Tatkala Foto Gus Dur Menyelamatkan Pesantren di Pedalaman Papua, Kisah Karomah Wali

Kisah karomah foto Gus Dur yang membuat salah satu kepala suku besar Manokwari Selatan beserta pengikutnya mengurungkan niat menghancurkan pesantren di Papua Barat mengandung banyak hikmah dan pelajaran penting.

oleh Muhamad Husni Tamami Diperbarui 16 Apr 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2025, 12:30 WIB
Gus dur sketsa
KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. (UIN JAKARTA)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia pernah memiliki seorang presiden yang memiliki latar belakang pesantren. Bahkan, kepala negara ini dikenal sebagai bapak toleransi, pemimpin yang menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dia merupakan Presiden Republik Indonesia ke-4 setelah BJ Habibie. Gus Dur menjabat sebagai presiden pada 20 Oktober 1999–23 Juli 2001.

Meski tak cukup lama menjadi presiden, tapi namanya selalu harum, khususnya dihormati oleh kalangan Nahdliyin. Hal ini tidak lepas dari latar belakang Gus Dur yang sangat kental dengan Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sosok Gus Dur tidak hanya dihormati kalangan muslim. Namanya juga harum di kalangan nonmuslim dari berbagai agama. Begitu harumnya nama Gus Dur, sampai suatu ketika fotonya pernah menyelamatkan pesantren di pedalaman Papua Barat.

Kisah karomah foto Gus Dur yang membuat salah satu kepala suku besar Manokwari Selatan beserta pengikutnya mengurungkan niat menghancurkan pesantren di Papua Barat mengandung banyak hikmah dan pelajaran penting. 

Simak kisah selengkapnya yang diceritakan H Darto Syaifuddin, pendiri Pondok Pesantren Madrasatul Quran (PPMQ) al-Qolam di Manokwari Selatan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Penolakan Pendirian Pesantren

Kisah Kesederhanaan Gus Dur Saat Foto Kepresidenan, Rela Tunggu Jas Disetrika
Kisah Kesederhanaan Gus Dur Saat Foto Kepresidenan, Rela Tunggu Jas Disetrika (Liputan6.com)... Selengkapnya

H. Darto datang ke Manokwari Selatan pada akhir 2011 sebagai penjual ayam keliling. Pelanggannya dari masyarakat Papua cukup banyak, namun sayang dalam proses menyembelihnya belum sesuai syariat. 

“Di sana itu, banyak sekali yang menyuruh saya menyembelih ayam secara syari’at. Karena di sana banyak sekali yang belum memahami agama Islam sepenuhnya,” katanya dikutip dari Tebuireng Online, Selasa (15/4/2025).

Ia mengatakan, masyarakat Papua ada yang memeluk agama Islam, di antaranya merupakan warga Nahdliyin. Akan tetapi, di sana belum terbentuk wadah organisasi Nahdlatul Ulama secara struktural.

Sebenarnya, di sana cukup banyak kelompok Islam yang berhaluan keras. Hal itulah yang membuat masyarakat setempat merasa terusik. 

“Makanya ketika awal pembangunan PPMQ, mereka mengira bahwa kami sama halnya dengan mereka. Alhamdulillah lama kelamaan mereka tahu dan bahkan mau belajar Al-Qur’an,” katanya dikutip dari Laduni.id.

Ia menuturkan, banyak pihak lintas gereja menolak keras berdirinya PPMQ al-Qolam. Dari Majelis Rakyat Papua juga menolak. Pesantren dikepung dengan berbagai macam senjata tajam seperti tombak, panah, parang, dan lainnya.

Ketika Foto Gus Dur ‘Menyelamatkan’ Pesantren

Guyonan Gus Dur yang Bisa Bikin Ceria Puasa 2015-mu
Gus Dur, dikenal dengan rasa humornya yang tinggi.... Selengkapnya

“Pada kondisi saat genting itu, saya hanya pasrah dan menerima apa yang terjadi pada pondok kami ini. Ketika mereka masuk ke ruang utama pondok, mereka melihat berbagai gambar ulama,” cerita dia.

Dari gambar-gambar tersebut mereka hanya hafal tiga saja, yakni foto Mbah Hasyim Asy’ari, Gus Dur, dan Nahdlatul Ulama. Mereka pun bertanya kepada H. Darto.

“Berhenti, kau punya pesantren ada hubungan apa dengan Tebuireng dan foto-foto ini?" tanya kepala suku.

“Saya adalah santrinya Mbah Hasyim,” jawabnya. 

Ketika itu, mereka berbicara dengan bahasa mereka dan langsung menurunkan senjata dengan mengatakan, “Gus Dur itu bapak kami dan NU itu baik dengan kami”. 

“Di saat itu pula, saya menyadari bahwa yang mengenalkan Papua pada seluruh warga Indonesia adalah Gus Dur. Dan akan dibuatkan semacam monumen Gus Dur yang tidak hanya untuk dikenang, tetapi juga ikut mendoakan,” ungkap H. Darto.

Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya