Liputan6.com, Jakarta Sekelompok anak sepulang sekolah kegirangan bermain air di sebuah kolam di depan arca , sekujur tubuh dan seragam yang masih mereka kenakan nampak kuyup. Di kolam yang hanya berukuran sekitar 4x10 meter itu terpancur air dari payudara dua arca permaisuri. Inilah Candi Belahan, cagar budaya termasyur peninggalan Kerajaan Airlangga yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama Sumber Tetek.
Candi Belahan berlokasi di lereng Gunung Pananggungan, di desa terpencil bernama Wonosuryo, Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Untuk sampai di lokasi ini tidaklah mudah, selain jauh dari pusat kota, akses jalan yang dilalui berliku dan masih rusak.
Saat Tim Liputan6.com berkunjung, yang ditulis pada Jumat (19/6/2015), ditemukan data singkat mengenai sejarah berdirinya Candi Belahan. Pada masa kedinastian di Nusantara, Candi Belahan difungsikan sebagai tempat petirtaan, selain juga sebagai tempat pertapaan Raja Airlangga beserta kedua permaisurinya.
Advertisement
Slamet, penjaga situs Candi Belahan menceritakan, awalnya di lokasi Candi Belahan terdapat arca yang diyakini merupakan arca Prabu Airlangga, yang berwujud Dewa Wisnu dengan empat tangan, yaitu tangan kiri bagian belakang memegang Sangka, dan tangan kanan bagian belakang memegang cakra, yaitu senjata berwujud roda bergerigi. Sedangkan dua tangan yang lain membentuk sifat Mudra, tulus bersemedi. Sayangnya arca utama tersebut telah lama runtuh dan hanya meninggalkan relungnya saja.
Di dalam kompleks Candi Belahan terdapat dua arca yang masih tersisa, yakni arca Dewi Laksmi dan Dewi Sri, dua permaisuri Raja Airlangga. Keunikan dua arca ini terletak pada sumber mata air yang keluar dari payudara, sebagai simbol Amarta, air kehidupan. “Air ini bisa beri kekuatan, penyembuhan, dan memberikan khasiat awet muda untuk yang meminumnya, masyarakat percaya itu,” ungkap Slamet menambahkan. (Ibo/Igw)