Liputan6.com, Jakarta - Kisah kelahiran KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen menjadi catatan penting dalam sejarah tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Sosok ulama karismatik ini tidak hanya dikenang karena keilmuannya, tetapi juga karena kisah spiritual yang melingkupi kelahirannya.
KH Maimoen Zubair lahir pada 28 Oktober 1928 di Rembang, Jawa Tengah. Ia wafat pada 6 Agustus 2019 di usia 90 tahun, meninggalkan warisan keilmuan dan keteladanan yang sangat luas. Di balik kelahirannya, tersimpan kisah yang menakjubkan dan menggugah hati.
Advertisement
Dalam satu kesempatan, Mbah Moen menceritakan asal-usul kelahirannya yang melibatkan tiga ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yaitu KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Kisah ini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Mbah Moen sebagai tokoh NU sejati.
Advertisement
Menurut penuturannya, ketiga ulama tersebut meludahi segelas air dan meminumkannya kepada ibunya yang sedang mengandung. Tak lama setelah itu, ia pun dilahirkan ke dunia. Kisah ini mengandung nilai spiritual yang sangat tinggi dalam tradisi keislaman pesantren.
Dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, yang dikutip Minggu (13/04/2025), kisah ini disampaikan langsung oleh Mbah Moen. Tayangan tersebut memperlihatkan bagaimana ia mengenang peristiwa penuh karomah tersebut dengan penuh ketulusan dan kesyukuran.
Dalam video tersebut, Mbah Moen mengungkapkan rasa keterikatannya yang mendalam dengan NU. Ia merasa tidak bisa dipisahkan dari NU dan juga sosok Gus Dur yang merupakan cucu KH Hasyim Asy’ari. Hubungan batin yang kuat ini menjadi dasar dari perjuangannya selama hidup.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Mbah Moen Tak Bisa Lepas dari NU
“Karena saya lahir dari karomah tiga ulama besar NU, maka saya tidak bisa lepas dari NU dan Gus Dur,” ungkapnya dalam video tersebut. Pernyataan itu mengandung makna mendalam tentang silsilah perjuangan ulama pesantren.
Kisah ini juga menggambarkan betapa para pendiri NU memiliki kedudukan spiritual yang tinggi, bahkan diyakini memiliki karomah. Dalam banyak tradisi pesantren, karomah para ulama adalah sesuatu yang diyakini dan menjadi penguat keyakinan masyarakat.
Kelahiran Mbah Moen yang diyakini penuh keberkahan juga menjadi simbol kelanjutan perjuangan para pendiri NU dalam tubuh pesantren dan umat Islam Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh yang mempersatukan dan menjadi rujukan bagi banyak kalangan.
Selama hidupnya, Mbah Moen tidak hanya menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, tetapi juga seorang tokoh yang aktif memberikan nasihat kebangsaan. Suaranya kerap menjadi penentu dalam dinamika umat dan bangsa.
Ketegasannya dalam prinsip, kelembutan dalam bertutur, serta kedalaman ilmu menjadi ciri khasnya. Ia dikenal mampu menjembatani antara nilai-nilai pesantren dan kebutuhan zaman modern tanpa kehilangan substansi ajaran Islam.
Kisah kelahirannya yang sarat dengan unsur karomah itu kini menjadi inspirasi banyak santri dan masyarakat umum. Bahwa lahirnya seorang ulama bukan sekadar proses biologis, tetapi juga melibatkan dimensi spiritual dan doa para wali.
Dalam sejarah NU, kisah-kisah seperti ini tidak jarang dijumpai. Tradisi lisan pesantren sarat dengan cerita tentang keajaiban dan keberkahan para ulama. Hal ini bukan untuk mengultuskan, tetapi menjadi cara untuk merawat sanad keilmuan dan spiritual.
Advertisement
Warisan Mbah Moen
Mbah Moen sendiri tak pernah memamerkan kelebihannya. Ia justru sering menekankan pentingnya rendah hati dan menghormati guru. Ia menyebut dirinya hanya sebagai pelayan ilmu dan umat yang meneruskan perjuangan para pendahulu.
Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa kelahiran seorang tokoh besar seringkali didahului oleh peristiwa-peristiwa yang penuh makna. Dalam konteks Mbah Moen, kelahirannya mengandung simbol kelanjutan perjuangan tiga ulama besar pendiri NU.
Meski telah wafat, nama Mbah Moen tetap hidup dalam ingatan kolektif umat. Warisannya tidak hanya berupa kitab atau pesantren, tapi juga nilai-nilai perjuangan yang berakar kuat dalam tradisi Islam Nusantara.
Kepergiannya pada tahun 2019 disambut duka mendalam dari berbagai kalangan, baik dari lingkungan pesantren maupun tokoh nasional. Namun, kisah-kisah hidupnya terus diceritakan ulang sebagai pelajaran dan inspirasi.
Kini, para santri dan masyarakat kembali menghidupkan kisah tentang kelahiran Mbah Moen sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan. Cerita itu tak hanya menjadi nostalgia, tapi juga penguat semangat perjuangan dalam membina umat.
Mbah Moen telah menjadi simbol keteguhan, keikhlasan, dan keilmuan yang melekat dalam tubuh pesantren. Kisah kelahirannya akan selalu menjadi bagian penting dalam perjalanan Nahdlatul Ulama di Indonesia.
Dengan mewarisi nilai-nilai yang ditanamkan tiga ulama pendiri NU, Mbah Moen menjelma menjadi mata rantai penting dalam kesinambungan dakwah ahlussunnah wal jama’ah. Dan kisah ini akan terus mengalir dalam setiap lisan para pecintanya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
