Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah destinasi wisata mulai buka setelah beberapa bulan tutup akibat pandemi corona Covid-19. Sejumlah wisatawan mulai mengunjungi beragam destinasi di tanah air.
Namun, tak sedikit wisatawan yang tak memedulikan tentang protokol kesehatan. Salah satunya, mereka tak lagi memakai masker.
Advertisement
Baca Juga
"Orang berwisata itu kan untuk bersenang-senang. Mereka rata-rata nggak mau diatur-atur. Oleh karena itu, pihak pengelola destinasi harus mengingatkan terus-menerus kepada wisatawan mengenai protokol kesehatan," ujar Wakil Ketua Bidang SDM dan Litbang Indonesia Tour Leader Association (ITLA), Robert Alexander Moningka, kepada Liputan6.com, Sabtu, 21 November 2020.
Menurut Robert, mereka yang mengabaikan protokol kesehatan, bisa saja tak diperkenankan masuk. Mereka mengabaikan itu pada dasarnya karena mereka tak memedulikan orang lain.
"Mereka harus diingatkan atau ditegur. Itu kan demi kebaikan orang tersebut. Jadi harus diingatkan terus, bisa melalui pengeras suara," imbuh Robert.
Bagi Robert, penerapan protokol kesehatan tak hanya pada lokasi wisata dalam ruangan (indoor), tapi juga destinasi luar ruangan (outdoor), kecuali di pantai. Hal itu sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus corona covid-19.
"Protokol kesehatan itu harus tetap diterapkan, baik pada destinasi indoor maupun outdoor. Hal itu demi kesehatan dan kenyamanan bersama," imbuh Robert.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cara Kreatif
Robert yakin dengan mengingatkan wisatawan secara terus menerus akan membuat mereka menerapkan protokol kesehatan. Namun, harus ada cara-cara yang kreatif untuk mengingatkan mereka agar tak tersinggung.
"Saya menyarankan agar mereka membuat maskot- maskot tertentu agar mereka tak tersinggung. Bisa juga dengan adanya maskot-maskot tertentu, seperti di Ancol, sehingga membuat orang terhibur," ucap Robert.
Selain terhibur, dengan adanya maskot-maskot tertentu, Robert menilai kehadiran wisatawan di lokasi wisata akan lebih membekas di hati mereka. "Kadang-kadang kalau diingatkan secara terus-menerus kan bisa saja orang tersinggung sehingga bisa ribut. Nah, dengan cara seni seperti ini (lewat maskot) bisa lebih efektif," kata Robert.
Robert menambahkan, berwisata dalam situasi kenormalan baru ini perlu ekstra sabar, termasuk menghadapi para wisatawan. Ia mencontohkan kondisi wisatawan yang seperti lupa diri tanpa menerapkan protokol kesehatan belum lama ini, itu hanya bersifat sesaat.
Advertisement
Harus Rasional
Secara terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, penerapan protokol kesehatan di destinasi wisata sangat penting, kecuali di pantai. Ia mengatakan jika pengunjung tak memakai masker, maka pihak pengelola destinasi harus menyediakan masker.
"Jadi, harus ada pengawasan yang ketat kepada para pengunjung, tapi harus rasional juga. Artinya, kalau di pantai, pegunungan, ya, nggak masalah nggak pakai masker karena wisata alam, kecuali wisatanya di dalam gedung. Itu lain (harus pakai masker). Jadi, harus dilihat dulu jenis wisatanya. Jangan tiba-tiba dinilai melanggar protokol kesehatan," ujar Trubus kepada Liputan6.com, Sabtu, 21 November 2020.
Trubus mengatakan jika penerapan protokol kesehatan terlalu ketat di destinasi wisata. Karena jika terkesan terlalu ribet, maka akan banyak orang tak mau datang. "Umpamanya, mereka membawa orangtua atau anak-anak, terus dipaksa harus pakai masker, maka urusannya jadi ribet," kata Trubus.
Pengelola wisata tentu senang dengan kehadiran para pengunjung, karena saat ini, masih banyak orang yang enggan untuk ke lokasi wisata karena masih khawatir terhadap corona Covid-19, termasuk juga hotel masih sepi.
"Saya belum lama menginap di Garut, mereka yang menginap di hotel-hotel di sana masih sedikit tamunya, masih sepi. Jadi, jangan terlalu cepat menyalahkan atau melarang, karena pengelola destinasi juga harus membayar karyawan, pajak, kalau semuanya dilarang dan disalahkan, terus bagaimana mereka harus membayar karyawan atau membayar pajak?" tanya Trubus.