Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang meyakini bahwa seluruh manusia adalah keturunan Nabi Adam AS. Namun, menurut Gus Baha, pemahaman ini perlu dikaji ulang berdasarkan penjelasan dalam Al-Qur'an.
Dalam suatu pengajian, Gus Baha mengajukan pertanyaan yang mengejutkan. "Coba jenengan sekarang ini turunannya nabi siapa? Sekarang jenengan ini wajah-wajah di depan saya ini turunannya siapa?" tanyanya.
Advertisement
"Nabi Adam AS? Kalau keturunan Nabi Muhammad kan habaib-habaib, hahaha," lanjutnya dalam ceramah yang dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @ghazalianschool.
Advertisement
Gus Baha kemudian menjelaskan bahwa secara teknis, menyebut diri sebagai keturunan Nabi Adam AS memang benar, tetapi tidak sepenuhnya tepat.
Hal ini karena dalam sejarah Islam, pernah terjadi peristiwa besar yang mengubah garis keturunan manusia. Peristiwa itu adalah banjir besar di zaman Nabi Nuh AS.
Menurutnya, dalam beberapa surat Al-Qur'an, terutama dalam Surah Al-Isra, manusia memiliki dua status, Bani Adam dan Bani Nuh.
"Dzurriyatu Adam pernah inqoradu, yaitu ketika kena taufan itu habis semua kecuali orang 80 yang ikut perahunya Nabi Nuh," jelasnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Orang yang Tak Ikut Kapal Nabi Nuh AS Musnah
Artinya, seluruh keturunan Nabi Adam yang tidak ikut bahtera Nabi Nuh musnah dalam banjir. Sejak saat itu, manusia yang hidup adalah mereka yang berasal dari kelompok kecil yang selamat.
Karena itulah, menurut Al-Qur'an, generasi setelah Nabi Nuh lebih tepat disebut sebagai keturunan dari mereka yang diselamatkan di atas perahu, bukan semata-mata keturunan Nabi Adam.
"Sehingga generasi setelah itu disebut Allah dzurriyatan hamalna ma’a Nuh. Sampean semua ini keren karena turunan Nabi Nuh, tapi ojo nyaingi habaib, gak level," kata Gus Baha sambil tersenyum.
Dalam kesempatan itu, Gus Baha juga membahas peran Nabi Nuh sebagai bapak kedua manusia setelah Nabi Adam.
"Era Nabi Nuh ini bapak kedua. Sing kafir tenggelam kabeh, terus ada orang 80 semuanya mukmin," terangnya.
Peristiwa itu menjadi titik balik dalam sejarah manusia. Orang-orang yang menolak ajaran Nabi Nuh tidak mendapat kesempatan kedua dan musnah dalam bencana tersebut.
Sementara itu, mereka yang beriman kepada Allah dan mengikuti Nabi Nuh mendapatkan keselamatan, menjadi cikal bakal generasi manusia setelahnya.
Advertisement
Sisanya, Dzurriyatan Hamalna Nuh
Pemahaman ini didasarkan pada ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan manusia sebagai dzurriyatan hamalna Nuh, yakni keturunan yang diangkat di atas bahtera Nabi Nuh.
Konsep ini memperjelas bahwa seluruh manusia saat ini adalah keturunan orang-orang yang selamat dari banjir besar, bukan dari semua keturunan Nabi Adam.
Gus Baha mengingatkan bahwa hal ini tidak mengurangi kedudukan Nabi Adam sebagai manusia pertama, tetapi lebih pada pemahaman sejarah Islam yang lebih akurat.
Dengan pemaparan ini, banyak orang menjadi lebih paham mengenai asal-usul manusia dalam perspektif Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an.
Ia juga mengajak para santri dan jemaah untuk terus mengkaji Al-Qur'an agar tidak salah memahami konsep keturunan dalam Islam.
Selain itu, pemahaman ini juga menunjukkan bagaimana Allah menjaga garis keturunan manusia melalui orang-orang pilihan yang tetap beriman.
Sebagai penutup, Gus Baha mengingatkan bahwa lebih penting dari sekadar mengetahui garis keturunan adalah bagaimana seseorang beriman dan menjalankan agama dengan baik.
Sejarah membuktikan bahwa yang bertahan bukanlah sekadar mereka yang memiliki garis keturunan mulia, tetapi yang tetap beriman kepada Allah.
Dengan pemahaman ini, manusia bisa lebih menghargai perjalanan sejarah Islam dan memperkuat keimanan dengan ilmu yang lebih mendalam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)