Liputan6.com, Jakarta - Setelah 2023 ditetapkan sebagai tahun terpanas sepanjang masa, cuaca serupa diprediksi berlanjut pada 2024. Pasalnya, El Nino diperkirakan masih akan berlangsung setidaknya hingga April 2024, menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Setelah fenomena pendinginan La Nina berakhir pada awal tahun 2023, WMO menyatakan permulaan El Nino pada Juli 2023. "Dampak El Nino terhadap suhu global biasanya terjadi pada tahun setelah perkembangannya, dalam hal ini, pada 2024," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, dikutip dari Euronews, Rabu, 10 Januari 2024.
Advertisement
Baca Juga
Akibat suhu permukaan daratan dan laut yang mencapai rekor tertinggi sejak Juni 2023, tahun lalu jadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Namun demikian, tahun ini bisa jadi lebih panas lagi, Talaas memperingatkan. Ia menyebut, "Hal ini jelas disebabkan kontribusi meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang memerangkap panas dari aktivitas manusia."
Advertisement
Rekor sebelumnya terjadi pada 2016 sebagai hasil dari fenomena El Nino yang kuat, serta dampak perubahan iklim. WMO menyatakan bahwa tidak ada dua peristiwa El Nino yang sama dan hal ini bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong pola iklim global dan regional.
Dengan suhu yang mencapai rekor tertinggi dan kemungkinan suhu lebih panas lagi pada 2024, bagaimana perubahan iklim mempengaruhi El Nino di seluruh dunia? Bila El Nino kuat terjadi tahun ini, tim sains perubahan permukaan laut NASA mengatakan, kota-kota di pesisir barat Amerika akan mengalami lebih banyak banjir.
Hal ini disebabkan meningkatnya frekuensi banjir air pasang yang dapat membanjiri jalan dan bangunan di dataran rendah.
Musim Kemarau Lebih Panjang
Analisis tim menemukan bahwa El Nino dapat mengakibatkan lima banjir, yang biasanya masuk kategori "satu dalam 10 tahun," pada musim dingin ini di kota-kota, seperti Seattle dan San Diego. La Libertad dan Baltra di Ekuador bisa mengalami tiga kali kejadian banjir dalam 10 tahun ini.
Di luar tahun-tahun El Nino, mereka menambahkan, banjir jenis ini biasanya tidak terjadi di pantai barat Amerika. Namun, pada 2030, kenaikan permukaan air laut dan perubahan iklim dapat menjadikan kejadian ini sebagai kejadian tahunan tanpa adanya El Nino.
Kota-kota ini dapat mengalami hingga 10 kali banjir pada tahun-tahun El Nino pada 2030. Di sisi lain, salah satu dampak yang sudah terlihat di seluruh wilayah Amerika adalah kekeringan hebat. Para ahli memperkirakan bahwa El Nino, perubahan iklim, dan peningkatan suhu laut dapat menyebabkan perpanjangan musim kemarau di Amerika Tengah dan Selatan.
Pada November 2023, badan meteorologi dan hidrologi nasional Peru Senamhi menemukan bahwa permukaan air di salah satu danau terbesar di Amerika Selatan, Danau Titicaca, telah turun 74 cm dalam tujuh bulan sebelumnya.
Advertisement
Kekeringan dan Panas Ekstrem
Kekeringan dan panas ekstrem telah menyebabkan penguapan air lebih tinggi dari biasanya, dan curah hujan yang terbatas tidak cukup untuk memenuhi danau. Dengan perubahan iklim yang semakin parah akibat dampak El Nino, Danau Titicaca mendekati rekor terendah.
Pada akhir tahun 2023, kekeringan terburuk dalam 70 tahun memaksa Otoritas Terusan Panama (ACP) melakukan lebih banyak pengurangan jumlah kapal yang melewati jalur air penting ini.
Ketinggian air di Danau Gatun, yang merupakan sumber utama air yang digunakan dalam sistem kunci kanal, turun ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. ACP mengatakan bahwa El Nino berkontribusi terhadap kekeringan parah.
Jumlah kapal yang dapat melewatinya telah dikurangi pada awal tahun untuk pertama kalinya, sehingga menyebabkan penundaan distribusi barang. Karena Terusan Panama secara besar-besaran mengurangi waktu dan jarak perjalanan kapal antara samudra Pasifik dan Atlantik, pengurangan ini diperkirakan akan meningkatkan biaya pengiriman barang ke seluruh dunia.
Kombinasi yang jarang terjadi antara El Nino kuat di Samudra Pasifik dan perubahan suhu yang kuat di Samudra Hindia dapat meningkatkan panas dan kekeringan di Australia dan Asia Tenggara. Hal ini juga akan menyebabkan banjir di Afrika Timur.
Kombinasi 2 Fenomena Iklim
Dipol Samudera Hindia (IOD), kadang-kadang disebut sebagai adik dari El Nino, berada dalam fase positif dalam siklusnya yang ditandai dengan pergeseran suhu dingin di timur dan hangat di barat. Peristiwa iklim ini tidak jarang terjadi, namun kombinasi IOD positif kuat dan El Nino kuat merupakan hal yang jarang terjadi.
Keduanya terkait dengan kondisi lebih panas dan kering di Asia Tenggara dan sebagian besar Australia. Jika hal ini terjadi secara bersamaan, hal ini dapat menyebabkan cuaca sangat kering dan gelombang panas, yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan, di seluruh wilayah.
Kedua pola tersebut juga terkait dengan cuaca lebih basah di Afrika Timur yang sedang dalam tahap pemulihan setelah mengalami kekeringan parah selama beberapa tahun. Hal ini bisa berarti banjir berpotensi lebih parah. Jika El Nino terus berlanjut hingga 2024, hal ini dapat melemahkan monsun India yang menyebabkan berkurangnya curah hujan.
Para ahli mengatakan, dua peristiwa yang sama dan perubahan iklim menambah tingkat ketidakpastian mengenai dampak ganda ini jika dibandingkan dengan kejadian di masa lalu. Namun, karena hal ini terjadi di Bumi yang lebih hangat, curah hujan atau kekeringan berpotensi jadi lebih ekstrem.
Advertisement