Proposal WHO Terkait Rokok Elektronik dan Tembakau Alternatif

WHO beralasan bahwa cara tersebut memungkinkan terjadinya penambahan zat asing yang bisa menimbulkan bahaya.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mar 2021, 21:02 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2021, 00:36 WIB
NCIG Indonesia Jadi POD Rokok Elektrik Pertama yang Bercukai
Penampakan rokok elektrik NCIG oleh Nasty dan Hex saat peluncuran di Jakarta, Jumat (22/3). Pemerintah menerapkan tarif cukai pada rokok elektrik. (Liputan6.com/HermanZakharia)

Liputan6.com, Jakarta -  Jutaan konsumen vape di Asia terancam untuk terpaksa kembali ke rokok jika proposal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait rokok elektronik dan produk tembakau alternatif lainnya disahkan oleh anggotanya.

Sebuah laporan terbaru yang diterbitkan komite regulasi tembakau WHO merekomendasikan pelarangan terhadap hampir semua jenis vape, khususnya vape dengan sistem terbuka (open system). Bukan diatur, melainkan dilarang.

Laporan tersebut merekomendasikan pelarangan untuk hampir semua jenis vape, khususnya vape dengan sistem terbuka. Pengajuan saran ini diduga agar para perokok tidak pernah tahu akan adanya produk-produk tersebut melalui pembatasan akses informasi bagi mereka.

Konsumen vape dengan sistem terbuka, yang menjadi pilihan bagi kebanyakan konsumen di Asia, bisa mengisi ulang cairan vape secara manual sebelum digunakan. WHO beralasan bahwa cara tersebut memungkinkan terjadinya penambahan zat asing yang bisa menimbulkan bahaya bagi penggunanya.

“Rekomendasi terbaru dari WHO bertentangan dengan semua logika. Jika negara-negara yang ada mengadopsi rekomendasi untuk melarang konsumsi vape dengan sistem terbuka, maka kerja keras para mantan perokok selama bertahun-tahun dan kebijakan publik akan menjadi tidak berarti,” ujar Koordinator Eksekutif Coalition of Asia Pacific Tobacco Harm Reduction (Koalisi Pengurangan Bahaya Tembakau Asia Pasifik/CAPHRA) Nancy Loucas seperti dikutip dari PR Newswire.

“Dapat kita pastikan bahwa jika ini diadopsi, para konsumen vape akan kembali merokok. Hal ini adalah kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Melarang produk apapun bukanlah jawabannya, termasuk aturan yang melarang semua jenis produk tembakau. Pelarangan justru akan mendorong terbukanya kesempatan lebar bagi pasar gelap untuk produk ilegal. Pelarangan juga menyalahi aturan perlindungan konsumen,” sambung Nancy.

Ilustrasi Tembakau Rokok
Ilustrasi Tembakau Rokok. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

CAPHRA menyerukan para pemerintah dunia untuk mengadopsi aturan yang berlandaskan bukti kajian ilmiah dan akal sehat untuk semua produk vape.

“Baru saja minggu lalu, badan Kesehatan terkemuka di Inggris, Public Health England (PHE), menyimpulkan bahwa produk vape yang mengandung nikotin merupakan alat bantu paling populer yang digunakan oleh para perokok yang ingin mencoba beralih dari kebiasaan merokok dan akhirnya berhenti,” kata Nancy.

“Di satu sisi, terdapat sejumlah badan kesehatan masyarakat di berbagai negara yang terus melakukan penelitian dan kajian lanjutan mengenai produk tembakau alternatif, khususnya untuk mencari cara terbaik agar perokok bisa didorong untuk berhenti merokok. Akan tetapi, di sisi lain, ada institusi global yang terjebak dalam keyakinan lama mereka bahwa pelarangan merupakan jawaban bagi segalanya,” ucapnya.

CAPHRA mengatakan hanya dengan adanya regulasi yang akomodatif bagi produk-produk tembakau tersebut, para konsumen vape bisa terlindungi, didorong untuk berhenti merokok, dan pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik. “Sikap WHO terkait rokok elektrik sangat mengecewakan bagi jutaan perokok dan konsumen vape di seluruh dunia,” tutupnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya