Liputan6.com, Damaskus - Untuk pertama kalinya dalam lebih dari lima dekade, warga ibu kota Suriah menjalani bulan suci Ramadan tanpa kepemimpinan keluarga al-Assad.
Bashar al-Assad, yang menggantikan ayahnya, Hafez al-Assad, digulingkan dalam kudeta dramatis oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada Desember lalu.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip Euro News, Senin (3/3/2025), situasi di Damaskus pun berubah drastis. Beberapa restoran dan kafe tetap buka, tetapi sebagian besar memilih tutup seiring dimulainya bulan penuh ibadah dan puasa bagi umat Muslim.
Advertisement
Kementerian Wakaf sementara Suriah mengeluarkan perintah tegas agar semua restoran, kafe, dan pedagang makanan jalanan tidak beroperasi di siang hari. Mereka juga melarang makan dan minum di tempat umum dengan ancaman sanksi, termasuk denda dan hukuman penjara hingga tiga bulan.
"Tahun ini, setelah jatuhnya rezim, ada banyak penegasan mengenai larangan makan di tempat umum saat puasa, dengan hukuman bagi pelanggar. Ini adalah sesuatu yang baru, baik, dan harus dihormati agar Ramadan benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya," kata Munir Abdallah, seorang warga Damaskus.
Warga lainnya menyambut baik aturan ini, menganggapnya sebagai bentuk penghormatan terhadap Ramadan. Mereka membandingkan suasana tahun ini dengan Ramadan sebelumnya di bawah pemerintahan al-Assad, yang menurut mereka kurang terasa nuansa religiusnya.
"Sebelum kejatuhan rezim al-Assad, Ramadan terasa biasa saja. Tidak ada perbedaan dengan bulan-bulan lainnya. Tapi sekarang, suasana Ramadan begitu terasa. Restoran tutup, orang-orang tidak makan di tempat umum, tidak ada yang merokok sembarangan," ujar Mohammad Kousa.
Meski banyak yang menyambut baik perubahan ini, beberapa pihak khawatir bahwa Suriah di bawah kepemimpinan interim Ahmed al-Sharaa bisa beralih menjadi negara Islam yang lebih ketat dalam menjalankan hukum syariah.
Ramadan Penuh Kemenangan dan Kebebasan
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi, Menteri Urusan Keagamaan sementara, Hussam Haj-Hussein, menyebut Ramadan tahun ini sebagai "Ramadan kemenangan dan pembebasan."
Sementara itu, al-Sharaa sendiri sebelumnya telah meyakinkan para pemimpin dunia bahwa pemerintahannya tetap akan menghormati keberagaman agama dan sekte di Suriah. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan pemerintahnya tidak akan menghambat kebebasan individu atau memaksakan aturan berbasis agama dalam kehidupan publik.
Namun, dengan sanksi berat bagi mereka yang melanggar aturan Ramadan, ada kekhawatiran bahwa warga akan merasa terpaksa mengikuti tradisi karena takut akan konsekuensi hukum.
Â
Advertisement
