Catatan Tertua Mengenai Batik: Mengulas Teknik Wax-Resist Dyeing Sejak 5.000 SM sampai Jadi Komoditas Perdagangan

Teknik pewarnaan wax-resist dyeing telah ada sejak 5000 SM dan telah ditemukan di berbagai belahan dunia. Teknik ini juga terlihat pada kawasan jalan perdagangan antara Mesir dan India.

oleh Farel Gerald diperbarui 26 Sep 2023, 19:37 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2023, 18:02 WIB
Batik Mega Mendung
Ilustrasi Batik (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Warisan tekstil batik adalah sebuah jejak sejarah yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Sejak abad ke-5, masyarakat Indonesia telah mengenal batik dan menjadikannya bagian tak terpisahkan dari berbagai aspek kehidupan mereka.

Dalam setiap lipatan kain batik, tergambar cerita perjalanan hidup manusia, mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian, menegaskan betapa dalamnya nilai dan makna batik dalam kehidupan masyarakat. Uniknya, teknik pewarnaan wax-resist dyeing yang menjadi salah satu karakteristik utama batik, bukanlah penemuan baru dalam sejarah tekstil dunia.

Dilansir dari iWareBatik, sebuah platform yang dibuat untuk mengenalkan kekayaan Batik Indonesia dan destinasi pariwisata Indonesia terutama kepada masyarakat dunia dikutip pada Selasa, 26 September 2023, teknik ini telah ada sejak 5.000 SM (Sebelum Masehi) dan telah ditemukan di berbagai belahan dunia.

Pada kawasan jalan perdagangan antara Mesir dan India, teknik ini pun juga terlihat. Bukti sejarahnya adalah kain lilin nila dari tahun 5 SM yang ditemukan di makam Firaun. Namun, meskipun teknik pewarnaan menggunakan malam atau lilin sudah dikenal di berbagai tempat, batik yang berasal dari abad ke-5 di Indonesia memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri.

Salah satu bukti otentik dari warisan ini ditemukan di Kabupaten Toraja, pulau Sulawesi. Meskipun ada beberapa asumsi yang mengatakan teknik ini dibawa dari luar, namun ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat lokal mungkin telah mengembangkan teknik tekstil mereka sendiri, termasuk pewarnaan tahan lilin.

 

Jalur Perdagangan Abad ke-8 dan Pertukaran Budaya

20151002-Batik-Indonesia-Jakarta
Pengrajin merapihkan Batik Tulis dari Kampoeng BNI Lasem, Jawa Tengah saat membuat batik tulis dalam Peringatan Hari Batik Nasional di Museum Tekstil, Jakarta, Jumat (2/10/2015). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sejarah jalur perdagangan pada abad ke-8 menciptakan pertukaran budaya dan komoditas yang signifikan antara berbagai bangsa. Jalur perdagangan dari Gujarat, India hingga Selat Malaka memfasilitasi pertemuan antara pedagang tekstil dari India, Arab, dan Gujarat dengan kerajaan-kerajaan di kepulauan India. Hal ini menciptakan kolaborasi dan asimilasi budaya, khususnya dalam bidang tekstil.

Dalam konteks Indonesia, terutama di pulau Jawa, denominasi Batik mulai dikenal sejak tahun 8 Masehi. Kata 'batik' memiliki asal-usul yang mendalam dalam literatur dan bahasa Jawa. Sebagai contoh, dalam kitab Ramayana Kakawin Jawa Kuno, istilah "Tika" yang merujuk pada lukisan suci mengindikasikan konsep batik yang sakral.

Selain itu, etimologi kata 'batik' juga berasal dari kata-kata Jawa “Amba” dan “Titik”, yang menggambarkan proses pembuatan batik dengan cermat dan penuh kehati-hatian. Ungkapan "Mbatik Manah" mencerminkan esensi dari proses tersebut, yakni melukis dengan sepenuh hati.

Dengan masuknya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, batik mengalami evolusi dalam konteks motif dan filosofinya. Meskipun motif batik tradisional masih bertahan, ada adaptasi dalam maknanya yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Hal ini menciptakan sebuah harmoni antara tradisi dan religiusitas yang diwujudkan dalam karya-karya batik.

Pada masa VOC Belanda di antara abad ke-18 hingga ke-20, batik mengalami perkembangan yang signifikan sebagai komoditas perdagangan. Di bawah pengaruh Eropa, batik mencapai pasar internasional, khususnya di Afrika dan Eropa. Para sejarawan juga berpendapat bahwa melalui jalur perdagangan ini, teknik batik kemungkinan disebarkan oleh penjajah Eropa ke berbagai belahan dunia.

Pengakuan Internasional Batik oleh UNESCO

Melihat Proses Pembuatan Kain Batik Tradisional
Seorang wanita mewarnai kain batik saat proses pembuatan di Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022). Indonesia akan memperingati Hari Batik Nasional pada 2 Oktober. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Selama ratusan tahun, Batik telah menjadi medium komunikasi dan ekspresi antarbangsa di Asia Tenggara. Menyeberang batas geografis dan budaya, tekstil yang unik ini menjadi jembatan persahabatan antara negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, dan lainnya. Setiap negara memiliki interpretasi dan varian batiknya sendiri, tetapi semuanya merayakan kekayaan dan kedalaman budaya Asia Tenggara.

Tidak mengherankan jika Batik mendapatkan pengakuan internasional sebagai Warisan Budaya TakBenda kemanusiaan oleh UNESCO pada tahun 2009. Pengakuan ini menyoroti keotentikan dan kedalaman nilai budaya yang ditemukan dalam seni tekstil Batik, termasuk:

a. Metode produksi yang bersejarah,

b. Representasi budaya dan esensi sosial dalam desain Batik,

c. Pedoman khusus dalam pemakaiannya, dan

d. Adanya daya pemberdayaan sosial yang signifikan dalam tradisi batik.

Kini, upaya untuk melindungi dan melestarikan batik terus ditingkatkan di tingkat nasional dan juga memotivasi seniman tekstil di berbagai penjuru dunia. Di tahun 2015, Batik telah mendukung perekonomian 47 ribu UKM di Indonesia dan memberikan pekerjaan kepada 199 ribu individu, mulai dari pengrajin hingga desainer. Dengan statusnya sebagai warisan budaya non-material UNESCO sejak 2009, ada kewajiban kolektif dari berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun internasional untuk menjaga dan merawat kekayaan budaya ini bagi generasi yang akan datang.

Menyasar Atensi Gen Z dan Milenial

Hari Batik Nasional 2023, Momen Kebangkitan Menyasar Atensi Gen Z dan Milenial
Hari Batik Nasional 2023, Momen Kebangkitan Menyasar Atensi Gen Z dan Milenial (Liputan6.com/Putu Elmira)

Sementara itu, menyambut perayaan Hari Batik Nasional 2023, Yayasan Batik Indonesia dan Museum Batik Indonesia bersinergi menggelar serangkaian agenda di Museum Batik Indonesia Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada Senin, 2 Oktober 2023.

"Semua kegiatan yang mengusung tema "Batik Bangkit", satu harapan bahwa setelah pandemi selama tiga tahun, tahun ini ingin adanya kebangkitan dari batik Indonesia dan menstimulasi semua pelaku batik untuk bangkit, baik dari sisi mengembangkan, memasarkan, dan mempromosikan batik," kata Wakil Ketua Yayasan Batik Indonesia Diana Santosa dalam konferensi pers Hari Batik Nasional 2023 di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Senin, 25 September 2023.

Diana menerangkan, tema perayaan tahun ini juga seiring harapan terutama pada kebangkitan batik dengan segmen pasar baru. Pihaknya menginginkan slogan "Batik Bangkit" juga memantik gaung batik yang lebih luas dalam berbagai aspek.

Ketua Panitia Hari Batik Nasional 2023 Shanty Leksono mengungkapkan melalui perayaan Hari Batik Nasional tahun ini ingin lebih menyasar kepada masyarakat Indonesia, terutama anak-anak muda generasi atau Gen Z dan milenial. Semangat ini dibawa untuk menyuarakan kepada generasi muda bahwa agar mereka tidak hanya mengenal batik tidak hanya untuk tren.

"Apalagi sekarang juga ada gempuran dari batik print, di mana ini (batik print) bukan batik, tapi hanya memakai motif batik karena batik itu adalah proses dan di situ ada lilin panas," terang Shanty.

 

Infografis Penetapan Batik Sebagai Warisan Dunia UNESCO
Infografis Penetapan Batik Sebagai Warisan Dunia UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya