Liputan6.com, Jakarta - Puasa merupakan salah satu kewajiban bagi setiap Muslim. Selain puasa di bulan Ramadan, ada juga puasa lain yang wajib dilakukan sebagai bentuk nazar atau janji kepada Allah SWT.
Puasa nazar ini biasanya dilakukan sebagai bentuk pengorbanan maupun ungkapan rasa syukur setelah terkabulnya sebuah hajat atau permohonan tertentu.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Namun, dalam kondisi tertentu misalnya ketika seseorang bernazar untuk puasa selama tiga hari, kemudian haid datang di hari kedua yang menyebabkan puasa nazar batal.
Pertanyaannya, apakah puasa yang dilakukan pada hari pertama dianggap tidak sah atau bisa dilanjutkan setelah haid selesai? Atau ada konsekuensi lainnya seperti harus membayar kafarat?
Saksikan Video Pilihan ini:
Larangan Puasa bagi Wanita Haid
Sebagaimana yang kita pahami bahwa wanita haid memiliki beberapa larangan menjalankan ibadah, salah satunya puasa. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 222. Al-Imam Tajuddin Abdul Wahhab Ibn ‘Ali Ibn Abdil Kafi al-Subuki dalam karyanya Al-Subuki, al-Ibhâj Fî Syarh Minhâj al-Wushûl Ilâ ‘Ilm al-Ushûl menyebutkan:
وامتناع الصوم شرعا على الحائض بالإجماع فيحرم عليها ولا يصح
Artinya: “Larangan berpuasa menurut syara’ bagi wanita haid adalah berdasarkan ijma‘, sehingga mereka haram berpuasa dan memang tidak sah”
Puasa nazar adalah puasa yang dijalankan sebab adanya janji (nazar) kepada Allah SWT sebagai bentuk permohonan untuk tercapainya maksud tertentu atau bukti syukur karena telah terpenuhinya sesuatu.
Hukum puasa tersebut menjadi wajib karena terdapat shighat nazar atau ‘janji’ kepada Allah. Apabila tidak dilaksanakan seseorang tersebut harus membayar kafarat atau denda, seperti halnya ketentuan kafarat yang tersirat pada QS. Al-Maidah ayat 89.
Advertisement
Ketentuan Puasa Nazar Menurut Para Ulama
Dilansir dari laman bincangmuslimah.com, berdasarkan konteks pertanyaan sebelumnya maka ada dua hal yang perlu dititikberatkan. Pertama, perihal sah atau tidaknya melaksanakan puasa nazar selain pada hari yang diniatkan. Kedua, penyebab ketidaksesuaian pelaksanaannya adalah karena haid.
Pembahasan pertama, Imam Nawawi dalam kitab Raudhah al-Talibin Ed: Zahir al-Syawisy jld 3, hlm 308 menyebutkan:
- Jika seseorang telah bernazar untuk berpuasa pada hari tertentu namun tidak ditentukan secara pasti, maka ia dapat memilih untuk berpuasa pada hari apa saja sesuai nazarnya. Misalnya: “aku bernazar puasa hari Kamis”. Di sini tidak ada spesifikasi Kamis untuk minggu ini atau minggu depan, maka ia dapat memilih untuk berpuasa pada hari Kamis mana saja yang diinginkannya.
- Jika terdapat penyebutan rinci perihal hari puasa nazar, mayoritas ulama berpendapat tidak sah jika tidak dilaksanakan sesuai hari yang dinazarkan. Imam Nawawi juga mengatakan, apabila puasa nazar yang dilaksanakan setelah waktu yang ditentukan, maka dianggap sebagai puasa qadha.
Pembahasan Kedua, terdapat beberapa pendapat perihal puasa nazar yang tidak dilaksanakan sesuai ketentuan sebab datangnya haid.
- Mengutip dari bincangsyariah.com, Darul Ifta’ Misriyyah menyebutkan bahwa jika masa haid bertepatan dengan puasa yang dinazarkan maka tidak perlu ada qadha karena memang puasa pada hari tersebut adalah tidak sah. Sebagaimana tidak wajib mengqadha puasa nazar jika bertepatan dengan hari-hari yang diwajibkan berpuasa seperti di bulan Ramadhan. Begitu juga tidak wajib bertepatan dengan hari-hari yang diharamkan berpuasa seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari Tasyrik.
- Syekh Zakariyya al-Ansari juga mengemukakan pendapatnya jika ada seseorang bernazar puasa rutin pada setiap hari Senin, maka puasanya tidak perlu diqadha jika hari Senin itu bertepatan pada bulan Ramadhan atau pada hari diharamkannya puasa dan hari wanita yang sedang haid maupun nifas. Hal ini dikarenakan hari tersebut tidak termasuk dalam nazarnya. Keterangan ini tercuplik dalam Asna al-Mathalib fi Syarh Raud al-Thalib, j1d 1, hlm 583.
- Sedangkan Irsyadul Fatwa, portal Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan (Kuala lumpur, Putrajaya dan Labuan) merilis fatwa perihal wanita yang tidak bisa berpuasa nazar pada hari yang ia telah tentukan sebab datangnya haid. Maka dalam hal ini ia dimaafkan dan wajib membatalkan puasanya. Namun, ia harus mengganti puasanya setelah suci dari masa haidnya.
Konsekuensi Jika Puasa Nazar Batal Karena Haid
Bilamana ditarik benang merah dari pertanyaan di atas, hukum puasa hari pertama Fulanah adalah sah. Selanjutnya untuk puasa hari kedua dan ketiga jika kembali pada beberapa pendapat di atas, dapat dilanjutkan setelah ia suci. Hal ini bukan merupakan qadha, namun hanya meneruskan nazar atau janji yang tertunda karena uzur syar’i.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadis Sahih Bukhari:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللهُ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ
Artinya: “Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Al-Bukhari)
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)