ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ الَّذِي فَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِظْهَارٌ لِلشُّكْرِ عَلَى إِيْجَادِ اللهِ إِيَّاهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَتَشْرِيْعٌ لِأُمَّتِهِ

Artinya “Aku berkata: Tampak bagiku pengambilan hukum dari dasar lain, yaitu apa yang diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi dari Anas, bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan aqiqah atas namanya setelah kenabiannya. Padahal diriwayatkan bahwa kakeknya Abdul Muthalib sudah melakukan aqiqah untuk Nabi SAW pada hari ketujuh kelahirannya, dan aqiqah tidak dapat diulang untuk kedua kalinya, maka penyembelihan yang dilakukan oleh Rasulullah ini sebagai tanda rasa syukur karena Allah telah menciptakan Muhammad sebagai rahmat bagi dunia dan pembawa syariat bagi umatnya” (Al-Hawi Lil-Fatawi [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz I, halaman 188)

Penjelasan As-Suyuthi ini juga didukung oleh ketengan Ibnu Hajar Al-Asqalani yang menjelaskan bahwa penyembelihan aqiqah tidak dapat diakhirkan salah satunya. Ketengan serupa juga disampaikan oleh badruddin Al-‘Aini Al-Hanafi dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Al-Bukhari.

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ قَالَ دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ رِوَايَةً عَنْ عَمْرٍو سَأَلْتُ زَيْدَ بْنَ أَسْلَمَ عَنْ قَوْلِهِ مُكَافِئَتَانِ فَقَالَ مُتَشَابِهَتَانِ تُذْبَحَانِ جَمِيْعًا أَيْ لَا يُؤَخَّرُ ذَبْحُ إِحْدَاهُمَا عَنِ الْأُخْرَى

Artinya, “Barangsiapa ingin melakukan ritual ibadah atas nama putranya, maka hendaklah dia melakukannya dengan dua ekor domba yang setara untuk anak laki-laki, dan satu ekor domba untuk anak perempuan. Dawud bin Qais meriwayatkan dari ‘Amr, aku bertanya kepada Zaid bin Aslam tentang maksud dari “dua ekor domba yang setara,” dan ia menjawab, “dua ekor domba yang sejenis, disembelih bersama-sama.” Artinya, penyembelihan yang satu tidak boleh ditunda dari yang lain.” (Fathul Bari, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2017] juz X, halaman 505).

Penyembelihan Dua Kambing Tidak Harus di Hari yang Sama

perbedaan kambing dan domba
perbedaan kambing dan domba ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Keterangan kedua disampaikan oleh seorang tokoh hadits dan fikih mazhab Hanafi, Al-Mulla Ali Muhammad Al-Qori saat mengkompromikan (menjami’kan) antara hadits tentang anjuran aqiqah dua kambing untuk anak laki-laki dan praktik aqiqah satu kambing yang dilakukan Rasulullah untuk cucu-cucunya.

Al-Qari menjelaskan bahwa praktik satu kambing tersebut menunjukkan bahwa penyembelihan dua kambing tidak harus dilakukan bersamaan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Ada kemungkinan Rasulullah SAW meyembelih satu kambing untuk cucunya pada hari kelahirannya, kemudian menyembelih lagi pada hari ketujuh.

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُوْنَ أَقَلُّ النَّدْبِ فِي حَقِّهِ عَقِيْقَةٌ وَاحِدَةٌ وَكَمَالُهُ ثِنْتَانِ وَالْحَدِيْثُ يَحْتَمِلُ أَنَّهُ لِبَيَانِ الْجَوَازِ فِي الْاِكْتِفَاءِ بِالْأَقَلِّ أَوْ دِلَالَةً عَلَى أَنَّهُ لَايَلْزَمُ مِنْ ذَبْحِ الشَّاتَيْنِ أَنْ يَكُوْنَ فِي يَوْمِ السَّابِعِ فَيُمْكِنُ أَنَّهُ ذَبَحَ عَنْهُ فِي يَوْمِ الْوِلَادَةِ كَبْشًا وَفِي السَّابِعِ كَبْشًا

Artinya “Adapun bagi anak laki-laki, boleh jadi minimal kesunnahan adalah satu binatang aqiqah yang menjadi haknya, dan kesempurnaannya adalah dua binatang aqiqah, dan hadis tersebut kemungkinan untuk menunjukkan diperbolehkan mencukupkan dengan batas minimal tersebut, atau menunjukkan bahwa menyembelih dua ekor domba tidak harus pada hari ketujuh, sehingga bisa saja disembelih seekor domba jantan pada hari kelahirannya, dan pada hari ketujuh disembelih lagi seekor domba jantan.” (Mirqotul Mafatih [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz VIII, halaman 79).

Sebagai catatan, terkait pendapat Al-Qori ini, belum ditemukan pendukung kuat dari mazhab Hanafi sendiri. Hal ini dikarenakan secara prinsip mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah boleh, tidak sunnah dan tidak wajib. (Abu Bakar bin Mas’ud Al-Kasani, Bada’ush Shanai’ [Syirkatul Mathbu’at Al-Ilmiyah, 1909] juz V, halaman 69).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut mazhab Syafi’iyah aqiqah tidak dapat dicicil, itu artinya orang yang mencicil aqiqah dua kali telah mendapatkan kesunnahan minimal aqiqah pada penyembelihan pertama. Sedangkan menurut Ali Al-Qari, aqiqah dapat dicicil dalam dua waktu yang berbeda. Wallahu a’lam

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya