Soal JHT, DPRD Jateng: Jaminan Kehilangan Pekerjaan Harus Temukan Solusi

Polemik soal JHT disoroti DPRD Jateng, soal jaminan kehilangan pekerjaan juga harus menjadi fokus BPJS

oleh Tito Isna Utama diperbarui 01 Mar 2022, 07:04 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2022, 07:04 WIB
Ilustrasi demo Buruh Terkait JHT
Suasana Para Demo buruh Terkait JHT didepan Kantor Disnakertrans jateng, (Foto : Titoisnau)

Liputan6.com, Jateng Soal polemik Jaminan Hari Tua (JHT), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah menyoroti bila para pekerja kehilangan pekerjaan di tengah jalan. Belum menyampai usia yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jateng, Abdul Hamid mengatakan untuk JHT ia menyetujui saja, karena sudah sesuai peruntukannya untuk hari tua. Akan tetapi Hamid menilai yang penting disoroti oleh pemerintah yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ketika para pekerja belum sampai usia yang sudah ditentukan.

"Kalau JHT emang betul itu jaminan hari tua proses pelaksanaannya saya setuju, yang perlu diatur jaminan kehilangan pekerjaannya formulasi pemerintah ketika mereka di umur 35 ataupun 40 tahun sudah kehilangan pekerjaan jaminannya apa, sementara butuh modal untuk pengembangan usaha atau lain sebagainya," kata Abdul Hamid, Senin (28/2/2022).

Melihat dari JHT, Hamid juga menyampaikan untuk saat ini siklus pekerja yang dinilai produktif yaitu usia 55 tahun saja. Sehingga menurutnya, konsep JHT sudah sangat tepat, untuk masyarakat di usia kurang produktif.

"Penting, siklus ketenagaan kerja kita pada umur 55 tahun setelah itu bukan usia produktif. Maka itulah konsep JHT itu hadir dari pemerintah untuk masyarakat yang sudah tidak produktif," ujar Hamid.

Sehingga pemerintah sudah memfasilitasi masyarakat yang dinilai produktif, kata Hamid. Bagaimana nasib para pekerja yang dinilai masih produktif tetapi kehilangan pekerjaannya.

Ia berharap dengan adanya JHT ini, bisa menjadi salah satu jembatan untuk bisa melihat nasib para pekerja yang terkena PHK pada usia muda. Bila tidak menemukan solusianya, permasalahan ini dinilai sangat memberatkan kepada masyarakat.

"Adakah bantuan atau semacamnya seperti bantuan sosial ataupun UMKM yang bisa disedikan oleh pemerintah kalau itu clear pasti JHT clear, tapi kalau sampai tidak ada jembatan sampai di umur 56 tahun, kalau tidak ada ya itu memberatkan karena itu satu-satunya jaminan modal bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan," papar Hamid.

 

Ada pula anggota DPRD yang tak setuju

Sementara, anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto menyatakan dengan tegas untuk menolak aturan JHT dikarena soal pencairan dana tersebut, dengan harus berpatokan pada usia 56 Tahun.

"Prinsipnya, kami dari awal memang para pimpinan di Partai Gerindra tingkat pusat semua menolal JHT dan minta dibatalkan," ujarnya.

Yudi menuturkan, sebelumnya buruh menghadapi persoalan kenaikan UMK dan UMP, kini para pekerja kembali dihadapkan secara tiba-tiba adanya aturan Permenaker 2 Nomor Tahun 2022.

Padahal, lanjutnya, pihaknya memikirkan permasalahan yang dihadapi buruh, karena mereka bagian dari proses produksi dan aset.

"Jika keberadaan aturan yang membuat buruh sengsara, kita bakal susah jika produktivitasnya tertutup. Satu sisi, kondisi setelah Covid-19 di semua sektor industri menginginkan merangkak lagi dan tumbuh. Pasti, dukungan buruh diperlukan, serta buruh dituntut punya produkvitas tinggi. Jika pelan-pelan para buruh dihadapkan banyak hal, akhirnya mereka mundur. Ini kan ironis," tuturnya.

Selain itu, jika berdasarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyampaikan bahwa aturan barunya bertujuan untuk berinvestasi. Dari situ, Gerindra menilai selama ini dana yang ada di BPJS sudah digunakan untuk investasi. Maka, Gerindra menyikapi hal itu, pastinya para buruh butuh investasi, tidak hanya nagara saja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya