Jangan Sampai Ketinggalan Momen Nikmati 'Salju' Dieng, Cek Akhir Musim Embun Es

BMKG memprakirakan fenomena bun upas atau embun beku yang mulai muncul di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Kamis (30/6) dini hari, akan berlangsung selama satu dasarian

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2022, 06:00 WIB
Embun es atau bun upas di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Embun es atau bun upas di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Banjarnegara - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan fenomena bun upas atau embun beku yang mulai muncul di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Kamis (30/6) dini hari, akan berlangsung selama satu dasarian.

"Terkait fenomena embun es, masih berkaitan dengan adanya dua pusat tekanan rendah (LPA) di belahan bumi utara (BBU), yaitu pusat tekanan rendah 04W berada di Laut China Selatan sebelah barat Filipina dan pusat tekanan rendah 98W di timur laut Filipina," kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara Setyoajie Prayoedie di Banjarnegara, Kamis.

Menurut dia kondisi tersebut ditambah dengan kuatnya Monsoon Australia (angin timuran) yang membawa udara kering yang berpengaruh pada pengurangan curah hujan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah, sehingga dalam beberapa hari kondisi cuaca di Jateng cenderung cerah hingga berawan.

Akan tetapi kondisi tersebut akan bertahan hingga satu dasarian di bulan Juli 2022 (1-10 Juli) dan setelah itu akan kembali cenderung basah (musim kemarau) dikarenakan pengaruh suhu muka air laut sekitar Jawa yang hangat dan anomali iklim La Nina dengan intensitas lemah dengan probabilitas sekitar 66 persen hingga periode Juli-Agustus 2022.

"Jadi, fenomena tersebut masih dimungkinkan terjadi pada periode dasarian pertama bulan Juli 2022," kata Setyoajie, dikutip Antara.

Disinggung mengenai suhu udara di Dieng saat embun upas muncul pada Kamis (30/6) 2022 dini hari, Setyoajie Prayoedie mengatakan berdasarkan pengamatan berkisar minus 1 derajat Celsius pada pukul 04.00 WIB hingga 05.00 WIB.

Sementara dalam siaran persnya, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang Sutikno mengatakan embun upas (bun upas) menurut penduduk Dieng adalah embun racun.

"Fenomena itu terjadi ketika suhu menjadi sejuk, lantas turunlah embun-embun yang dingin lagi beku. Embun inilah yang menyelimuti tanaman kentang dan masyarakat Dieng menyebutnya dengan embun upas karena memang efeknya membuat kentang mati tersiakan," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Fenomena Embun Es di Dieng

Embun es Dieng atau bun upas muncul pada musim hujan, Sabtu pagi, 18 Januari 2010. (Foto: Liputan6.com/Aryadi Darwanto untuk Muhamad Ridlo)
Embun es Dieng atau bun upas muncul pada musim hujan, Sabtu pagi, 18 Januari 2010. (Foto: Liputan6.com/Aryadi Darwanto untuk Muhamad Ridlo)

Menurut dia, beberapa faktor yang berperan terbentuknya embun beku yang didahului suhu dingin ekstrem di Dieng, antara lain adalah gerak semu matahari, intrusi suhu dingin, dan laju penurunan suhu terhadap ketinggian.

Ia mengatakan kejadian fenomena embun upas di kawasan Dataran Tinggi Dieng pada tahun 2021 diawali pada bulan Mei, tepatnya tanggal 10 Mei 2021, berikutnya pada 7 Juli 2021 dan berita terakhir pada 15-16 Juli 2021.

"Kemudian pada tahun 2022, embun upas terjadi lebih dini, yakni di awal tahun 2022, tepatnya tanggal 4 Januari 2022. Kemudian pada 30 Juni 2022," kata Sutikno.

Lebih lanjut, ia mengatakan fenomena suhu dingin malam hari dan embun beku di lereng pegunungan Dieng lebih disebabkan kondisi meteorologis dan musim kemarau yang saat ini tengah berlangsung.

Menurut dia, suhu udara saat puncak kemarau umumnya lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering.

"Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan," katanya.

Selain itu, kata dia, kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.

Pada kondisi puncak kemarau di Jawa, beberapa tempat yang berada pada ketinggian, terutama di daerah pegunungan, diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 (nol) derajat Celsius, disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang daripada dataran rendah, sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, terlebih saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan.

Uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan, atau rumput. Air embun yang menempel di pucuk daun atau rumput akan segera membeku karena suhu udara yang sangat dingin.

"Ketika mencapai minus atau nol derajat, terjadilah embun upas atau embun beku di daerah tersebut. Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini, yaitu Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru, dan Pegunungan Jayawijaya," demikian Sutikno.

Mendongkrak Pariwisata

Embun es menyelimuti kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, 25-26 Juli 2018. (Foto: Liputan6.com/Pokdarwis Pandawa/Muhamad Ridlo)
Embun es menyelimuti kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, 25-26 Juli 2018. (Foto: Liputan6.com/Pokdarwis Pandawa/Muhamad Ridlo)

Masyarakat lokal menyebut embun es dengan bun upas, atau embun yang beracun lantaran sifatnya yang merusak tanaman. Suhu minus juga berbahaya untuk masyarakat yang tak terbiasa dicekam suhu dingin tanpa persiapan matang.

Tetapi, di balik bahayanya, embun es juga merupakan berkah untuk pengelola wisata di Dieng. Pasalnya, dipastikan bakal terjadi lonjakan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Dieng.

Para wisatawan ingin menikmati momen langka berada di tengah embun es. Itu sebab, kini embun es juga kerap disebut sebagai salju Dieng.

"Iya memang sudah muncul, salju Dieng," ujar salah satu pengelola homestay di Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Fortuna Diah Setyowati.

Dia meyakini, musim embun es ini akan memicu meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan. Terlebih, musim embun es ini terjadi di musim kemarau sehingga relatif lebih kondusif bagi wisatawan dibanding musim hujan.

"Kalau sekarang okupansi sekitar 60-70 persen. Ini kan musim libur sekolah juga. Nanti akan naik," ujarnya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya