Pramugari Maskapai Jepang Diberi Opsi Bekerja Hanya 2 Hari per Minggu

Normalnya, pramugari maskapai ANA bekerja lima hari dalam seminggu.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 17 Jan 2023, 09:01 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2023, 09:01 WIB
Maskapai Jepang Tawarkan Pegawai Cuti Panjang hingga 2 Tahun
Ilustrasi maskapai Jepang, ANA. (dok.instagram@allnipponairways_official/https://www.instagram.com/p/CBiZxKDn86A/Muhammad Thoifur)

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai All Nippon Airways (ANA) menawarkan para pramugarinya untuk bekerja dua hari dalam seminggu. Kebijakan yang berlaku mulai tahun fiskal 2023 itu memungkinkan mereka untuk mengejar pekerjaan sampingan mengingat situasi pandemi berdampak pada berkurangnya permintaan penerbangan, menurut sumber, Senin, 16 Januari 2023.

Maskapai Jepang itu berharap, dengan skema yang sebelumnya terbatas hanya untuk mereka yang perlu merawat anak atau orangtua, para pramugaris mereka bisa menggunakannya untuk belajar keterampilan baru. Pada akhirnya, sambung sumber tersebut, hal itu berpotensi menghubungkan mereka dengan upaya baru bagi perusahaan.

Dikutip dari Kyodo, Selasa (17/1/2023), skema itu akan tersedia untuk sekitar 8.500 pramugari yang tinggal di Jepang. Namun, ANA berencana membatasi jumlah orang yang menggunakan sistem itu untuk mencegahnya memengaruhi operasional maskapai.

Karyawan akan diminta untuk memutuskan total hari libur yang mereka rencanakan pada awal tahun fiskal pada April 2023, memungkinkan mereka lebih fleksibel dalam penjadwalan shift. Mereka juga akan dapat meminta rute mana yang ingin mereka kerjakan.

Pramugari ANA biasanya memiliki hari kerja lima hari seminggu. Tetapi dengan COVID-19 mengurangi permintaan untuk perjalanan udara, maskapai ini mengizinkan mereka untuk bekerja lebih singkat.

Di sisi lain, pihak imigrasi Jepang menyebutkan bahwa jumlah penumpang pesawat internasional yang tiba di dua bandara utama di Jepang meningkat 17 kali lipat dari periode yang sama dalam dua tahun terakhir selama musim liburan Tahun Baru. Hal itu merupakan dampak dari pelonggaran aturan lintas batas.

 

Destinasi Terpopuler

Pesawat Pembawa Warga Jepang dari Wuhan
Pesawat charter yang membawa warga Jepang dari Wuhan, China, diparkir setelah mendarat di bandara internasional Haneda di Tokyo, Rabu (29/1/2020). Pesawat sewaan tersebut membawa pulang 206 warga negara Jepang dari Wuhan, pusat wabah virus corona. (AP/Eugene Hoshiko)

Biro Layanan Imigrasi Daerah Tokyo melaporkan sekitar 895 ribu pelancong tiba di Bandara Narita, pinggir kota Tokyo, dan Bandara Haneda yang berada di pusat kota untuk penerbangan internasional antara 23 Desember 2022 hingga 3 Januari 2023. Angka itu meningkat tajam dari data penerbangan internasional pada 25 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021 yang hanya 52.500 orang. Sementara, data pada tahun lalu tidak tersedia sebagai efek pandemi.

Menurut biro imigrasi, lonjakan penumpang pesawat rute internasional mencerminkan bahwa sebagian besar kontrol perbatasan telah dicabut pada Oktober 2022, termasuk pembatasan kuota kunjungan dari luar negeri. Turis asing merupakan pengguna mayoritas kedua bandara yang terbagi menjadi 71 persen dari total 549.900 penumpang internasional di Bandara Narita, dan 56 persen dari total 344.800 penumpang di Bandara Haneda.

Amerika Serikat, termasuk Guam dan Hawaii, adalah rute keberangkatan paling populer di bandara dengan sekitar 101.000 penumpang. Korea Selatan dan Taiwan juga merupakan rute yang paling banyak dilalui dari kedua bandara tersebut.

