Cerita Wayang Thengul, Boneka Tiga Dimensi Jadi Ikon Kesenian Bojonegoro

Wayang ini berbentuk boneka 3 dimensi dan biasanya dimainkan dengan diiringi gamelan pelog slendro dalam setiap pagelarannya

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Feb 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2022, 21:00 WIB
Cerita Wayang Thengul, Boneka Tiga Dimensi Jadi Ikon Kesenian Bojonegoro
Wayang Thengul warisan seni yang menjadi ikon Bojonegoro Jawa Timur. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Wayang Thengul merupakan ikon kesenian tradisi Kabupaten Bojonegoro, meski juga banyak terdapat di Blora dan Cepu Jawa Tengah serta sebagian menyebar di Tuban dan bahkan di Yogyakarta.

Berbeda dengan wayang kulit pada umumnya, layar (kelir) yang digunakan terdapat lobang kotak di tengahnya, sehingga penonton juga dapat menyaksikan dari arah belakang layar. Hal yang sama juga terjadi pada Wayang Krucil (Wayang Klithik).

Wayang ini berbentuk boneka 3 dimensi dan biasanya dimainkan dengan diiringi gamelan pelog atau slendro. Jalan cerita yang sering dimainkan dari kesenian ini lebih banyak mengambil cerita menak, seputar kisah Umar Maya, Amir Hamzah, Damar Wulan, Cerita Panji, sejarah Kerajaan Majapahit dan kisah "Betoro Kolo" yang biasa dipentaskan untuk "ruwatan".

Wayang ini berbentuk boneka 3 dimensi dan biasanya dimainkan dengan diiringi gamelan laras pelog atau slendro. Jalan cerita yang sering dimainkan dari kesenian ini lebih banyak mengambil cerita menak, seputar kisah Umar Maya, Amir Hamzah, Damar Wulan, Cerita Panji, sejarah Kerajaan Majapahit dan kisah "Betoro Kolo" yang biasa dipentaskan untuk "ruwatan".

Dalang menggerak-gerakkan boneka tersebut dengan ibu jari dan jari telunjuk, sedangkan tiga jari lain memegang tangkai wayang. Boneka sebelah atas biasanya telanjang, kecuali pada beberapa pelawak dan pahlawan, memakai baju sikepan.

Namun dalam prakteknya, belakangan Wayang Thengul Bojonegoro malah lebih laris ketimbang wayang kulit. Hal ini karena ada selipan adegan Campursari, dimana sinden (sindir) bisa turun panggung dan berjoget bersama penonton.

Tentu saja para penonton yang biasanya lelaki itu juga memerikan tips (saweran) pada para sindir, sehingga menambah penghasilan tersendiri. Lagi pula, ada suasana interaktif karena penonton bisa memesan lagu.

Saksikan video pilihan berikut ini

Inspirasi

Konon asal mula wayang thengul terinspirasi dari wayang golek menak dari Kudus. Inspirasi itu dialami pemuda Bojonegoro yang bernama Samijan dari Desa Banjarjo Kecamatan Padangan setelah menonton pertunjukan wayang golek menak kudus pada tahun 1930.

Ki Samijan berniat membuat wayang thengul selain untuk mengembangkan kreativitas seninya juga digunakan untuk mencari nafkah (ngamen), dimana pada tahun 1930 perekonomian rakyat sangat sulit.

Didasari dengan niat yang kuat untuk berkeliling (mengembara) dari satu desa ke desa lain. Dalam bahasa Jawa methentheng niyat ngulandara dengan mendalang menggunakan wayang boneka kayunya, yang dijadikan nama wayangnya dengan sebutan thengul (theng dari akronim methen-theng,dan ngul dari kata ngul-andara).

Ada pula yang mengartikan karena wayang thengul ini kepalanya dapat digerakan ke kiri dan ke kanan, atau methungal-methungul, maka disebut dengan wayang thengul.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya