Liputan6.com, Cilacap - Banyak kisah yang menceritakan tentang kedekatan ulama asal Rembang, KH Bisri Musthofa dengan Kiai Hamid Pasuruan atau kerap disapa Mbah Hamid Pasuruan.
Salah satunya ialah kisah kocak sebagaimana diceritakan KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) di sela-sela tausiyahnya beberapa waktu yang lalu.
Advertisement
Gus Baha bercerita, Kiai Bisri iseng menjual baju Mbah Hamid Pasuruan, lantaran tidak diberi bisyaroh atau bisyarah usai mengisi ceramah.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai informasi, bisyarah adalah semacam imbalan untuk ustadz, kiai sebagai ucapan rasa terima kasih, yang bertujuan untuk 'bebungah'.
Simak Video Pilihan Ini:
Baju Kiai Hamid Dijual
Alkisah, ketika itu Mbah Bisri diundang untuk mengisi ceramah dalam sebuah acara di kediaman Mbah Hamid Pasuruan. Namun, setelah selesai ceramah Mbah Bisri tidak diberi bisyaroh oleh Mbah Hamid.
Penyebabnya beliau tidak dikasih bisyarah sebab dirinya sudah berutang budi kepada Mbah Hamid sebab pernah didoakan memiliki mobil pribadi dan menjadi kenyataan.
“Suatu saat Mbah Bisri diundang Mbah Hamid tidak dikasih bisyaroh, karena utangnya sudah banyak Mbah Bisri,” kisah Gus Baha dikutip dari tayangan YouTube Short @senengnyantri, Selasa (21/01/2025).
“Utang tadi, utang doa tadi,” imbuhnya.
Rupanya Mbah Bisri tidak mau kalah. Meskipun tidak dikasih bisyaroh ceramah, beliau ikhlas. Sebagai gantinya beliau meminta baju Mbah Hamid untuk kemudian dijual kepada muhibbin Mbah Hamid.
Rupanya uang hasil penjualan baju Mbah Hamid ini jauh lebih besar dari jatah bisyarohnya itu.
“Ya udah tidak dikasih bisyaroh tidak apa-apa, bajumu kasihkan saya,” cerita Gus Baha.
“Dijual kepada muhibbinnya Mbah Hamid itu harganya melebihi jatahnya bisyaroh,” imbuhnya.
Advertisement
Sekilas Tentang KH Abdul Hamid Pasuruan
Mengutip NU Online, KH Abdul Hamid atau lebih dikenal Mbah Hamid lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang Jawa Tengah. Ayahnya bernama Abdullah bin Umar seorang tokoh Islam yang rajin dan taat beragama. Sedangkan ibunya bernama Raihannah, putri dari Kiai Shiddiq.
Pada usia tujuh tahun, Mu'thi dididik dan dibimbing sendiri oleh ayahnya dalam belajar Al-Qur'an dan dasar hukum Islam. Pada usia tujuh tahun itu pula ia sudah hafal nadham balaghah Jawahir Al-Maknum.
Kemudian dalam usia sembilan tahun ia sudah mulai menghafalkan kitab gramatika bahasa dan sastra Arab Alfiyah Ibnu Malik yang juga dengan bimbingan langsung dari ayahnya.
Sebagai orang yang taat beragama, ayah maupun ibunya memang mengharapkan agar anaknya bisa menjadi orang yang berbudi luhur di kemudian hari. Pada usia 12 atau sekitar tahun 1926-1927, ia dipondokkan ke Pesantren Kasingan Rembang. Pesantren ini diasuh oleh KH Kholil bin Harun, mertua KH Bisri Musthofa.
Di Pesantren Kasingan ia mendalami ilmu gramatika bahasa dan sastra Arab seperti Ilmu Nahwu, Shorof, Balaghah dan Arudh selama kurang lebih 1,5 tahun. Pada usia 13, ia diperintah ayahnya dan mengabdi kepada kakeknya Kiai Muhammad Shidiq (Mbah Siddiq) di Jember, Jawa Timur.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul