Liputan6.com, Jakarta Bila superhero selalu memiliki berbagai alat canggih untuk melawan penjahat, para penjaga Candi Borobudur juga menggunakan alat khusus untuk membersihkan berbagai bagian candi. Tidak hanya itu, alat-alat ini juga didesain khusus agar pembersihan candi agar bebatuan tetap terjaga keasliannya.
Seperti yang dipraktekkan dalam 6th Stage Capacity Building for the Conservation of the Borobudur Temple Compounds, Borobudur Conservation Exchange Workshop, Jumat (3/11/2017).
"Untuk memeriksa berbagai bagian candi, kita menggunakan kamera khusus yang dikembangkan oleh peneliti UNESCO. Kamera ini sendiri mampu memberikan gambaran apa yang terjadi di dalam sela-sela batu candi. Dengan panjang sekitar 25 meter, kamera ini juga dilengkapi lampu dan dioperasikan menggunakan baterai sehingga mudah digunakan," ungkap Dipl. Ing. Mike Boge, Ahli Konservasi Jerman.
Advertisement
Kamera Khusus
Kamera khusus yang tahan air ini juga digunakan untuk memeriksa berbagai bagian pipa air yang ada di dalam candi, sehingga aliran air tetap berjalan lancar dan tidak digenangi oleh air. Karena air menjadi salah satu faktor utama yang dapat merusak bebatuan candi, hingga membuat batuan ditumbuhi oleh lumut karena kondisinya yang lembab. Air juga menjadi salah satu penyebab, yang mempercepat proses pelapukan pada batu, sehingga relief Candi Borobudur bisa rusak.
"Borobudur memiliki sistem air sangat kompleks yang dibangun saat pemugaran kedua. Sehingga banyak bagian yang harus diperhatikan, mulai dari bagian pipa, bagian penampung air, hingga bagian yang melindungi saluran air sehingga pasir dari dalam bukit di Candi Borobudur tidak ikut hanyut ke luar," ungkap Boge.
Advertisement
Nozzle air
Tidak hanya menggunakan kamera khusus, alat pembersih lainnya adalah nozzle air spesial yang didesain untuk membersihkan bagian candi. Nozzle air ini mampu mengalirkan air secara memutar ke arah belakang, sehingga berbagai kotoran yang ada di dalam pipa air tidak lagi terdorong ke dalam, melainkan terbawa ke arah luar. Tentunya sistem ini memudahkan pembersihan sampah dari pengunjung, maupun abu vulkanik yang masuk ketika pembersihan candi saat meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010.
Proses pembersihan yang disampaikan oleh ahli konservasi ini, diharapkan menjadi acuan bagi berbagai cagar budaya lainnya di Indonesia, sehingga terhindar dari air menggenang yang mampu merusak mahakarya dunia. Untuk itu berbagai pihak dari Borobudur Conservatory Office, Balai Pelestarian Cagar Budaya, dan mahasiswa yang berminat dengan pelestarian candi, juga turut serta dalam workshop yang diselenggarakan oleh UNESCO, Republik Federasi Jerman, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini. Selama tiga hari, berbagai transfer ilmu diberikan secara langsung untuk mendukung pelestarian kebudayaan yang ada di berbagai tempat di Indonesia.