Meskipun ada peningkatan, jumlahnya masih di bawah tingkat pra-pandemi. Selama periode liburan Tahun Baru dari akhir Desember 2019 hingga awal Januari 2020, kedua bandara tersebut melayani sekitar 1,5 juta penumpang, dengan sekitar 1 juta pelancong di Bandara Narita dan sekitar 522.000 di Bandara Haneda.

Wacana Pencabutan Aturan Masker di Dalam Ruang

Omicron Melonjak, Tokyo Persiapkan Pembatasan Sosial
Orang-orang yang memakai masker berjalan di stasiun Shinagawa di Tokyo (18/1/2022). Jepang melaporkan rekor tertinggi infeksi Covid-19 baru yang dipicu oleh varian Omicron. (AFP/Philip Fong)

Dalam kesempatan berbeda, pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk tidak lagi meminta masyarakat memakai masker di dalam ruangan, kecuali mereka memiliki gejala, kata sumber pemerintah pada Sabtu, 14 Januari 2023. Perubahan kebijakan diajukan saat pemerintah membahas penurunan status hukum COVID-19 ke tingkat yang sama dengan influenza musiman, tiga tahun sejak Jepang mendeteksi infeksi virus corona pertama.

Dalam langkah-langkah anti-Covid-19 yang direvisi Mei 2022, pemerintah mengatakan pada prinsipnya masker tidak perlu dipakai di luar ruangan selama orang tidak bercakap-cakap. Namun, mereka masih disarankan untuk memakai masker saat berada di dalam ruangan, kecuali dalam kasus dengan jarak sosial 2 meter atau lebih aman dan hampir tidak ada percakapan.

Menurut sumber tersebut, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan aturan tentang masker dalam ruangan karena meyakini bahwa ketika COVID-19 diturunkan menjadi penyakit Kelas 5 di bawah undang-undang penyakit menular dari Kelas 2 saat ini, tindakan anti-infeksi juga harus setara dengan yang diambil untuk patogen Kelas 5, seperti influenza musiman.

Penyakit kelas 2 tunduk pada tindakan ekstensif, termasuk membatasi pergerakan oleh individu yang terinfeksi dan kontak dekat mereka. Perubahan kebijakan tentang aturan pemakaian masker bisa diberlakukan paling cepat musim semi ini, bersamaan dengan penurunan klasifikasi, kata sumber itu.

 

Tetap Hati-Hati

FOTO: Olimpiade Dimulai, Tokyo Laporkan Kasus Harian COVID-19 Tertinggi
Warga yang mengenakan masker untuk melindungi diri dari penyebaran COVID-19 berdiri di persimpangan di Tokyo, Jepang, Selasa (27/7/2021). Tokyo melaporkan jumlah kasus harian COVID-19 tertinggi beberapa hari setelah Olimpiade dimulai. (AP Photo/Koji Sasahara)

Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memutuskan pemakaian masker dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit. Saat persyaratan untuk memakai masker dicabut di 50 negara bagian pada satu waktu, penduduk di beberapa bagian Amerika Serikat kembali diminta untuk memakai masker karena "triplemik" akibat virus corona, influenza, dan virus saluran pernapasan beredar secara bersamaan. 

Di Jepang, seruan telah meningkat dari beberapa partai politik, termasuk Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, untuk meninjau kembali kebijakan pemerintah tentang pemakaian masker. Sebuah sumber di salah satu pihak meragukan perbedaan yang tampak antara kebijakan yang ada dan dorongan pemerintah untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang datang.

Tetapi, para ahli penyakit menular dan dokter mengambil sikap hati-hati tentang pelonggaran aturan pemakaian masker, dengan mengatakan lebih baik mengenakannya di tempat ramai atau ketika seseorang diduga atau terinfeksi virus corona. Beberapa juga mengatakan bahwa melepas masker sekaligus di Jepang, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, dapat menyebabkan peningkatan kematian akibat COVID karena persentase lansia berusia 65 tahun ke atas di Jepang yang merupakan kelompok berisiko hampir 30 persen.

Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang
Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya