Liputan6.com, Jakarta - Sekolah di Jepang cenderung sangat ketat mengatur perilaku dan penampilan siswa. Meski dalam beberapa tahun terakhir sejumlah aturan dilonggarkan, tidak berarti seluruhnya dihilangkan, salah satunya aturan mencukur alis.
Insiden yang terjadi di sebuah sekolah di Prefektur Fukuoka itu menarik perhatian dan masih jadi perbincangan. Padahal, itu terjadi pada April 2022, sekitar tiga bulan lalu.
Advertisement
Baca Juga
Insiden berawal saat guru di sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kota Kurume, Fukuoka, sedang memeriksa para murid untuk melihat apakah siswa mematuhi peraturan sekolah tentang potongan dan pewarnaan rambut. Salah seorang siswa kelas 3 SMP lulus pemeriksaan rambut itu, tetapi ia mengalami masalah dengan alisnya.
Dikutip dari laman Japan Today, Selasa (19/7/2022), aturan sekolah itu melarang siswa memotong atau mencukur alis. Tapi, gadis berusia 14 tahun itu telah mencukur tepi alisnya agar terlihat lebih rapi. Pihak sekolah pun menetapkan hal itu sebagai pelanggaran.
Ia lalu dihukum tiga hari menjalani "besshitu toko" yang berarti "sekolah di ruang terpisah" selama tiga hari. Itu merupakan bentuk pendisiplinan di sekolah-sekolah Jepang untuk siswa yang melanggar aturan.
Mereka harus mengerjakan tugas sekolah di ruang terpisah, jauh dari kelasnya, yang pada dasarnya adalah skorsing di sekolah. Anak SMP itu juga disuruh menulis esai yang merefleksikan pelanggarannya. Hukuman itulah yang jadi pro kontra di masyarakat.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2 Aspek
Miki Hata, Direktur Pendidikan Kurume, menanggapi insiden itu dengan mengatakan, "Saya percaya sekolah mungkin khawatir bahwa pada usia perkembangan, anak-anak mungkin jadi terganggu dengan terlalu fokus pada alis dan gaya rambut mereka, sehingga mengabaikan aspek-aspek penting dari pendidikan dan gaya hidup mereka."
Bagaimana alis dicukur bisa memengaruhi perkembangan anak? Ada dua kemungkinan penjelasan. Pertama, sekolah mungkin melihat alis yang dirapikan sama dengan menggunakan riasan. Sementara, sebagian besar sekolah di Jepang memiliki filosofi bahwa siswa semestinya menghabiskan energi untuk belajar, bukan berdandan.
Kedua, alis yang dicukup dianggap berhubungan dengan kenakalan remaja dan geng jalanan di Jepang. Walau dianggap sedikit kuno, biasanya mereka melibatkan sepenuhnya atau hampir sepenuhnya dengan mencukur alis. Tapi di sisi lain, etika orang Jepang menekankan pentingnya penampilan yang rapi saat keluar di depan umum, dan rambut berlebihan di wajah atau tubuh sering dianggap tidak merawat diri.
Advertisement
Suara Kontra
Sementara, Mutsumi Kaneko yang jadi anggota Dewan Kota Kurume merasa sekolah terlalu berlebihan dalam menghukum gadis itu. Insiden itu bahkan mendapat perhatian nasional di Jepang pada minggu ini.
"Apa salahnya ia merawat alisnya? Dengan tidak membiarkannya belajar di kelas reguler dan membuatnya belajar di ruang terpisah, apakah mereka pikir itu akan membuat alisnya tumbuh kembali? Atusan alis sekolah ini di luar batas logika," ia berpendapat. Pendapatnya itu dianggap sebagai dorongan agar sekolah mengkaji kembali aturan berpenampilan di sekolah.
Sebelum perdebatan soal cukur alis, aturan berpenampilan lain di sekolah di Jepang juga jadi perdebatan. Salah satunya tentang pelarangan kuncir kuda di sekolah-sekolah Jepang karena dapat "menggairahkan seksual" siswa laki-laki telah memicu percakapan baru tentang aturan aneh pada siswa perempuan.
Dikutip dari VICE World News, mantan guru sekolah menengah Motoki Sugiyama mengungkap ia pernah diberitahu administrator sekolah bahwa siswa perempuan tidak boleh menata rambut jadi kuncir kuda karena memperlihatkan tengkuk mereka.
"Mereka khawatir anak laki-laki akan melihat anak perempuan, yang mirip dengan alasan di balik penegakan aturan warna pakaian dalam putih saja," kata Sugiyama.
Mantan guru dengan pengalaman mengajar 11 tahun ini, Says mencatat, menjelaskan bahwa tujuan aturan pakaian dalam yang hanya berwarna putih adalah mencegah potongan busana itu terlihat dari balik seragam. "Saya selalu mengkritik aturan ini, tapi karena kurangnya kritik dan itu jadi sangat normal, siswa tidak punya pilihan selain menerimanya," katanya.
Tidak Menonjol
Tidak ada statistik nasional tentang berapa banyak sekolah yang masih memberlakukan aturan tanpa kuncir kuda bagi siswa perempuan. Namun, survei pada 2020 menemukan bahwa sekitar 10 persen sekolah di prefektur selatan Fukuoka melarang gaya rambut tersebut.
Sugiyama mengatakan, kelima sekolah berbeda yang ia ajar di prefektur Shizuoka, yang berjarak sekitar 144 km barat daya Tokyo, memiliki larangan menguncir rambut pada siswa perempuan. New York Post melaporkan, Sugiyama secara teratur mengunggah "aturan sewenang-wenang" di TikTok-nya. Ia punya misi pribadi untuk menyudahi aturan sekolah yang sudah ketinggalan zaman, seksis, atau menghambat ekspresi diri seorang anak.
Sejarah buraku kosoku dimulai pada 1870-an ketika pemerintah Jepang menetapkan peraturan pendidikan pertama yang sistematis. Sekitar 1970-an dan 1980-an, aturan jadi lebih ketat dalam upaya mengurangi perundungan dan kekerasan di sekolah.
Profesor sosiologi Meiji University, Asao Naito mengatakan apa yang dilarang berbeda dari sekolah ke sekolah dan dari generasi ke generasi. Namun, efek yang dimaksudkan untuk membuat siswa tidak menonjol tetap sama.
Advertisement