Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengguna TikTok mendadak jadi viral. Kontennya tentang penyakit kulit yang diidapnya menarik perhatian warganet. Gadis asal Pariaman, Sumatera Barat, itu mengaku memiliki penyakit kulit yang membuat kulitnya melepuh bila terpapar sinar matahari.
Media Malaysia, mStar menjulukinya sebagai Putri Lilin. Dikutip Senin, 23 Mei 2022, perempuan bernama Fahza Syafira Karin itu mengaku mengidap penyakit xeroderma pigmentosum atau biasa disingkat XP. Penyakit itu terdiagnosis saat usianya 1 tahun.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Menurut keluarga, saya lahir normal seperti bayi lain dan tidak memiliki masalah kulit. Tapi ketika berusia 1 tahun, bintik-bintik hitam mulai muncul di badan saya," ujarnya.
"Setelah ditelusuri, itu disebabkan oleh demam campak yang saya alami saat berusia sembilan bulan. Campaknya sangat parah," ia menambahkan.
Gadis berusia 20 tahun itu kemudian mengunggah cerita hidupnya lewat konten TikTok. Video tentang penyakitnya itu kini sudah ditonton 2,1 juta kali.
Ia menuturkan, saat kecil, ia diperiksa oleh sejumlah dokter. Setelah berkonsultasi dengan sejumlah pakar kesehatan, dokter menyimpulkan bahwa ia menderita XP.
"Pengidap penyakit ini tidak boleh terpapar cahaya matahari. Kasusnya sangat jarang terjadi, sekitar 1 dari 1000," ia menambahkan.
XP, kata Fahza, tidak bisa diobati. Meski begitu, ia tetap bersyukur karena penyakit kulit yang diidapnya tidak menular kepada orang lain. Selama ini, ia bertahan hidup dengan mengonsumsi beragam multivitamin dan berusaha menghindari paparan sinar matahari.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bintik Hitam
Fahza menerangkan, saat terpapar sinar matahari, bintik-bintik hitam akan muncul di sekujur tubuh. "Bintik itu mirip benjolan tumor di kulit," kata dia.
Karena itu, ada yang mengira ia terkena kanker kulit. Untuk mengurangi efeknya, ia wajib mengoleskan kulit dengan tabir surya, khususnya kulit yang terpapar langsung sinar matahari. Itu sudah menjadi rutinitas hariannya. Terlebih, ia juga ingin kulit wajah dan tubuhnya terawat baik.
"Walaupun memiliki penyakit ini, saya juga sama seperti orang lain yang suka mengenakan kosmetik, skincare, dan lain-lain," ujarnya.
Fahza juga mengaku penyakit kulit yang diidapnya bukan penghalang untuk beraktivitas di luar ruang. Ia tetap boleh beraktivitas di siang hari dengan syarat bisa menjaga diri. Ia juga mengaku tidak semua bagian tubuhnya berbintik hitam saat beraktivitas di luar ruang, melainkan hanya yang terpapar sinar matahari.
"Saya boleh berkegiatan di lapangan asalkan memakai sunblock dan payung atau topi untuk melindungi diri," ujarnya.
Advertisement
Penyakit Autoimun
Terlepas dari penyakit yang diidap Fahza, situasi pandemi Covid-19 nyatanya memicu peningkatan penyakit autoimun kulit. Hal itu dipicu oleh stres yang ikut meningkat dan menyebabkan penyakit satu ini pun lebih sering kambuh.
"Kita tahu salah satu program pemerintah kita selama masa pandemi adalah membatasi aktivitas di luar rumah sebisa mungkin, sehingga tingkat stres menjadi lebih tinggi," ujar dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV dalam acara daring bertema Kenali Autoimun Kulit yang Kerap Muncul Selama Pandemi bersama Klinik Pramudia, dikutip dari kanal Health Liputan6.com.
Amelia menjelaskan, stres yang tinggi terutama selama masa pandemi membuat penyakit autoimun kulit menjadi lebih sering kambuh. Bahkan, kekambuhan yang muncul menjadi lebih berat dari biasanya.
"Terlepas dari aktivitas di luar rumahnya, pendapatannya, pekerjaannya yang mungkin jadi lebih banyak di rumah, online, banyak tugas baik dari sekolah atau pekerjaan, semuanya itu akan meningkatkan stres," ujar Amelia.
"Jadi dengan adanya stres yang tinggi ini terutama selama masa pandemi membuat penyakit autoimun kulit ini menjadi lebih sering kambuh. Kambuhnya kadang menjadi jauh lebih berat dibanding biasanya," tambahnya.
Jenis Penyakit Kulit
Sementara, dokter spesialis kulit Anthony Handoko mengungkapkan ada tiga jenis penyakit autoimun kulit yang meningkat selama pandemi dari pasien di kliniknya. Ketiganya adalah Vitiligo, Psoriasis, dan Urticaria.
Menurut Amelia, pasien autoimun kulit merasa lebih takut untuk berkonsultasi ke dokter selama pandemi berlangsung. Akibatnya, mereka mengobati sendiri atau berkonsultasi jarak jauh.
"Kalau sudah nggak ada perbaikan dari pengobatan itu, baru datang ke dokter spesialis kulit dan kelamin, di mana sebenarnya itu sudah cukup terlambat," kata Amelia.
Padahal, deteksi dini yang dilakukan pada penyakit autoimun kulit dapat mempersingkat durasi pengobatan yang dilakukan. Tak hanya itu, Amelia juga mengungkapkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan lebih awal bisa membuat level penyakit semestinya tidak begitu berat.
"Bila memang mengalami kondisi kulit tertentu, segera memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit dan kelamin terdekat dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat," ujarnya.
Advertisement