Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang menganggap kenikmatan terbesar berupa harta, jabatan, atau hal-hal besar lainnya. Namun, menurut Gus Baha, alas kaki seperti sandal justru termasuk salah satu nikmat yang luar biasa.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Rembang, Jawa Tengah, mengisahkan tentang pentingnya sebuah sandal dalam kehidupan sehari-hari.
"Kenapa saya ngaku orang alim? Kulo niku terkenal pinter asline yo risih. Tapi kadang nggih seneng kasihan guru saya, Mbah Moen. Dadi nak ono wong saleh ngaku pinter iku niate ora sombong tapi ngergani atau menghargai guru," ujar Gus Baha, dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @ghazalianschool.
Advertisement
Dalam ceramahnya, Gus Baha menyampaikan kisah ini dengan gaya khasnya yang santai namun penuh makna. Dalam salah satu riwayat, ada sahabat Nabi Muhammad SAW yang ditanya mengenai apa yang dimilikinya, lalu ia menjawab bahwa salah satu hartanya adalah sandal.
Saat ditanya kenapa menyebut sandal sebagai sesuatu yang berharga, sahabat tersebut menjelaskan bahwa hidup di tanah Arab yang panas tanpa sandal sangatlah sulit.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Gus Baha Kehilangan Sandal di Arab
Gus Baha kemudian menambahkan kisah pengalamannya sendiri saat berada di Masjidil Haram dan kehilangan sandal.
"Kulo nate merasakan di Masjid Haram sandalku ilang. Menuju hotel 600 meter, ampun-ampunan tenan," ungkapnya.
Dari kejadian itu, ia semakin memahami betapa berharganya sebuah sandal, terutama di tempat yang cuacanya panas menyengat.
Gus Baha melanjutkan kisahnya tentang seorang sahabat Nabi yang pernah mengeluh sebagai orang termiskin.
Sahabat itu berkata kepada Nabi Muhammad SAW bahwa dirinya tidak memiliki harta sama sekali dan merasa paling miskin di antara yang lain.
Namun, Nabi bertanya lagi, "Kowe duwe sandal?" dan sahabat itu menjawab bahwa dirinya masih memiliki sandal.
Nabi kemudian berkata, "Yo wis, saiki ga sah pakai sandal kalau begitu."
Seketika sahabat itu menyadari betapa sulitnya hidup tanpa sandal, terutama di wilayah Arab yang penuh dengan pasir panas.
Advertisement
Pelajaran dari Kisah Sandal
Dari kisah ini, Gus Baha ingin menegaskan bahwa terkadang manusia lupa bersyukur atas hal-hal kecil yang sebenarnya merupakan nikmat luar biasa.
Sering kali, orang menganggap hanya harta yang melimpah yang bisa disebut sebagai nikmat, padahal sesuatu yang sederhana seperti sandal pun bisa menjadi anugerah besar.
Ia juga mengajak setiap orang untuk merenungkan betapa banyak nikmat yang telah diberikan oleh Allah, termasuk yang selama ini dianggap sepele.
Dengan gaya khasnya yang penuh humor, Gus Baha menyampaikan bahwa seseorang baru menyadari nikmat sesuatu ketika kehilangan atau kesulitan mendapatkannya.
Sandal mungkin terlihat sederhana, tetapi dalam kondisi tertentu, bisa menjadi barang yang sangat berharga dan tak tergantikan.
Pelajaran dari kisah ini adalah bahwa setiap nikmat yang diberikan, sekecil apa pun, patut untuk disyukuri.
Tidak perlu menunggu kaya raya atau memiliki harta berlimpah untuk merasa beruntung, karena hal-hal kecil seperti sandal pun bisa menjadi karunia besar.
Dengan selalu bersyukur, seseorang akan lebih mudah merasa bahagia dan puas dengan apa yang dimiliki dalam hidup.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
