Liputan6.com, Jakarta - Bali memang unik dan menarik. Bali bukan hanya kaya budaya dan seni, tapi juga di bidang perumahan dan arsitektur terutama rumah adat. Selain berfungsi selain sebagai tempat tinggal, warga Bali membangun rumah adat mereka dengan aturan yang disebut Asta Kosala Kosali, yakni aturan tata letak ruangan dan bangunan layaknya fengshui dalam budaya Cina.
Seperti halnya fengshui, Asta Kosala Kosali juga mengatur tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk rumah tinggal atau tempat beribadah yang didasarkan pada Sembilan Penguasa (Nawa Sanga) di setiap penjuru mata angin dengan Dewa Siwa sebagai titik pusatnya.
Bila kita menengok ke dalamnya, pada umumnya arsitektur rumah tradisional Bali ini selalu dipenuhi hiasan seperti patung. Warga Bali memproduksi sendiri berbagai perlengkapan yang juga digunakan untuk ritual keagamaan mereka.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, konsep tata ruang Asta Kosala Kosali ini dilandasi oleh delapan hal, yakni keseimbangan kosmos antara manusia, alam dan sang pencipta, hierarki tata nilai, arah mata angin, ruang terbuka, proporsi dan skala ruang, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran dalam menggunakan material.
"Asta Kosala Kosali ini kita diajarkan berkaitan dengan bagaimana membangun itu dapat mencapai keharmonisan dan keseimbangan yang meliputi alam bawah, alam tengah, dan alam atas. Singkatnya, ini adalah pedoman membangun mencapai keharmonisan dan keseimbangan antara alam, manusia, dan Tuhan," ucap I Nyoman Nuri Arthana, sebagai Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa, dalam seminar virtual Arsitektur Bali - Tradisi dan Kekinian, Kamis, 18 Februari 2021.
Uniknya, dimensi pengukuran rumah tidak menggunakan meteran, melainkan aturan-aturan anatomi tubuh seperti tangan, jari, lengan, dan kaki dari pemilik rumah. Lalu dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura, sehingga dipercaya akan menciptakan ruang yang proporsional dan ikatan antara pemilik dan bangunan rumah.
Nuri menambahkan, bahwa meletakkan bangunan itu adalah untuk mencapai kenyamanan dan keamanan. Arsitektur Bali punya karakteristik yang khas menggunakan budaya kuno dan kesenian pada setiap elemen desain arsitekturnya. Selain itu, desain ini sangat dipengaruhi kentalnya tradisi Hindu Bali, dan sentuhan unsur Jawa kuno.
"Tanah menurut tradisi Asta Kosala Kosali yang cocok dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara," kata Nuri.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagian Kepala yang Disucikan
I Gusti Lanang Ngurah Wiantara, sebagai alumnus jurusan Arsitektur Universitas Udayana, menjelaskan bahwa selain letak tanah, tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas yang baik. Tanah berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat tinggal. Untuk menguji tekstur tanah tersebut, cobalah genggam tanah yang ada di sekitaran lokasi tersebut.
Tak hanya tanah, dalam Asta Kosala Kosali jenis kayu juga punya peran penting dalam pembangunan. Seperti kayu cendana yang baik digunakan untuk atap rumah, kayu suren untuk bagian dinding, kayu jati yang cocok untuk tempat tidur (bale), dan masih banyak berbagai macam kayu yang memiliki arti tersendiri.
Setelah ditata menurut tradisi Asta Kosala Kosali ini diusahkan bangunan yang terletak di timur, lantainya lebih tinggi, karena menurut kepercayaan masyarakat Bali selatan umumnya, bagian timur dianggap sebagai hulu atau bagian kepala yang disucikan. Sedangkan menurut fengshui, posisi bangunan seperti itu memberi efek positif.
Bangunan yang cocok untuk ditempatkan dibagian timur adalah tempat suci keluarga yang dalam bahasa Bali disebut merajan atau sanggah. Sedangkan, untuk dapur terletak di arah barat daya dihitung dari sebelah kiri pintu masuk area rumah, karena menurut konsep Asta Kosala Kosali, tempat ini sebagai letak Dewa Api.
Selain itu, hal unik yang perlu diketahui dari tradisi Asta Kosala Kosali ini adalah tentang sebuah arsitektur bangunan sebaiknya tidak melebihi tinggi pohon kelapa kurang lebih 15 meter. Hingga saat ini seni arsitektur Bali dengan tradisi ini terus berkembang mengikuti perkembangan zaman masa kini. (Melia Setiawati)
Advertisement