Liputan6.com, Jakarta - Wudhu adalah menyucikan anggota tubuh dengan air untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu dilakukan agar muslim dapat melakukan beberapa ibadah tertentu.
Ada tiga ibadah yang menjadikan wudhu sebagai salah satu syarat melakukannya. Ibadah pertama adalah sholat. Salah satu dalilnya adalah hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Advertisement
“Allah tidak akan menerima sholat salah satu dari kalian jika kalian berhadats hingga kalian berwudhu." (HR Bukhari-Muslim).
Advertisement
Baca Juga
Ibadah kedua adalah tawaf alias mengelilingi Ka’bah, baik dalam umrah maupun haji. Hadisnya yaitu, “Tawaf di sekitar Ka’bah adalah seperti halnya salat.” (HR At-Tirmidzi).
Adapun yang ketiga adalah menyentuh mushaf Al-Qur’an. “Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an/tafsir tahlili), kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 79).
Jadi, jika ingin sholat, tawaf, dan menyentuh mushaf Al-Qur’an, muslim harus berwudhu terlebih dahulu. Ibadah-ibadah tersebut tidak akan sah apabila muslim melakukannya dalam keadaan berhadas.
Namun, ada kalanya muslim makan dan minum sebelum melaksanakan ibadah tersebut, padahal sudah berwudhu. Pertanyaannya, apakah jika makan setelah wudhu, wudhunya perlu diulang?
Simak berikut penjelasan Ustadz Adi Hidayat (UAH) dan Ustadz Khalid Basalamah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan UAH
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, UAH mengutip hadis riwayat Muslim nomor 828. Dalam hadis ini, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, apakah makan daging kambing membatalkan wudhu? Kemudian dijawab, tidak.
“(Kemudian) bertanya (lagi), wahai Rasulullah, apakah makan unta membatalkan wudhu? Kata nabi, iya, maka berwudhulah ketika Anda makan unta,” demikian disampaikan UAH, dinukil dari YouTube Kunang Kunang, Rabu (5/2/2025).
Secara tekstual dapat disimpulkan bahwa hanya unta saja yang jika dimakan harus berwudhu lagi sebelum melaksanakan sholat, tawaf, atau menyentuh mushaf Al-Qur’an. Sedangkan, jika makan makanan selain unta tidak masalah apabila tidak wudhu ulang.
“Nah, yang kontekstual bukan melihat untanya, tapi melihat pada jenis makanannya. Di Arab itu kalau diurut makanannya dari daging yang paling standar, orang Arab makan kambing biasa, (tapi) kambing di Arab dengan di kita beda, baunya lebih menyengat kambing di sini,” tutur UAH.
“Tapi unta berbeda, kalau makan sekaligus daging unta saat itu, sementara membersihkan (dengan) siwak saja, belum ada semacam odol dan sebagainya saat itu, maka ketika digunakan sholat baunya masih ada,” lanjutnya.
Kemudian dipahami secara kontekstual bahwa setiap makanan yang punya jenis sifat seperti unta jika dimakan masih mengeluarkan bau yang tidak sedap dan dapat berpengaruh pada kekhusyuan dalam ibadah, maka yang terbaik adalah berwudhu kembali.
“Misal jengkol dan saudara-saudaranya yang menghasilkan bau tidak sedap. Anda saja sudah merasa tidak sedap, bagaimana Anda menghadap Allah?” tandas UAH.
Advertisement
Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah
Menurut Ustadz Khalid Basalamah, orang yang makan dan minum tidak perlu wudhu ulang. Hanya saja, ia dianjurkan untuk membersihkan area mulutnya sebelum melaksanakan sholat atau ibadah yang mengharuskan berwudhu.
“Karena salah satu yang membatalkan sholat (adalah) makan dalam sholat. Kalau ada sisa makanan (saat sholat) gak boleh dikunyah lagi, makanya disunnahkan terutama dalam mazhab Syafi’i untuk berkumur-kumur setelah makan untuk membersihkan sisa makanan itu,” jelasnya, dikutip dari YouTube Kumpulan Tanya Jawab Sunnah.
Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah selaras dengan keterangan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab. Mengutip NU Online, Imam Nawawi menerangkan bahwa makan dan minum bukan termasuk perbuatan yang membatalkan wudhu, baik makan makanan yang dimasak di atas api (listrik), seperti gulai ikan, rendang, tengkleng dan semisalnya, ataupun makanan yang tidak memerlukan api untuk memasaknya, seperti apel, jeruk, salak, dan buah-buahan lainnya.
Untuk itu, orang yang sudah berwudhu, sebelum sholat kemudian makan, maka makanan tersebut tidak membatalkan wudhunya, terlepas dari jenis makanan atau bagaimana cara memasaknya. Simak penjelasan Imam An-Nawawi berikut.
ومذهبنا أنه لا ينتقض الوضوء بشيء من المأكولات، سواء ما مسته النار وغيره غير لحم الجزور وفي لحم الجزور بفتح الجيم وهو لحم الإبل قولان، الجديد المشهور لا ينتقض، وهو الصحيح عند الأصحاب والقديم أنه ينتقض
Artinya: "Menurut mazhab kami, wudhu tidak batal dengan sesuatu yang dimakan, baik yang dimasak maupun tidak, kecuali daging jazur (unta). Dalam hal daging jazur (dengan dibaca fathah huruf jim-nya, yaitu daging unta), terdapat dua pendapat. Pendapat qaul jadid yang masyhur adalah tidak batal, dan ini adalah pendapat sahih menurut para ulama Ashab. Sementara qaul qadim menyatakan makan daging jazur membatalkan batal." (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, jilid II, halaman 65).
Hal ini selaras dengan hadis yang bersumber dari riwayat Jabir bin Abdullah, bahwa pada masa Rasulullah Saw., beliau dan para sahabat setelah wudhu sering sekali makan terlebih dahulu, kemudian baru melaksanakan sholat, tanpa wudhu kembali. Artinya, makan bukanlah perkara yang membatalkan wudhu seseorang.
أنَّهُ سَأَلَهُ عَنِ الوُضُوءِ ممَّا مَسَّتِ النَّارُ، فَقالَ: لَا، قدْ كُنَّا زَمَانَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لا نَجِدُ مِثْلَ ذلكَ مِنَ الطَّعَامِ إلَّا قَلِيلًا، فَإِذَا نَحْنُ وجَدْنَاهُ لَمْ يَكُنْ لَنَا مَنَادِيلُ إلَّا أكُفُّنَا وسَوَاعِدُنَا وأَقْدَامُنَا، ثُمَّ نُصَلِّي ولَا نَتَوَضَّأُ
Artinya: "Bahwa Sa'id bin Al-Harits bertanya kepada Jabir bin Abdillah tentang wudhu dari makanan yang terkena api, lalu ia menjawab: "Tidak. Dahulu pada masa Nabi saw kami tidak menemukan makanan seperti itu kecuali sedikit. Jika kami menemukannya, kami tidak memiliki sapu tangan kecuali telapak tangan, lengan, dan kaki kami. Kemudian kami sholat dan tidak berwudhu." (HR Al-Bukhari).
Wallahu a’lam.