Masih Banyak Masyarakat Indonesia Punya Persepsi Keliru Soal Wisata Ramah Muslim

Indonesia menempati peringkat kedua wisata halal dunia dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2021 dengan skor 70 di bawah Malaysia.

oleh Henry diperbarui 22 Nov 2022, 11:30 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2022, 09:02 WIB
Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim
Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim. (Liputan6.com/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan Indonesia dapat menduduki peringkat pertama wisata halal dunia dalam Global Muslim Travel Index (GMTI). Saat ini, Indonesia masih menduduki peringkat kedua GMTI 2022 dengan skor 70 di bawah Malaysia.

Sandiaga menuturkan, posisi Indonesia yang semakin maju di bidang wisata halal itu sejalan dengan kemajuan ekosistem syariah di Indonesia. Islamic Finance Country Index 2021 mencatat Indonesia sebagai negara dengan keuangan syariah terbaik di tingkat global.

Dia mendorong wisatawan lokal agar memprioritaskan destinasi-destinasi wisata halal di dalam negeri daripada luar negeri. Salah satunya dengan menggandeng Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) untuk meluncurkan buku panduan Lima Destinasi Super Prioritas Ramah Muslim di Indonesia, yang diharapkan dapat membantu para pelaku wisata maupun wisatawan.

Terdapat banyak destinasi wisata ramah muslim di lima destinasi super prioritas, yaitu di Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.

"Harapan kami dengan adanya buku ini, para pelaku wisata akan tergerak semuanya untuk membangun extended services (wisata halal). Selain itu bisa menyambut tamu yang baik dari seluruh Indonesia maupun dunia," kata Sandiaga yang hadir melalui video conference dalam Islamic Digital Day 2022 yang digelar secara hybrid, bertempat di Ayana Mid Plaza, Jakarta Pusat, Rabu, 21 September 2022.

"Fasilitas wisata halal sebenarnya sudah cukup memadai ya tinggal dilengkapi saja apa yang kurang dan dianggap perlu," lanjutnya. Sandiaga Uno menambahkan, #DiIndonesiaAja yang sudah diterapkan dengan prinsip CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability), sebetulnya cocok dengan prinsip halalan thayyiban, yaitu halal dan baik. 

Panduan Wisata

Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim
Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim. (Liputan6.com/Henry)

"Kita akan gunakan sarana sosialisasi dan promosi. Kita penetrasi lebih jauh ke pasar wisata muslim lokal dulu nih yang berbondong-bondong pada ke Turki pada ke destinasi lainnya. Kenapa mereka sebelum berumroh, sebelum mereka menunaikan wisata religi di luar negeri mempertimbangkan untuk wisata religi di dalam negeri," tambah pria yang akrab disapa Sandi ini.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Industri Produk Halal KNEKS Afdhal Aliasar mengatakan, peluncuran buku ini adalah salah satu inisiatif awal untuk membuat panduan wisata ramah muslim.  "Mudah-mudahan ke depan kita bisa membuat panduan serupa di wilayah-wilayah lainnya. Kita berharap bisa mendorong destinasi-destinasi di Indonesia mampu menyambut tamunya dengan lebih baik," tutur Afdhal.

Ia menambahkan, keterbukaan informasi demi mendukung kesiapan sarana dan prasarana agar sejalan dengan permintaan pasar dan kapasitas operasional pariwisata ramah muslim sangat dibutuhkan. Jika pelaku industri pariwisata memiliki preferensi yang mengakomodasi pariwisata ramah muslim, destinasi tersebut tidak hanya akan dinikmati oleh wisatawan muslim, tetapi wisatawan berbagai budaya dan keyakinan pun dapat terlayani dengan sifatnya yang inklusif.

Fasilitas Ibadah

Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim
Ingin Jadi Nomor Satu, Masih Banyak Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia Soal Wisata Ramah Muslim.  (Liputan6.com/Henry)

Sementara itu, Islamic Digital Day 2022 dilaksanakan dalam rangka mendorong berkembangnya pariwisata ramah muslim. Acara ini juga akan membahas mengenai peran digitalisasi dan perkembangannya dalam mendorong bangkitnya sektor pariwisata, khususnya pariwisata ramah muslim.

Konsultan Senior dari Amicale Lifestyle Internasional, Hafizuddin Ahmad, menuturkan, masih banyak persepsi yang keliru di masyarakat soal pariwisata ramah muslim. Ia menjelaskan, konsep wisata ramah muslim tak lepas dari kebutuhan wisatawan muslim itu sendiri.

Seorang muslim memiliki kebutuhan untuk beribadah yang bersifat harian seperti salat. Untuk bisa melaksanakan salat tentu ada beberapa proses yang harus dijalani. Di sisi lain, pengelola destinasi wisata kerap tidak menyediakan fasilitas ibadah yang sesuai.

"Jadi ketika wisatawan muslim berwisata, pelaksanaan ritual ibadan harian itu perlu difasilitasi yang kita kenal dengan pariwisata ramah muslim," ucap Hafizuddin.

Ia mencontohkan, salah satu persoalan sederhana terkait fasilitas toilet. Harus diakui, toilet saat ini kerap mengikuti standar barat dengan sistem toilet kering. "Sementara seorang muslim, dia harus dengan air, jadi untuk kebersihan (kebutuhan kelancaran ibadah), dia butuh air. Maka, ini menjadi sangat penting," ucapnya.

Makanan Halal

Wisata Halal Banyuwangi
Konsep wisata halal dikembangkan sebagai diferensiasi Banyuwangi terhadap daerah lain di pasar pariwisata.

Tak hanya soal toilet, ketersediaan tempat wudu pun kerap nihil. Pengelola penginapan hanya menyediakan wastafel di kamar yang terpaksa digunakan seorang wisatawan untuk berwudu.

Sama halnya dengan tempat salat. Ia menilai, fasilitas tempat salat untuk destinasi di pusat-pusat kota semakin membaik. Hanya saja, destinasi wisata yang terdapat di kawasan wisata alam dan jauh dari perkotaan, kondisinya masih memprihatinkan.

Tak hanya soal ibadah ritual, kewajiban seorang muslim untuk mengonsumsi makanan halal membutuhkan jaminan dari pengelola restoran. Ia menjabarkan, Indonesia memiliki persoalan mendasar soal kesadaran untuk memiliki sertifikat halal di restoran. Itu disebabkan karena faktor budaya dan sosial karena Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Hal itu menimbulkan persepsi di publik, sertifikasi halal tidak penting karena tak mungkin warga muslim yang membuka restoran menjual makanan haram.  "Sementara, wisatawan luar negeri dia tidak melihat pemiliknya, tapi apa buktinya, yaitu sertifikat," ujar Hafizuddin.

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia
Infografis Destinasi wisata berkelanjutan di Indonesia dan dunia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya