Curahan Hati Paris Hilton soal Kekerasan Fisik yang Dialami Saat Remaja

Cerita kelam di masa lalu ini disimpan oleh Paris Hilton lebih dari 20 tahun.

oleh Putu Elmira diperbarui 24 Agu 2020, 13:01 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2020, 13:01 WIB
[Bintang] Paris Hilton
Siapa tak kenal dengan paris Hilton? Wajah cantik dan tubuh seksinya lah yang selalu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Setiap penampilan Paris memang selalu berhasil menjadi pusat perhatian. (AFP/ Jamie McCarthy)

Liputan6.com, Jakarta - Bukan perkara mudah untuk membuka ke publik mengenai cerita kelam masa lalu. Namun, Paris Hilton memiliki kekuatan untuk mengungkap rahasia yang telah dipendamnya selama lebih dari 20 tahun.

Dilansir dari laman People, Senin (24/8/2020), melalui film dokumenter teranyarnya yang bertajuk This Is Paris. Bakal tayang perdana di channel YouTube Paris Hilton pada 14 September, ia membuka untuk pertama kalinya pelecehan yang dialami saat remaja. Kala itu, ia berada di sekolah berasrama di Utah, Amerika Serikat.

"Saya mengubur kebenaran saya begitu lama," kata Paris Hilton kepada People secara eksklusif. Pewaris Grup Hilton itu berbagi kisah mengenai rasa sakit secara mental, emosional dan fisik ketika ia menjalani masa di Provo Canyon School pada akhir era 90-an.

"Tapi saya bangga menjadi perempuan yang kuat. Orang mungkin menganggap segala sesuatu dalam hidup saya mudah bagi saya, tetapi saya ingin menunjukkan kepada dunia siapa saya sebenarnya," lanjutnya.

Jauh sebelum tampil dalam The Simple Life pada 2003, Paris Hilton adalah remaja yang tinggal di Waldorf Astoria Hotel, di Kota New York. Perempuan yang kini berprofesi sebagai DJ itu tinggal bersama orangtuanya, Rick dan Kathy, sertaadik-adiknya, Nicky, Barron, dan Conrad.

Ada begitu banyak godaan untuk Paris di kehidupannya di kota besar. "Sangat mudah untuk menyelinap keluar dan pergi ke klub dan pesta," katanya.

"Orangtua saya sangat ketat sehingga membuat saya ingin memberontak. Mereka akan (menghukum saya) dengan mengambil ponsel saya, mengambil kartu kredit saya, tetapi tidak berhasil. Saya masih akan keluar sendiri," kata Paris Hilton.

Hal tersebut, dikatakan Paris, membuat orangtuanya marah dan memutuskan mengirim putrinya yang berusia 17 tahun ke sekolah asrama yang menyebut fokus pada perkembangan perilaku dan mental. Sekolah itu adalah Provo Canyon School, di mana Paris tinggal selama 11 bulan.

Sesaat setelah tiba, Paris menyebut, "Saya tahu ini akan menjadi lebih buruk daripada di mana pun." Ia mulai mengalami kekerasan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

"Dari saat saya bangun sampai saya pergi tidur, itu sepanjang hari berteriak, meneriaki saya, penyiksaan terus menerus," tambahnya.

"Awalnya dibuka pada 1971, Provo Canyon School dijual oleh kepemilikan sebelumnya pada Agustus 2000. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengomentari operasi atau pengalaman pasien sebelum waktu ini," kata pihak sekolah saat People berusaha meminta tanggapan soal tuduhan itu.

"Staf akan menyebut hal-hal buruk. Mereka terus menerus membuat saya merasa buruk tentang diri saya sendiri dan menggertak saya. Saya pikir itu adalah tujuan mereka untuk menghancurkan kami," jelas Paris Hilton.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Alami Serangan Panik

Paris Hilton Tampil Memesona di Toronto International Film Festival
Paris Hilton berpose saat menghadiri pemutaran perdana "The Death and Life of John F. Donovan" selama Festival Film Internasional Toronto di Toronto, Ontario, Kanada (10/9). Paris Hilton tampil cantik dengan gaun silver. (AFP Photo/Geoff Robins)

Paris Hilton melanjutkan, staf menganiaya secara fisik, memukul dan mencekik. Mereka ingin menanamkan rasa takut pada anak-anak hingga anak-anak akan sangat takut untuk tidak mematuhi mereka.

Sementara, tiga dari mantan teman sekelas saat Paris remaja juga bakal tampil dalam film dokumenter yang membuat tuduhan serupa tentang Provo Canyon School. Termasuk mereka sering dicekok paksa minum obat dan ditahan dengan pengekangan sebagai hukuman.

"Saya mengalami serangan panik dan menangis setiap hari. Saya sangat sedih. Merasa seperti seorang tahanan dan saya membenci kehidupan," kata Paris.

Ia menyampaikan, upaya untuk memberitahu kondisi di sekolah tak membuahkan hasil. Paris tidak benar-benar bisa bicara dengan keluarga, mungkin setiap dua atau tiga bulan sekali, mereka terputus dari dunia luar.

Paris pernah sekali mencoba memberitahu, namun ia mendapat banyak masalah dan takut untuk berupaya lagi. "Mereka akan mengambil telepon atau merobek surat yang saya tulis. Staf akan memberi tahu para orangtua bahwa anak-anak itu berbohong. Jadi, orangtua saya tidak tahu apa yang sedang terjadi," tambahnya.

Baru saat berusia 18 tahun di 1999, Paris meninggalkan sekolah dan kembali ke New York. Namun, ia tetap takut untuk mengungkap pengalamannya.

"Saya sangat bersyukur berada di luar sana, saya bahkan tidak ingin membahasnya lagi. Itu hanya sesuatu yang membuat saya malu dan tidak ingin membicarakannya," katanya. Lebih dari dua dekade berlalu, Paris membuat film dokumenter dan berkisah soal masa lalunya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya