Singapura Waspadai Bencana Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia

Risiko bencana kabut asap di Singapura diwaspadai setelah frekuensi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, terutama Sumatra, tercatat meningkat selama beberapa hari terakhir.

oleh Asnida Riani diperbarui 05 Sep 2023, 07:01 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2023, 07:01 WIB
Hutan Indonesia Terbakar, Kabut Asap Selimuti Malaysia dan Singapura
Suasana Merlion Park saat kabut asap menyelimuti Singapura, Rabu (18/9/2019). Kebakaran hutan Indonesia menyebarkan kabut asap hingga Singapura dan Malaysia. Menurut BMKG, kabut asap akibat kebakaran hutan di Indonesia menyebar ke Malaysia dan Singapura karena terbawa angin. (Roslan RAHMAN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Risiko bencana kabut asap di Singapura diwaspadai setelah frekuensi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, terutama Sumatra, tercatat meningkat selama beberapa hari terakhir. 23 titik api terdeteksi pada Minggu, 3 September 2023, dan 28 titik api pada hari sebelumnya.

Sebagian besarnya terjadi di wilayah selatan Sumatra, kata Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura (NEA) dalam sebuah unggahan di Facebook, dikutip dari CNA, Selasa, 4 September 2023. Dalam beberapa minggu mendatang, cuaca kering diperkirakan akan terus berlanjut di wilayah selatan dan tengah Sumatra.

"Hal ini dapat meningkatkan titik kebakaran lahan dan hutan, serta kabut asap di sana. Ini juga akhirnya berisiko menyebabkan kabut asap sampai ke Singapura," kata NEA. Badan itu pun mencatat bahwa gumpalan asap masih berada agak jauh dari Singapura dan tidak terlihat melayang langsung ke Negeri Singa karena angin bertiup dari tenggara.

Indeks standar polutan (PSI) 24 jam di seluruh Singapura  berada dalam kisaran baik hingga sedang, yaitu 45 hingga 76. NEA menambahkan pihaknya sedang memantau situasi dengan cermat. Kabut asap di kawasan Asia Tenggara akibat kebakaran hutan di Indonesia telah jadi masalah selama beberapa dekade terakhir, catatnya.

Sejak Mei tahun ini, Singapura sebenarnya sudah bersiap menghadapi bencana kabut asap lintas batas yang semula mereka perkirakan terjadi mulai Juni 2023. Layanan Meteorologi Singapura (MSS) mengatakan dalam keterangan pers, 30 Mei 2023, gugus tugas kabut antar-lembaga telah mengoordinasikan rencana aksi menangani kabut asap yang mungkin terjadi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Prediksi Risiko Kabut Asap

Aktivitas Warga Singapura Saat Diselimuti Kabut Asap
Warga beraktivitas saat kabut asap menyelimuti kota Singapura (15/9/2019). Akibat kabut asap yang terjadi di kota tersebut membuat Grand Prix Formula 1 di Singapura pekan depan, 20-22 September 2019, terancam batal. (AFP Photo/Roslan Rahman)

Melansir AsiaOne, 31 Mei 2023, menurut prospek mikrosite kabut asap NEA untuk beberapa hari ke depan saat itu, cuaca kering kemungkinan besar terjadi di banyak daerah di selatan ASEAN. Hujan terisolasi diperkirakan akan terjadi di Sumatra bagian tengah, Kalimantan bagian utara, dan Sulawesi.

Jumlah titik panas diperkirakan lebih tinggi terjadi di daerah rawan kebakaran akibat kondisi cuaca kering yang ada. Hal itu otomatis disertai peningkatan risiko kabut asap.

Untuk itu, otoritas Singapura mengimbau warga menyiapkan stok masker N95. Meski masker tersebut tidak diperlukan bila mereka beraktivitas di dalam ruangan atau selama paparan singkat seperti dalam perjalanan, orang sehat yang berada di luar ruangan selama beberapa jam saat kualitas udara di kisaran berbahaya dapat mengurangi intensitas paparan dengan memakai masker N95.

Pihak berwenang Singapura juga menyarankan warganya menyiapkan air purifier. Alat yang direkomendasikan harus memiliki laju pengiriman udara bersih sekurangnya tiga kali dari volume ruang per meter kubik.


2 Fenomena Iklim

Hutan Indonesia Terbakar, Kabut Asap Selimuti Malaysia dan Singapura
Seorang pria mengambil gambar ketika Hotel dan Resor Marina Bay Sands diselimuti kabut asap, Singapura, Rabu (18/9/2019). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi sebaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatra mencapai Singapura dan Malaysia. (Roslan RAHMAN/AFP)

Periode Juni hingga September adalah musim kemarau yang biasa terjadi di Singapura dan wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia. Tapi, MSS menyatakan dua fenomena iklim, yakni kondisi El Nino dan positif Dipol Samudra Hindia, dapat menyebabkan musim kemarau yang lebih intens dan berkepanjangan tahun ini, bahkan hingga Oktober 2023.

El Nino adalah pola iklim alami terkait perubahan di laut dan atmosfer di wilayah khatulistiwa Samudra Pasifik. Fenomena itu diperkirakan akan membawa cuaca lebih panas dan lebih kering ke Asia Tenggara dan Australia. Sementara, Dipol Samudra Hindia yang positif menyebabkan suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian barat jadi lebih hangat.

"Kondisi yang lebih kering dan lebih hangat kondusif untuk pengembangan kebakaran lahan gambut dan vegetasi. Oleh karena itu, titik panas dapat meningkat mulai Juni 2023 di bawah cuaca kering yang berkepanjangan, terutama di daerah rawan kebakaran," kata MSS.

Mereka menambahkan, "Ini akan meningkatkan risiko kabut asap lintas batas yang mempengaruhi Singapura jika kebakaran terjadi di dekat dan angin tenggara ke barat daya meniup kabut asap dari kebakaran menuju Singapura."


El Nino Kemungkinan Berkembang

Hutan Indonesia Terbakar, Kabut Asap Selimuti Malaysia dan Singapura
Warga melintasi jembatan penyeberangan saat kabut asap menyelimuti Singapura, Rabu (18/9/2019). Kebakaran hutan Indonesia menyebarkan kabut asap hingga Singapura dan Malaysia. BMKG mendeteksi sebaran asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatra mencapai Singapura dan Malaysia. (Mohd RASFAN/AFP)

MSS menyebut pihaknya akan terus memantau perkembangan El Nino dan Dipole Samudra Hindia, serta situasi cuaca dan kabut regional, untuk memberi pembaruan jika diperlukan. Ketika episode kabut asap sudah dekat, NEA akan menyampaikan prakiraan kabut asap melalui situs web NEA (www.nea.gov.sg), aplikasi seluler myENV, dan situs mikro kabut (www.haze.gov.sg).

Pihaknya memprediksi kemungkinan terjadinya El Nino tahun ini mencapai 80 persen, mencatat tanda-tanda yang menunjukkan kondisi tersebut dapat berkembang dalam beberapa bulan ke depan. "Saat ini, tidak ada indikasi kekuatan dan durasi El Nino, jika itu berkembang. Jika terjadi El Nino yang kuat, curah hujan jauh di bawah rata-rata dan suhu lebih hangat dapat diperkirakan selama musim monsun barat daya yang akan datang," jelas MSS.

Musim monsun barat daya berlangsung dari Juni hingga September. MSS menambahkan, fenomena El Nino cenderung memiliki pengaruh terbesar pada curah hujan Singapura selama musim monsun barat daya. Curah hujan bisa mencapai 45 persen di bawah rata-rata saat itu.

Infografis Kebakaran Hutan dan Bencana Kabut Asap di Indonesia
Infografis Kebakaran Hutan dan Bencana Kabut Asap di Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya