Kejar Standar ASEAN, Pemkab Malang Upgrade 100 Homestay

Upgrade homestay itu tidak lain untuk memenuhi standar homestay sebagaimana mengacu pada ASEAN Standard Homestay.

oleh hidya anindyati diperbarui 09 Jun 2017, 13:03 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 13:03 WIB
Upgrade homestay itu tidak lain untuk memenuhi standar homestay sebagaimana mengacu pada ASEAN Standard Homestay.
Upgrade homestay itu tidak lain untuk memenuhi standar homestay sebagaimana mengacu pada ASEAN Standard Homestay.

Liputan6.com, Jakarta Terus berbenah itulah kata yang tepat bagi homestay desa wisata di Kabupaten Malang. Maka tak heran bila 385 homestay yang tersebar di 19 desa wisata bakal diupgrade oleh pemerintah setempat.

Menpar Arief Yahya memang menginginkan agar homestay pun harus mengikuti standard services yang bagus. “Jika ingin menjadi global player, maka gunakan global standard. Minimal, standart ASEAN, yang biasa menggunakan standard kompetensi MRA - Mutual Recognition Agreement yang disepakati bersama oleh Negara ASEAN,” kata Arief Yahya.

Upgrade homestay itu tidak lain untuk memenuhi standar homestay sebagaimana mengacu pada ASEAN Standard Homestay. ‘’Untuk sementara kami akan fokus homestay di empat desa wisata,’’ kata Made Arya Wedanthara Kadispardbud Kabupaten Malang.

Keempat desa yang akan menjadi pilot project upgrade homestay itu adalah Desa Ngadas, Gubugklakah, Poncokusumo dan Sanankerto. Keempat desa itu merupakan penopang kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS), kawasan yang oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai satu dari 10 Top Destinasi Wisata Prioritas di tanah air.

Empat desa itu menjadi projek upgrade lantaran, kata Made, tingkat huniannya paling tinggi dalam setahun. ‘’Mereka yang menginap merupakan wisatawan yang hendak menuju kawasan Bromo. Tidak hanya wisatawan domestic, namun juga wisman,’’ ujarnya.

Dalam tahap awal ini, akan memprioritaskan 25 homestay untuk setiap desa wisata yang jadi projek percontohan. Sasaran utamanya, menurut Made, adalah standar sanitasi toilet di setiap homestay.

Maka tak heran untuk upgrade 100 homestay di empat desa wisata itu, Pemkab Malang merogoh kocek APBD cukup dalam. ‘’Tentunya upgrade perbaikan sanitasi toilet ini agar para wisatawan lebih krasan dan puas selama tinggal di homestay,’’ katanya.

Menurut Made, syarat dasar homestay pada intinya sanitasi dan higienitas, tingkat pencahayaan yang baik, toilet yang menjadi satu pada rumah, dan terdapat air yang sehat. Sebenarnya, seluruh homestay di semua desa wisata di Kabupaten Malang sudah menjadi satu di rumah. Hanya saja, kualitas interior dan fasilitas masih perlu perbaikan.

Selain meningkatkan sanitasi toilet di 100 homestay, pemerintah setempat juga memberikan upgrade managemen bagi pemilik homestay. Ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan bagi para tamu.

‘’Selama ini sudah sering dilakukan untuk managemen pelayanan tamu, namun dengan perkembangan dan minat para wisatawan yang terus update, maka mau tak mau, kami juga perlu melakukan workshop pada para pengelola, yang kami sampaikan melalui kelompok sadar wisata (pokdarwis),’’ jelasnya.

Menurut Made, Homestay di Kabupaten Malang sebagian besar berkonsep menjadi satu dengan pemilik rumah. Karena setelah dievaluasi ini banyak menarik para turis. Baik domestik maupun wisman.

‘’Para turis bisa tinggal dengan pemilik rumah jadi bisa menikmati, mengalami, dan praktek adat budaya setempat secara langsung," katanya. Suasana homestay seperti memang sangat kental terasa di empat desa itu.

Seperti di Desa Gubugklakah. Para wisatawan yang datang tidak hanya satu atau dua orang. Namun jumlahnya rombongan. Bahkan sampai tiga bus. ‘’Kami sering menerima rombongan siswa dari Bogor. Mereka kemari biasanya study tour. Menginap sampai tiga hari. Bisa dibayangkan ada 150 siswa SMA, menginap di puluhan homestay di Gubugklakah,’’ kata Hery, sekretaris Pokdarwis Desa Wisata Gubugklakah.

Kehadiran para pelajar itu tidak hanya menginap. Namun mereka juga belajar tentang menanam tanaman organik, seperti sayuran organik. Lalu belajar memerah susu sapi, dan juga mereka belajar tari topeng.’’Ada yang wisata kemari bukan untuk ke Bromo, tapi memang ingin mempelajari kultur masyarakat Gubugklakah,’’ kata Herry.

Kades Ngadas, Mujianto, mengaku untuk saat ini warganya memang tengah giat membangun homestay. Meski jumlahnya saat ini baru mencapai 46 homestay, namun Mujianto berharap tahun ini bisa mencapai 60 homestay di Desa Ngadas.

“Warga disini sudah merasakan bagaimana dampak ekonomi dengan menjadikan rumahnya sebagai homestay bagi para turis. Mereka yang rumahnya belum memiliki homestay biasanya melihat tetangganya. Karena hasilnya bisa menambah ekonomi keluarga. Maka warga lain ikut juga menjadikan rumahnya sebagai homestay,’’ katanya.

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya