Liputan6.com, Jakarta - Hidup bahagia tidak selalu berkaitan dengan harta atau status. KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang dikenal sebagai Gus Baha, mengungkapkan pandangan mendalam tentang kebahagiaan sejati yang dapat dirasakan bahkan menjelang ajal.
Dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @cahayainspirasi81, Gus Baha menceritakan pengalaman pribadi tentang sosok ayahnya (KH Nursalim) yang menjalani hidup juga dengan penuh kegembiraan meski dalam kondisi sederhana.
Advertisement
Ia menghubungkan cerita tersebut dengan kisah Nabi Yahya AS dan Jalaluddin Rumi.
Advertisement
Gus Baha menyampaikan, "Nabi Yahya itu happy hidupnya. Happy kayak bapak saya itu, hidupnya zaman miskin saja enggak pernah susah." Ia menambahkan, ayahnya bahkan tetap bersikap ceria dan suka bercanda menjelang wafatnya.
Sikap bahagia menghadapi kematian ini, menurut Gus Baha, mengingatkan pada kisah Jalaluddin Rumi. Ketika hendak wafat, Jalaluddin Rumi justru memarahi murid-muridnya yang menangis. Ia menyuruh mereka untuk bersukacita, karena kematian adalah pertemuan dengan Sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Gus Baha menceritakan dengan gaya khasnya, "Jalaluddin Rumi bilang, ‘Kamu murid-murid bodoh, saya ini mau ketemu kekasih malah kamu tangisi. Ayo joget semua!’” Cerita ini disampaikan dengan tawa ringan yang turut disambut oleh para jamaah yang hadir.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Sekilas Jalaluddin Rumi
Seperti diketahui Jalaluddin Rumi, adalah seorang sufi besar yang hidup di abad ke-13. Nama lengkapnya ialah Jalaluddin Muhammad bin Bahauddin Walad bin Husain bin Al-Khattabi Al-Bakri. Ia lahir di Balkh, Persia, pada 30 September 1207 M.
Sebagai seorang sufi dan penyair, Rumi memiliki pandangan hidup yang mendalam. Ia berasal dari keluarga terhormat yang religius. Ayahnya, Bahauddin Walad, dikenal sebagai ulama besar pada masanya dan diberi gelar Sultanul Ulama.
Selain itu, Rumi juga memiliki nasab yang mulia. Dari garis ayahnya, ia merupakan keturunan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama. Sementara dari garis ibunya, ia merupakan keturunan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat Islam.
Kisah Rumi yang tetap bahagia menjelang wafatnya menunjukkan filosofi hidupnya yang selalu memandang kematian sebagai bagian dari perjalanan menuju keabadian. Filosofi ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya husnul khatimah, yaitu akhir kehidupan yang baik.
Gus Baha menjelaskan, Nabi Yahya AS juga merupakan sosok yang penuh kebahagiaan dalam menjalani hidup. Nabi Yahya dikenal sebagai nabi yang sangat mencintai Allah dan selalu menjalankan perintah-Nya dengan tulus.
Menurut Gus Baha, kebahagiaan Nabi Yahya tidak bergantung pada duniawi. Sebaliknya, ia merasa cukup dengan menjalankan misi kenabian dan mendekatkan diri kepada Allah. “Happy hidupnya, karena fokusnya hanya untuk Allah,” ungkap Gus Baha.
Cerita ini menginspirasi para jamaah untuk merenungkan makna kebahagiaan sejati. Gus Baha menegaskan bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh harta, jabatan, atau pujian manusia, melainkan oleh hubungan seseorang dengan Sang Pencipta.
Advertisement
Manusia Terjebak Pada Kesedihan
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga menyindir kebiasaan manusia modern yang sering kali terjebak dalam kesedihan akibat mengejar hal-hal duniawi. Padahal, kebahagiaan sejati hanya bisa dirasakan oleh mereka yang ikhlas menerima takdir Allah.
Ceramah ini memberikan perspektif baru bagi banyak orang tentang cara menghadapi kematian. Gus Baha mendorong umat Islam untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan meninggalkan dunia dengan bahagia.
Ia juga menambahkan, kisah Jalaluddin Rumi dan Nabi Yahya adalah pelajaran penting bagi umat Islam untuk memaknai kehidupan dengan lebih mendalam. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju Allah.
Ceramah Gus Baha ini memberikan pelajaran penting bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa diraih jika seseorang menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya. Hidup dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan adalah kunci untuk mencapai husnul khatimah.
Sebagai penutup, Gus Baha berpesan agar umat Islam tidak terlalu bersedih saat menghadapi kematian. Sebaliknya, ia mendorong umat untuk bersyukur dan menyambutnya sebagai momen indah bertemu dengan Sang Pencipta.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa kehidupan adalah sementara, dan kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam kedekatan dengan Allah. Filosofi hidup ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul