Liputan6.com, Jakarta -Â Pandemi corona Covid-19 membuat banyak bidang usaha terpuruk, termasuk bidang wisata. Tren traveling yang semakin menanjak saat sebelum pandemi, mendadak turun drastis.
Selain masih ada larangan untuk bepergian ke sejumlah negara, banyak juga tempat wisata yang belum dibuka atau dibuka secara terbatas. Mereka yang terbiasa melakukan traveling juga masih ada yang khawatir akan terpapar wabah corona saat melakukan perjalanan.
Hal itu pun telah mengubah banyak hal dalam traveling. Menurut para ahli perhotelan dan aviasi, traveling akan menjadi sebuah kegiatan yang mewah usai pandemi.Â
Advertisement
Baca Juga
Dilansir dari Insider, Founder & Chief Executive Officer at Mr & Mrs Smith, James Lohan dan CEO PrivateFly Adam Twidell memprediksi kalau traveling akan menjadi lebih personal. Menurut Lohan, untuk menghindari kerumunan para tamu wajib menerapkan social atau physical distancing, terutama saat menginap di hotel.
"Pembatasan sosial atau menjaga jarak bisa menjadi hal yang baik untuk perjalanan saat ini, karena kita harus menjaga jarak lebih jauh dengan tamu lainnya daripada biasanya," ucap Lohan.
Hal tersebut juga berlaku saat di restoran di mana para tamu akan dilayani secara contactless. "Semuanya akan dilakukan dari jarak jauh. Anda akan diberi gawai untuk melakukan semua pemesanan, yang dilakukan oleh beberapa hotel," sambung Lohan.
Lohan juga memprediksi saat menginap di hotel akan lebih sedikit kontak tatap muka dengan staf hotel, yang berarti akan lebih banyak privasi, mulai dari saat check-in di resepsionis yang akan dilakukan secara online. Secara umum, traveling juga akan menjadi lebih mewah dan mahal.
Lohan mengungkapkan hotel-hotel di pusat kota akan mengalami tantangan terbesar dalam menarik tamu kembali usai pandemi. Pengelola hotel di kota besar tidak lagi bisa mengandalkan lokasi mereka untuk menarik pengunjung dan sebaliknya mereka perlu memikirkan cara yang lebih kreatif untuk mendatangkan para tamu.
Saksikan video pilihan di bawah ini :
Daerah Tenang dan Tidak Ramai
Pandemi ini juga membuat wisatawan mencari destinasi wisata di luar perkotaan yang cenderung lebih tenang dan tidak terlalu ramai. Contohnya saja para traveler Inggris yang berminat mengunjungi sejumlah desa kuno di Costwolds dibandingkan ke kota-kota besar.
Tempat-tempat terpencil, rumah-rumah pribadi, dan properti terpencil semuanya diatur untuk menjadi lebih populer, seperti beberapa kastil Skotlandia, vila di pegunungan Alpen atau di Maladewa.
"Pengalaman di daerah yang sepi dan tenang akan menjadi lebih aman dan privat, Anda tidak akan berada dalam kelompok sama sekali," jelas Lohan. Sementara CEO PrivateFly Adam Twidell, mengungkapkan para tamu akan mengurangi frekuensi bepergian dan lebih mengutamakan kualitas liburan.
"Para traveler sekarang ini tidak akan pergi liburan sebanyak dulu lagi. Mereka ingin menikmati lebih banyak waktu beristirahat saat pergi liburan," ucap Twidell.
Tentu saja, hal ini membuat mereka memilih liburan yang lebih lama. Mereka juga lebih senang menjelajahi banyak tempat di sebuah destinasi wisata daripada sebelumnya.
Dengan durasi waktu lebih lama, tentunya butuh biaya semakin besar. Belum lagi kalau tarif hotel dan transportasi naik, tentunya akan banyak biaya lagi yang harus dikeluarkan. Dengan biaya yang besar, bisa jadi traveling akan jadi kebutuhan mewah di masa mendatang.
Advertisement