Mengenal Tradisi Grebek Sumpil Kendal Jelang Bulan Ramadan

Setiap menyambut datangnya bulan puasa, masyarakat Kaliwungu, Kendal mengenal sebuah tradisi unik yang disebut dengan Grebek Sumpil.

oleh Sabrina Julie diperbarui 18 Mar 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2022, 06:00 WIB
Grebek Sumpil
(via: Twitter.com/hitamputihc

Liputan6.com, Semarang Setiap menyambut datangnya bulan puasa, masyarakat Kaliwungu, Kendal mengenal sebuah tradisi unik yang disebut dengan Grebek Sumpil.

Tradisi ini sempat tidak dilakukan selama 2 tahun lantaran masa pandemi Covid-19. Namun pada hari ini Kamis (17/03/2022) Tradisi tersebut kembali dilakukan. Ratusan warga Kampung Jagalan, Desa Kutoharjo, Kaliwungu berkumpul dan saling berebut gunungan yang berisikan sumpil, yakni makanan khas dari Kaliwungu dan hasil bumi. 

Sumpil adalah makanan khas masyarakat Kaliwungu yang terbuat dari beras semacam ketupat. Namun terdapat perbedaan antara sumpil dan ketupat, jika ketupat dibungkus daun kelapa dengan bentuk kotak, sumpil dibungkus menggunakan daun bambu dengan limas segitiga. Cara memakan sumpil yakni dicampur dengan sambal kelapa. 

Tradisi Grebek Sumpil

Sebelum diperebutkan oleh warga, gunungan berisi sumpil juga hasil bumi ini, dibacakan doa di makam Wali Hasan Abdullah atau Eyang Pakuwaja. Usai membacakan doa sumpil tersebut diarak dengan iringan drum blek  menuju bukit Jabal di Kaliwungu. 

Begitu tiba di masyarakat Kaliwungu, dua ribu sumpil tersebut langsung ludes dan menjadi rebutan warga. Menurut warga setempat gunungan sumpil yang diperebutkan ini adalah sebuah simbol keberkahan menjelang bulan Ramadan.

Selain itu penggunaan daun bambu sebagi pembungkus sumpil merupakan sebuah harapan agar manusia bisa hidup berguna seperti pohon bambu, yang setiap bagiannya bermanfaat.

Sementara bentuk sumpil yang mengerucut adalah sebuah lambang antara hubungan manusia dengan yang di atas atau sang pencipta. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya