Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dikenal sebagai ulama yang tidak selalu menghadiri undangan pengajian. Hal ini bukan karena enggan, tetapi ada alasan tersendiri di balik kebiasaannya tersebut.
"Saya ini termasuk kiai yang susah diundang. Saya datang ke sini bukan karena UGM," ujar Gus Baha yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @Menikmatihalal.
Advertisement
Gus Baha menuturkan bahwa dirinya berhati-hati dalam menerima undangan agar tidak terjebak dalam perasaan takabur atau merasa lebih istimewa.
Advertisement
"Kiai itu kan harus jaga hatinya. Jangan-jangan diundang UGM jadi takabur. Tapi kalau nggak mau, takutnya malah dianggap sombong," tambahnya.
Ia juga membagikan pengalaman ketika pernah diundang untuk mengisi ceramah pengajian, tetapi tidak bisa hadir. Justru, ketidakhadirannya membawa keberuntungan bagi kiai lain.
"Saya pernah diundang ke sebuah acara, tapi nggak bisa datang. Ternyata, yang diundang sebagai pengganti adalah seorang kiai kecil, dan dia malah dapat banyak rezeki," kata Gus Baha.
Menurut Gus Baha, kiai kecil itu mendapat kesempatan lebih untuk berbicara di depan jamaah dan mendapat penghormatan lebih besar dari masyarakat setempat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Gus Baha dan Kiai Kecil
"Kalau saya datang, mungkin orang-orang hanya fokus ke saya. Tapi karena saya nggak datang, kiai kecil itu yang akhirnya jadi pusat perhatian," jelasnya.
Gus Baha menyadari bahwa dalam beberapa situasi, ketidakhadiran seorang kiai besar bisa membuka pintu rezeki bagi kiai lain yang mungkin jarang mendapat kesempatan.
"Kiai kecil itu cerita, ‘Gus, matur nuwun, jenengan nggak datang. Kalau jenengan datang, saya pasti nggak kepakai’," tutur Gus Baha menirukan ucapan kiai tersebut.
Hal ini membuat Gus Baha semakin berpikir bahwa menghadiri setiap undangan tidak selalu merupakan keputusan terbaik.
Ia menilai bahwa dalam dunia dakwah, ada keseimbangan yang perlu dijaga, termasuk dalam memberikan ruang bagi para kiai lain untuk berkembang.
"Saya mulai berpikir, jangan-jangan kalau saya datang ke acara-acara kecil, malah jadi menghentikan rezeki kiai lain," katanya.
Menurutnya, jika seorang kiai besar selalu hadir di berbagai acara, maka kiai kecil bisa kehilangan kesempatan untuk berbicara dan mendapatkan penghormatan dari masyarakat.
Advertisement
Selektif Hadiri Undangan Ngaji
"Ibaratnya seperti toko besar yang buka di sebelah kelontong kecil. Kalau saya selalu datang, bisa jadi yang kecil nggak laku," lanjutnya.
Namun, di sisi lain, tidak menghadiri undangan juga bisa dianggap sebagai sikap sombong oleh sebagian orang.
Karena itu, Gus Baha lebih selektif dalam menerima undangan, memastikan bahwa kehadirannya tidak membawa dampak negatif bagi orang lain.
Ia menegaskan bahwa berdakwah bukan hanya tentang hadir dan berbicara, tetapi juga tentang memberikan kesempatan bagi yang lain.
Dengan prinsip ini, ia berharap bisa tetap menjaga keseimbangan dan tidak mengurangi rezeki para kiai yang lebih kecil.
Menurutnya, dakwah bukan sekadar soal popularitas, tetapi juga soal bagaimana berbagi peran dalam menyebarkan ilmu agama.
Dengan demikian, selektivitas dalam menerima undangan bukan hanya soal kenyamanan pribadi, tetapi juga bagian dari etika dalam dunia dakwah.
Melalui pengalaman ini, Gus Baha menunjukkan bahwa kehadiran seorang ulama harus dipertimbangkan dengan bijak agar membawa manfaat bagi semua pihak.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul