Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 berdampak pada lesunya dunia usaha di berbagai negara, termasuk Indonesia. Meski begitu tetap ada bidang usaha yang masih bertahan dan bahkan akan tetap menanjak, yaitu usaha makanan dan minuman atau kuliner.
Wajar saja karena di situasi apa pun, semua orang tetap butuh makanan dan minuman, termasuk di saat pandemi seperti sekarang ini. Meski ada penurunan karena beragam kebijakan yang membuat sejumlah restoran maupun tempat makan lainnya hanya boleh melayani pemesanan maupun take away.
Ketua Umum Gabungan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan bahwa pihaknya memprediksi selama 2020 hanya akan tumbuh empat sampai lima persen saja dari prediksi awal delapan persen. Meski sektor ini sangat dibutuhkan masyarakat, namun tetap ada penurunan konsumsi di kuartal pertama 2020.
Advertisement
Baca Juga
"Konsumsi rumah tangga turun 5,02 persen ke 2,84 persen selama kuartal I, dengan 44 persen berasal dari kontribusi makanan dan minuman. Padahal pengeluaran per kapita masyarakat kita 50 persennya untuk pangan, dengan porsi pangan olahan mencapai sekitar 17 persen," terang Adhi dalam pemaparan acara MarkPlus Industry Roundtable sektor FMCG di Jakarta, Selasa, 19 Mei 2020.
Adhi menambahkan, kini masyarakat lebih tertarik pada makanan organik dan melihat lebih banyak fungsi ketimbang nama produk atau setia pada satu produk.
"Konsumen sekarang lebih mementingkan food safety, bukan brad tertentu. Ini jadi kesempatan new comer. Penjual online mengedepankan rasa, higenis dan dengan protokol yang ada," terangnya.
Namun tidak semua sektor makanan dan minuman menurun. Makanan pelengkap seperti snack atau camilan justru meningkat. Produk lain yang cukup laris karena masyarakat lebih banyak di rumah saja adalah susu, bumbu, sampai tepung. Marketing Director Mayora Indah Awin Sirait menyatakan produk-produk Mayora di awal-awal masa Covid-19 masih tumbuh positif.
Lama di rumah membuat masyarakat membutuhkan kudapan untuk menemani berbagai kegiatan. "Setidaknya (positif,) sampai pertengahan April. Setelah itu terutama memasuki masa puasa cukup menantang. Karena kami berprinsip festive season seharusnya dimanfaatkan untuk tumbuh. Artinya kalau tumbuh harus servicing, bukan sekadar surviving," ucap Awin.
Ia menambahkan, Mayora saat ini fokus mengkomunikasikan produk dengan cara relevan. Biasanya disampaikan dari sisi emosional, kini produk makanan dikomunikasikan dari sisi fungsi, terutama dengan mengedepankan fungsi kesehatannya.
Brand Harus Adaptif
Untuk tempat belanja atau pembelian, meski gerai offline mulai jarang dikunjungi, convenience store seperti toko kelontong atau mini market ternyata masih diminati masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Menurut President Commisioner Otsuka Indonesia Harry Bagyo dalam kesempatan yang sama, ia menyatakan bahwa toko kecil nan modern tersebut kian menjadi pilihan masyarakat membeli kebutuhan sehari-hari.
"Faktor jarak yang dekat dari rumah menjadi pemicu. Padahal kalau dibanding supermarket atau whole sale, harganya jauh lebih mahal. Namun dengan kondisi saat peningkatannya terasa sampai 47 persen untuk kawasan regional," jelas Harry.
Founder and Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya menambahkan bahwa dengan kondisi seperti ini, mempertahankan brand adalah tantangan. Brand harus adaptif terhadap berbagai kondisi, termasuk di saat pandemi sekarang ini.
"Sekarang brand harus cepat switch ke platform online. Kalau tidak bisa adaptasi ya harus siap-siap n ditinggal konsumen. Selain itu harus kreatif, membuat beragam inovasi agar konsumen selalu merasa dekat meski brand mereka sudah dikenal luas," tutur pakar marketing tersebut.
Hal itu sangat disadari oleh dua brand terkenal, Campina dan Dua Kelinci. Meski produk mereka termasuk banyak digemar di masa pandemi ini, mereka tetap berusaha melakukan inovasi.
Mereka meluncurkan beberapa tawaran paket dan promosi yang membuat konsumen merasa lebih betah selama di rumah saja, dan tentunya mengingat produk-produk mereka.
Advertisement