Bolehkah Memperpanjang Tahiyat Akhir untuk Memperbanyak Doa? Simak Ulasannya

Jika doa tersebut terlalu panjang hingga melebihi waktu yang dibutuhkan untuk membaca tasyahud dan shalawat kepada Nabi Muhammad, maka hukumnya menjadi makruh.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2025, 04:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2025, 04:30 WIB
Ibadah Sholat
Umat muslim melaksanakan ibadah sholat berjamaah (Pexels/Kafeel Ahmed)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Dikisahkan, di sebuah masjid, suasana sholat berjamaah yang seharusnya khusyuk mendadak berubah ketika seorang makmum mengeluhkan lamanya imam dalam duduk tahiyat akhir.

Setelah sholat usai, sang imam menjelaskan bahwa ia sengaja memperpanjang doa setelah tasyahud akhir karena hal tersebut merupakan sunnah. Namun, benarkah tindakan ini sesuai dengan ajaran Islam?

Dalam Islam, ada banyak pendapat mengenai lamanya doa dalam sholat, terutama dalam posisi sujud dan tahiyat akhir. Beberapa ulama menekankan pentingnya memperbanyak doa di saat-saat tertentu dalam sholat, tetapi ada pula aturan yang mengatur durasi agar tidak memberatkan jamaah.

Menanggapi persoalan ini, dikutip dari laman Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB dijelaskan bahwa memang benar doa setelah tasyahud akhir sebelum salam adalah sunnah.

Namun, jika doa tersebut terlalu panjang hingga melebihi waktu yang dibutuhkan untuk membaca tasyahud dan shalawat kepada Nabi Muhammad, maka hukumnya menjadi makruh.

Hal ini berlandaskan pada prinsip bahwa sholat berjamaah harus mempertimbangkan kondisi makmum. Imam tidak boleh memperlama satu bagian sholat secara berlebihan hingga mengakibatkan ketidaknyamanan bagi jamaahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Diperpanjang jika Sholat Sendirian

Suasana Sholat Jumat Minggu Ketiga Ramadhan di Masjid Istiqlal
Ilustrasi pelaksanakan sholat Jumat . (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Sementara itu, mengutip laman NU Online disebutkan bahwa dalam Islam, waktu terbaik untuk memperbanyak doa adalah ketika sujud. Rasulullah, bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

"Momentum terdekat seorang hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa saat itu." (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i)

Namun, ulama menekankan bahwa anjuran ini lebih ditekankan pada sholat sendiri atau sholat sunnah. Dalam sholat berjamaah, imam dianjurkan membaca surat-surat pendek, menyempurnakan rukuk, itidal, dan sujud dengan tuma’ninah, tanpa memperlama bagian tertentu secara berlebihan.

Nabi Muhammad sendiri memberikan pesan kepada para imam agar mempertimbangkan kondisi makmumnya. Dalam hadis riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, Rasulullah bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِي النَّاسِ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَذَا الْحَاجَةِ

"Bila salah seorang di antara kalian mengimami orang banyak, hendaknya ia meringankan (sholatnya), karena di tengah jamaah terdapat orang lemah, orang sakit, dan orang yang memiliki keperluan."

Pakar fikih KHM Syafi’i Hadzami juga membahas persoalan ini dalam kitabnya Taudhihul Adillah. Dalam karyanya, ia menegaskan bahwa memperlama sujud untuk berdoa memang sunnah, tetapi tidak ada ketentuan khusus bahwa doa panjang harus dilakukan pada sujud terakhir.

Bagi seorang imam, memperpanjang bagian tertentu dari sholat berjamaah tanpa seizin makmum dapat menjadi masalah. Syafi’i Hadzami menjelaskan bahwa imam tidak boleh memperpanjang tasbih dalam sujud lebih dari tiga kali atau menambahkan doa berlebihan, karena hal itu bisa menyulitkan jamaah.

Dalam realitasnya, tidak semua makmum memiliki kondisi yang sama. Ada yang sudah lanjut usia, sakit, terburu-buru karena pekerjaan, atau memiliki urusan penting lainnya. Oleh karena itu, imam dituntut untuk menyeimbangkan antara menjaga kesempurnaan sholat dan kemudahan bagi makmum.

Perhatikan Kondisi Jamaahnya

Presiden Jokowi Bertakziah ke Persemayaman Almarhum Buya Syafii Maarif
Ilustrasi sholat berjamaah. (Foto:Muchlis Jr-Biro Pers Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Masalah ini juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah memperpendek sholatnya ketika mendengar tangisan seorang bayi agar ibunya tidak terbebani.

Hadis ini menjadi dalil bahwa Rasulullah selalu mempertimbangkan kondisi jamaahnya ketika menjadi imam. Artinya, seorang imam harus memahami kebutuhan makmumnya dan tidak hanya berfokus pada kesempurnaan ibadah secara pribadi.

Dari berbagai pandangan ulama, dapat disimpulkan bahwa memperbanyak doa dalam sholat adalah anjuran yang baik. Namun, dalam konteks sholat berjamaah, imam sebaiknya tidak memperpanjang bagian tertentu secara berlebihan.

Imam harus memahami bahwa dalam jamaahnya ada orang-orang dengan kondisi berbeda. Jika ingin berlama-lama dalam doa, lebih baik dilakukan saat sholat sendiri atau sholat sunnah, bukan dalam sholat fardhu yang diimami.

Jika imam tetap memanjangkan tahiyat akhir tanpa mempertimbangkan makmum, maka tindakan tersebut dapat makruh, sebagaimana dijelaskan dalam kitab fikih.

Di sisi lain, bagi makmum yang merasa terganggu dengan lamanya doa imam, mereka dapat menegurnya dengan cara yang santun. Mengingatkan imam tentang pentingnya keseimbangan dalam sholat bukan berarti menolak sunnah, tetapi justru membantu menjaga kekhusyukan dan kenyamanan ibadah bagi semua jamaah.

Dalam Islam, ibadah tidak hanya tentang kesempurnaan pribadi, tetapi juga tentang kemudahan dan kebermanfaatan bagi sesama. Oleh karena itu, seorang imam harus bijak dalam memimpin sholat, memastikan bahwa setiap jamaah dapat beribadah dengan nyaman tanpa merasa terbebani.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya